“Kakakku di sana.” ia menunjuk ke arah perempuan yang sedang tak sadarkan diri sebuah ranjang berdesain orange jeruk. Wajahnya pucat pias bagaikan tisu. Ibunya terus saja menjamah rambut panjang yang tergerai tanpa diikat.
“Apa yang terjadi dengan Lina, bu?” Donni memasuki kamar Lina setelah lelaki yang mengantarnya beranjak pergi.
“Apa kamu temannya Lina?” tanya sang ibu. Donni mengangguk pelan.
“Ibu sendiri tidak tahu apa yang terjadi dengan Lina. Tadi malam, ibu melihat pintu kamarnya terbuka dan tahu-tahu, Lina sudah tergeletak di lantai.” kata sang ibu hampir menangis.
Donni mengambil kesimpulan bahwa ini pasti ulah makhluk itu. Ia berdecak pelan sambil berpikir entah apa yang bisa membuat Lina bertahan dari serangan makhluk itu.
“Kalau begitu, saya pamit dulu, bu.” pungkas Donni sambil menyalami ibunya Lina. Ia memilih untuk tidak berlama-lama di sana dan meminta informasi yang sudah didapatkan Heru dari hasil pengintaiannya.
Donni kembali menjejakkan kaki di halaman rumah, menjemput sepeda motornya di sana. Di antara rerimbunan pohon mangga, tak sengaja pandangannya beralih pada sesosok berbaju putih yang dihalangi dedaunan. Namun sialnya, Donni tidak bisa melihat raut wajahnya karena ditutupi oleh rambutnya yang panjang. Ia tercengang ketika sosok itu lenyap bak sambaran kilat.
“Ha-halo Her,” sahut Donni agak gugup begitu menyadari Smartphone-nya sudah berbunyi keras.
“Hallo Don, kau di mana?”
“Aku lagi di rumah Lina.”
“Oh ya, bagaimana keadaan si Lina?”