Mohon tunggu...
Arjuna H T M
Arjuna H T M Mohon Tunggu... Jurnalis - Mahasiswa

"Merasa sakit ketika masa perjuangan itu hanya sementara. Ketika memutuskan untuk menyerah, rasa sakit itu akan terasa selamanya"

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Penusukan Wiranto: Antara Fakta, Opini, dan Narasi

12 Oktober 2019   13:11 Diperbarui: 12 Oktober 2019   13:49 329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Opini yang diedarkan inilah, yang kemudian menjadi jembatan narasi (Naration Bridging). Narasinya, tdk hanya dimainkan oleh Menag, Wapres, jaksa Agung, ketua MPR RI, Megawati, bahkan hingga Jokowi.

Jokowi langsung berpidato gagah, mengajak seluruh komponen anak bangsa untuk bersama memerangi radikalisme dan terorisme. Menag, mengajak semua tokoh lintas agama untuk berdoa. JK, juga menyemburkan ledakan kata terkait radikalisme, mega mengharu-birukan petistiwa dengan mengirim karangan bunga untuk Wiranto.

Dalam perkara lain, misalnya kasus pembantaian di Wamena, Jelas banyak korban jiwa, dibunuh secara keji, dibakar, ribuan mengungsi, kehilangan harta benda dan tempat tinggal.

Mana pidato Jokowi ? Mana bela sungkawa Jokowi untuk korban Wamena ? Mana pernyataan JK ? Mana kerangan bunga mega untuk Wamena ? Mana doa Lukman hakim untuk Wamena ? Mana narasi Bamsoet untuk menyelamatkan wanena ?

Atau kasus lain lagi, agak dekat dan sangat dekat di Jakarta. Kasus korban mahasiswa yang menolak RUU KUHP dan UU KPK.

Mana pidato Jokowi ? Mana bela sungkawa Jokowi untuk korban mahasiswa ? Mana pernyataan JK ? Mana kerangan bunga mega untuk korban mahasiswa ? Mana doa bersama Lukman hakim untuk mahasiswa  ? Mana narasi Bamsoet untuk membela mahasiswa ?

Saya rasa, kasus Wiranto ini kecil, tidak ada apa-apanya dibandingkan korban mahasiswa apalagi tragedi Wamena. Namun, opini dan narasi yang dibangun terlalu lebai, kebanyakan micin.

Kalau memasak rendang, dagingnya cuma 1 ons, santannya 10 kg, micinnya 15 kg. Jadi, rasanya tidak karuan.

Fakta kecil cuma ditusuk, hebohnya sundul langit. Langsung narasi radikalisme dan terorisme yang dikumandangkan, selanjutnya narasi ini akan digunakan untuk menyudutkan kelompok-kelompok Islam, sambil terus digunakan untuk menutupi kegagalan rezim.

Sementara penanganan polisi atas demo mahasiswa yang begitu radikal, persekusi kepada UAS yang begitu radikal, pembantaian Wamena yang sangat radikal, ngototnya Pemerintah mempertahankan UU KPK yang begitu radikal, tenggelam karena peristiwa ecek-ecek ini.

Karena itu, wajar jika netizen begitu kritis menyikapi kasus ini dan justru mempersoalkan konten opini dan narasi yang dibangun rezim. Terlihat jelas, netizen tampak tak prihatin mendengar kabar Wiranto ditusuk, bahkan ada yang berkomentar kenapa tidak mati sekalian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun