Langkah kaki itu semakin mendekat, menuju ruang tamu. Lina yang ketakutan bersembunyi di balik sofa. Ia berdoa dalam hati, semoga para pencuri itu tidak menemukan dirinya.
Keanehan terjadi. Suara derap kaki itu menghilang. Tapi, Lina masih beranggapan bisa saja para pencuri itu menyelinap dan tiba-tiba menyergap dirinya. Itulah yang masih diperkirakannya. Bola matanya sudah bergerak ke mana-mana. Ia tak melihat apapun di sana—hanya ia sendiri. Mengapa suara derap kaki itu bisa menghilang dalam sekejap?
Suhu ruangan tamu turun drastis. Dinginnya udara di ruang tamu bercampur hawa mistis. Ketakutannya bertambah tiga kali lipat begitupun kewaspadaannya. Lina mengelus-elus lengannya agar bulu halus di tangannya tak ikut berdiri. Namun, itu semua tak mengurangi rasa takutnya yang malah semakin menjadi-jadi. Ia bangkit berdiri lalu melangkah menuju kamarnya.
Bola matanya jelalatan. Tinggal di rumah sendirian memang bukan ide yang bagus. Lagi-lagi, wajah hantu yang dilihatnya tadi sore menggerayangi pikirannya. Lina tersentak. Cahaya lampu mendadak meredup. Untung saja, lampu di depan kamarnya tidak padam.
Lina terenyak. Firasatnya mengatakan ada sekilas bayangan lewat belakangnya. Lina memejamkan matanya sejenak. Ia tak mau berpikir macam-macam tentang apa yang ada di belakangnya. Mau tak mau, ia harus menengok apa yang ada di belakangnya.
Tidak ada.
Lina mengeryitkan dahi. Ia berpikir, ini benar-benar halusinasi tingkat tinggi. Apakah ketakutannya sudah memuncak? Ia menampik dan beranggapan bahwa, ini terjadi karena cahaya lampu meredup sehingga ruangan terlihat suram dan berbayang-bayang.
Lina sudah berada di depan pintu kamarnya. Tangan kanannya meraih daun pintu lalu menekannya pelan. Sebelum kakinya berayun ke kamar, ia merasa tengkuknya diraba oleh angin silir. Begitu berada di dalam, Lina langsung menggebrak pintu dan menguncinya. Ia melompat ke atas ranjangnya, menundungi seluruh tubuhnya dengan selimut. Di dalam selimut, Lina berdoa agar teror yang dialaminya cepat berlalu.
Tok... tok ...tok
Ketukan pintu terdengar tiga kali dan terasa nyata di telinganya. Pelan, namun, ada jeda sekitar dua detik.
Tok... tok... tok.