Sunatullah Bukan Matematika: Hidup Tak Bisa Dihitung Seperti Rumus
Banyak orang mempercayai bahwa hidup bekerja seperti kalkulasi angka: jika berusaha keras, pasti sukses; jika rajin bersedekah, pasti kaya.Â
Seolah-olah Tuhan telah menetapkan formula pasti yang bisa diterapkan semua orang dengan hasil yang sama. Namun, realitas dengan kejam meruntuhkan asumsi ini.Â
Ada yang menghabiskan seluruh hidupnya dalam kerja keras, tetapi tetap berkubang dalam keterbatasan. Ada yang melangkah santai, seolah dunia memang ditata untuk mengantarnya ke puncak.Â
Jika hidup sesederhana rumus angka, mengapa masih ada kesenjangan?
Sunnatullah: Hukum yang Tak Bisa Dikerangkeng dalam Logika Linear
Matematika mengenal kepastian mutlak: dua ditambah dua selalu empat. Namun, hidup tidak bekerja seperti itu.Â
Sunnatullah ada, tetapi ia tidak tunduk pada kalkulasi manusia. Ada faktor-faktor yang tak bisa dihitung:
1. Takdir: Elemen yang Tak Bisa DikendalikanÂ
Manusia bisa menanam benih, tetapi hujan tidak selalu turun. Ada yang membangun kapal, tetapi badai menunggu di cakrawala. Kerja keras itu perlu, tetapi bukan satu-satunya penentu hasil.
2. Dunia Tidak Berjalan di Atas Meritokrasi Murni
Peluang, kondisi sosial, dan lingkungan sering kali lebih berpengaruh daripada sekadar usaha individu. Ada yang lahir dalam kondisi yang menguntungkan, ada yang sejak awal harus mendaki gunung terjal hanya untuk bertahan.
3. Keikhlasan: Benteng dari KekecewaanÂ
Jika hidup adalah persamaan matematika, maka keikhlasan menjadi tidak relevan. Namun, karena dunia ini penuh ketidakpastian, keikhlasan adalah satu-satunya tameng agar seseorang tidak hancur ketika kenyataan tidak sesuai harapan.
Kesalahan Fatal: Mengira Usaha dan Hasil Pasti Berbanding Lurus
Ada dogma keliru yang sering dijual di atas mimbar motivasi: bahwa setiap usaha pasti berbuah manis. Bahwa rezeki datang sesuai dengan jumlah doa yang dilantunkan atau amal yang dikeluarkan.Â
Ini menjadikan Tuhan seolah-olah pedagang yang melayani manusia berdasarkan transaksi amalnya. Namun, realitas berbicara lain.
Jika semua usaha pasti berhasil, mengapa ada yang gagal meski sudah berjuang seumur hidup? Jika semua kebaikan pasti dibalas dengan kemakmuran, mengapa masih ada orang saleh yang hidup dalam kesulitan? Dunia ini tidak berjalan sesuai dengan ekspektasi manusia.
Lebih parah lagi, pemahaman keliru ini melahirkan ilusi kendali penuh atas hidup. Ketika realitas menghantam dan hasil tidak sesuai ekspektasi, yang disalahkan adalah kurangnya usaha atau kurangnya doa, seakan-akan kehidupan hanyalah sekadar mekanisme jual-beli dengan Tuhan.
Kesimpulan: Sunatullah Itu Dinamis, Bukan Persamaan Matematika
Sunatullah bukan formula yang bisa dijumlahkan dan diprediksi dengan kepastian mutlak. Keberhasilan dan kegagalan, rezeki dan kemiskinan, semua berjalan dalam tarian yang jauh lebih kompleks daripada sekadar kerja keras dan hitungan amal.Â
Oleh karena itu, manusia harus tetap berusaha, tetapi dengan kesadaran bahwa tidak semua hal ada dalam genggamannya. Hidup bukanlah soal menggenggam hasil, melainkan tentang bagaimana kita berdamai dengan ketidakpastian semesta tanpa terperangkap dalam kesombongan bahwa segala sesuatu bisa dihitung dan dikendalikan.
Referensi:
https://islamagamauniversal.wordpress.com/referensi/bd_6a
https://kepripos.id/keajaiban-takdir-dalam-perspektif-islam-dan-sains-modern/
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Sunnatullah
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI