***
Pagi itu, Amelia duduk di ruang keluarga. Ia memeluk Lili, menatap kosong ke arah tempat biasa Nana duduk. Tapi hari ini, tempat itu kosong.
“Nana?” bisiknya.
Sunyi.
Hanya suara jam dinding yang berdetak. Amelia menunduk. Ia tahu betul. Temannya telah pergi, dan mereka mungkin tidak pernah bertemu lagi.
Ia berjalan ke kamarnya, mengambil kotak kecil, mengusap Lili sebentar—yang kelembutannya sudah hilang dan warna yang pudar, lalu meletakkannya di dalam kotak.
“Terima kasih, Nana. Karena sudah menemani kesepianku,” ucapnya dengan nada yang lirih dan sarat akan kesedihan. Setetes air jatuh, membasahi pipi tembamnya. Rasa itu kembali hadir, rasa kehilangan dan kesepian.
Mama masuk, memeluk Amelia dari belakang, memberi kehangatan yang baru-baru ini ia rasakan, “Sudah siap sarapan, sayang?”
Amelia mengangguk.
“Ma, aku sayang Mama.”
Mama tersenyum, menahan air mata, “Mama juga sayang Amelia.” Ujarnya.