Mohon tunggu...
Arjuna H T M
Arjuna H T M Mohon Tunggu... Jurnalis - Mahasiswa

"Merasa sakit ketika masa perjuangan itu hanya sementara. Ketika memutuskan untuk menyerah, rasa sakit itu akan terasa selamanya"

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Penusukan Wiranto: Antara Fakta, Opini, dan Narasi

12 Oktober 2019   13:11 Diperbarui: 12 Oktober 2019   13:49 329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Karenanya, wajar saja jika dalam konteks ini publik berpraduga ada pengkondisian sebelum semua media  koor memberitakan peristiwa penusukan Wiranto.

Selanjutnya, berita online ini diiringi dengan beredarnya video amatir yang merekam kejadian penusukan Wiranto. Jadi, berita online dahulu keluar baru disusul viralnya video amatir yang merekam detik-detik penusukan Wiranto.

Padahal, merujuk karakter sosial media, biasanya konten netizen itu selalu lebih dahulu viral ketimbang unggahan kanal berita. Sebagai contoh, kasus viralnya video polisi masuk masjid tanpa mencopot sepatu saat mengejar mahasiswa akai demo di makasar.

Video amatir netizen viral dahulu, baru ada berita polisi yang mengklarifikasi itu hoax, sejurus kemudian muncul lagi berita polisi membenarkan peristiwa dan meminta maaf. Contoh lain adalah video wanita di Bogor (Sentul) masuk masjid membawa anjing, videonya viral terlebih dahulu (nyaris real time), baru beritanya menyusul.

Dalam kasus penusukan Wiranto, itu berita dulu yang viral baru menyusul video atau setidaknya bersamaan dg video amatir yang beredar. Itupun terjadi setelah diatas pukul 13.00, padahal peristiwa penusukan dikabarkan antara pukul 11.40 atau hingga 12.00. Karakter netizen, kalau mendapat video itu tak mau menunggu beberapa menit atau hingga satu jam lebih. Mereka, pasti akan memviralkannya real time.

Isi berita juga variatif, dari Kabar Wiranto selamat dari penusukan dan hanya anggota polisi yang terluka karena melindungi Wiranto, sampai akhirnya terbit berita yang mengabarkan Wiranto terluka bagian perut. Alat untuk menusuk juga mengalami reinkarnasi, dari awalnya diberitakan gunting kemudian berubah menjadi senjatanya Naruto.

Dari aspek fakta, muncul pula analisis netizen yang mengabarkan adanya kondisi Wiranto telah mengenakan perban, padahal di TKP tdk terlihat adanya darah yang tercecer jika benar Wiranto ditusuk. Video yang beredar, setelah diolah secara show motion, ditemukan fakta unik ini.

Dari aspek fakta, juga aneh dimana pelaku kejahatan membawa identitas lengkap juga membawa istri turut serta. Sejahat-jahatnya penjahat, mereka itu ingin istri duduk manis dirumah untuk menikmati kejahatan suaminya, cukuplah suami yang merampok tugas istri hanya menikmati hasil rampokan.

Faktanya, pelaku (boleh dibaca : pelakon), justru membawa istri turut serta lengkap dengan aksesoris pakaian Islami.

Dari sisi opini, pada saat kabar penusukan ini beredar polisi bersamaan memproduksi opini yang disajikan bersamaan dengan kabar penusukan Wiranto, keadaan ini menjadikan bias berita (antara fakta dan opini campur aduk).

Opini yang ikut diedarkan, misalnya : polisi menduga pelaku terkait ISIS, kemudian pelaku anggota JAD, BIN menyebut Wiranto ditarget tiga bulan sebelumnya, Wiranto memimpin polisi langsung dalam pemberantasan terorisme. Semua info ini hanya bersumber dari polisi, dan jika ada yang bersumber dari pelaku maka ini belum memenuhi kreteria cukup karena belum terpenuhi unsur dua alat bukti.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun