“Ya, hati-hati di jalan. Jangan terlalu larut pulang,“
               Lina menganggukkan kepalanya sekali sambil menutup pintu rumah. Ibunya sudah kembali ke dapur, memasak hidangan makan malam.
               “Kamu lama banget sih, Shan. Fanni pasti sudah mengomel di sana. “ ketus Lina.
               “ Kamu ini kayak gak tahu saja, keadaan lalu lintas sekarang. Hampir semua jalan ada operasi zebra. Ya jadi,aku mengambil jalan pintas. Aku ‘kan tidak punya SIM dan STNK,“
               “Ya sudah. Ayo kita pergi. Tancap gas.“ tandas Lina seraya mengencangkan tali helm yang melingkari kepalanya.
                Lina sudah mendaratkan bokongnya di atas jok sepeda motor. Shanti melajukan sepeda motornya,menjauhi rumah Lina.
Sofia sibuk menyusun pakaian suaminya ke dalam koper. Esok hari, Hendra akan pergi ke Riau, mengurus surat pindah mereka. Mereka sepakat, akan tinggal di Medan bersama anak perempuan mereka, Melly. Selama ini, mereka terlalu sibuk dengan urusan bisnis dan sekarang mereka ingin menetap permanen. Mereka akan mencari pekerjaan yang tidak terlalu banyak menyita waktu.
               “Bapak, apakah pakaian ini sudah cukup?“
               “Ya, cukup. Lagipula, ayah tidak akan lama di sana.“
Sebelumnya, Sofia ingin ikut dengan suaminya. Ia juga ingin menyampaikan surat pengunduran diri kepada manager-nya. Namun, Hendra bersikeras melarangnya.Ia menyuruh Sofia tetap tinggal di Medan, bersama dengan putri mereka. Ia juga akan sekaligus mengurus surat pengunduran istrinya dari perusahaan tempatnya bekerja.
               “Ma, ayah berharap mama bisa mengerti, kenapa ayah tidak mengizinkan mama ikut—ayah ingin mama menjaga Melly. Walaupun ada mbok Sinda di sini, mungkin bila kamu bersama Melly, kita bisa meringankan beban pikirannya.“