Mohon tunggu...
Ariya Hadi Paula
Ariya Hadi Paula Mohon Tunggu... Penulis - Penulis adalah Fiksionis, jurnalis independen dan kolomnis sosial humaniora.

Alumni IISIP Jakarta, pernah bekerja di Tabloid Paron, Power, Gossip majalah sportif dan PT Virgo Putra Film sebagai desainer grafis dan artistik serta menjadi jurnalis untuk Harian Dialog, Tabloid Jihad dan majalah Birokrasi. Saat ini aktif sebagai Koordinator sentra literasi dan publikasi Yayasan Cahaya Kuntum Bangsa (YCKB)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Syair Akhir Tahun

30 Desember 2021   23:40 Diperbarui: 6 September 2023   11:28 276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pasti sulit baginya menceritakan semua itu gumamku dalam hati. Ternyata aku keliru, remaja usia 17 itu tegar menguraikan  perjalanan  hidupnya. Termasuk suka dukanya tinggal bersama kami di panti, dimana Lia kecil lebih senang menghabiskan waktunya di kamar atau menonton atau lebih tepatnya mendengarkan siaran TV di ruang bersama. Tidak seperti anak penghuni lain yang berbagi tugas membersihkan panti, Lia hanya mengerjakan tugas ringan seperti membunyikan bel tanda berkumpul, makan, mandi atau belajar. Sayangnya Lia tidak suka berpangku tangan, dia kerap membantu menyiapkan  bahan masakan, mencuci piring atau merapikan kasur yang hasilnya sangat membanggakan.

Begitu juga kamar tidurnya kami pisahkan, tapi tentu saja bukan atas permintaannya atau sebaliknya diskriminasi dari panti. Melainkan setelah secara khusus Lia mohon izin kepadaku agar diberi sedikit area di sudut kamar supaya bisa menunaikan ibadah shalat sebagai seorang muslimah.  Tentu saja para pengurus termasuk Papi  merasa bersalah dan kurang peka telah menyatukan Lia dengan penghuni lain yang beragama Nasrani.  Panti kami memang beraviliasi persekutuan gereja tertentu tapi bukan panti agama. Maka Papi menjadikan kamar kecil sekretariat untuk jadi kamar pribadi Lia, mihrab kemanusiaan kami menyebutnya.

Kerap ku temui anak perempuan sebatang kara itu menangis dalam doa. Lia kecil menurutku sangat taat dan disiplin dalam beribadah.  Setiap terdengar adzan dari mushola di kampung seberang, Lia segera bergegas ke kamar kecil untuk berwudhu.  Kami selalu menawarkan  diri menuntunnya tapi selalu ditolak, ia lebih senang melakukannya sendiri supaya hafal dan menguasai area panti.

Terdapat dua sajadah dalam mihrab kemanusiaan, yang berukuran kecil untuk Lia dan yang lebih besar bagi para tamu, donatur atau pengawas dari dinas yang sebagian adalah muslim. Kadang ada saja kerabat atau rekan jemaat gereja yang komplain dengan kebijakan panti, namun Papi selalu  berhasil menunjukkan jati dirinya sebagai pejuang kemanusiaan.

"Lia, bisa cerita darimana belajar menulis sampai sukses seperti sekarang?" Tanya sang presenter di layar kaca.

"Panti Papi dan tentu saja Tante Stevani,"  jawab jilbaber itu lugas dan antusias.

Mendengar namaku disebut maka perhatian semakin fokus pada tayangan di hadapan. Namun sebelum si narasumber melanjutkan bicaranya, pandanganku beralih sebentar pada sebuah Personal Computer (PC) era 2000 an di sudut ruang bersama.  Walau hardware dan aplikasi di dalam sangat tertinggal dan bekerja lamban, namun  monitor dan keyboardnya masih  bersih dan terawat rapi.

 Lalu pandanganku kembali ke pesawat TV.

"Sebelumnya Lia senang mendengarkan dongeng almarhum Mama, juga para pencerita yang rutin berkunjung ke panti, Om. Karenanya Lia juga pandai bercerita menghibur teman di kamar menjelang tidur," cerita Lia.

Setelah menarik nafas pendek maka dilanjutkan ceritanya.

"Tante Stevani menyarankan Lia menulis sekaligus mengajari mengetik dengan PC.  Mulanya sulit sekali dan kadang Lia putus asa, Om. Tapi Tante selalu memotivasi bahkan memaksa Lia. Waduh, serem deh om."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun