Mohon tunggu...
Aris Kukuh
Aris Kukuh Mohon Tunggu... Guru - Penulis dan pembelajar

Seorang guru yang belajar dari kota kecil Salatiga tetap cinta tanah Blora meski seneng mengembara hingga melintas Samudra

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mengurai Kemerdekaan Belajar Sesuai Nilai Luhur Bangsa

31 Agustus 2020   10:08 Diperbarui: 31 Agustus 2020   10:26 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Merdeka belajar menjadi viral setelah digunakan sebagai salah satu program Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Bapak Nadiem Anwar Makarim. Kata merdeka sendiri menurut KBBI berarti terbebas dari penjajahan dan perhambaan, merdeka bahkan tertulis secara eksplisit dalam UUD 1945 sebagai hak segala bangsa sekaligus melekat pada hak azasi manusia. 

Konsep merdeka belajar sebenarnya bukanlah hal baru, karena jauh sebelum viral, Bapak Pendidikan Indonesia Ki Hajar Dewantara  telah mencetuskan konsep ini dengan esensi kemerdekaan belajar sesuai bakat minat siswa yang terilhami semangat kemerdekaan Indonesia. Saat ini merdeka belajar telah berkembang pada kemerdekaan guru dalam belajar dan mengajar, kemerdekaan siswa agar tidak tertekan dengan target ujian nasional, kemerdekaan untuk berkolaborasi antar guru antar siswa dan lain sebagainya.

Setelah 75 tahun kemerdekaan Indonesia, ternyata konsep Merdeka belajar masih relevan dalam menghadapi persaingan global, bahkan spiritnya telah berevolusi di berbagai negara maju. Sebagai contoh ketika penulis belajar di Australia terdapat konsep diferensiasi belajar mengajar yang merupakan bentuk kemerdekaan belajar, dimana siswa akan belajar sesuai tingkat kemampuan, bakat dan minat.

Merdeka belajar juga dapat ditemukan di berbagai negara maju yang lain, misalnya Amerika Serikat dengan STEAM, Eropa dengan Student Centered. Merdeka belajar di Indonesia menjadi berbeda karena melestarikan nilai luhur Pancasila, menggelorakan budaya sesuai jatidiri bangsa Indonesia. Sebuah kekhasan yang tidak akan ditemukan di negara manapun di dunia, meskipun tantangan yang dihadapi juga memiliki keunikan tersendiri.

Pelaksanaan merdeka belajar di Indonesia mengalami banyak tantangan karena kompleksitas yang lebih tinggi dibanding negara lain di dunia. Jika diuraikan, berikut ini adalah tantangan dan masalah khas yang muncul dalam pelaksanaan merdeka belajar di Indonesia:

1. Para guru dan tenaga kependidikan masih terperangkap dalam paradigma sebagai subyek pengajaran


Paradigma tersebut menganggap guru sebagai subyek yang melakukan transfer pengetahuan secara tradisional melalui metode ceramah di dalam kelas. Paradigma yang salah ini menetap di pikiran para pendidik yang tidak mau berkembang, kurang up to date pada perubahan. Sehingga ketika wabah Corona melanda Indonesia, para guru ini gagap teknologi sehingga kurang memberikan pelayanan pendidikan yang terbaik bagi siswanya.

2. Masyarakat cenderung menilai kecerdasan dari hasil tes kognitif matematika

Kecerdasan manusia tidak hanya terbatas secara kognitif logis matematis namun mencakup aspek verbal linguistik,spasial visual, kinestetik, musikal,intrapersonal, interpersonal,naturalis,eksistensial. Akan tetapi di masa lalu sekolah selalu mengagungkan kognitif. Siswa yang memiliki bakat musik atau olahraga namun kurang pandai mengerjakan matematika cenderung dianggap tidak pintar. 

Tentu hal ini salah karena kita melihat Lalu Zohri sang pelari Indonesia, musisi Ebiet G Ade yang mampu menyentuh hati penikmat musik, Panji sang petualang sebagai orang-orang jenius di bidangnya. Dampak pandangan masyarakat ini adalah siswa dibebani dengan belajar sangat keras agar bisa mendapat nilai terbaik dalam ujian akhir di sekolah yang biasanya mencakup mata pelajaran tertentu saja sehingga siswa tidak merdeka dan cenderung terbelenggu menyelesaikan materi pelajaran.

3. Luas wilayah di Indonesia menyebabkan perbedaan kualitas sumberdaya manusia dan sarana prasarana hingga kebutuhan siswa dan guru.

Indonesia yang terbentang dari Sabang sampai Merauke dihubungkan lautan dari Miangas sampai Pulau Rote menjadikan penyebaran sumber daya manusia dan sarana prasarana tiap pulaunya berbeda. Sarana prasarana di Jakarta tentu berbeda dengan di Sumenep Madura apalagi dengan Pegunungan Bintang di Papua. 

Sehingga pengalaman merdeka belajar dan output para siswa juga berbeda, demikian juga dengan jumlah guru yang mengajar di Surabaya dengan guru yang mengajar di perkebunan Sawit Kalimantan juga berbeda. Beberapa orang yang berasal dari daerah 3T yang belajar di pulau Jawa atau kota besar lain cenderung enggan kembali ke  daerah asal karena keterbatasan sarana dan prasarana untuk berkembang sehingga pendidikan di wilayah wilayah tertentu di Indonesia masih kurang optimal.

4. Dampak negatif pesatnya perkembangan teknologi 

Perkembangan teknologi mengakibatkan dilema dua mata uang yang saling berdampingan. Di satu sisi kemajuan teknologi memberi dampak positif sebagai multi sumber pembelajaran dalam pelaksanaan merdeka belajar dimana siswa bisa mencari berbagai sumber pembelajaran yang terbaik yang diperlukan. 

Sedangkan di sisi negaif yaitu budaya bangsa akan digempur oleh budaya asing melalui tulisan, tayangan vidio, media sosial dan lain sebagainya. Tanpa adanya penyaring yang mampu memilahnya maka akan menyebabkan pergeseran budaya bangsa. Dilema lain sebagai bangsa yang demokratis, penyaringan akan menyebabkan riak pro dan kontra di masyarakat. Sehingga terkesan maju salah mundur juga salah.

Ibarat sebuah penyakit maka pasti memiliki obat untuk mengalahkannya, demikian juga permasalahan kemerdekaan belajar diatas. Terdapat beberapa solusi yang bisa diusahakan untuk dilakukan agar memeperoleh kemerdekaan belajar bagi generasi emas bangsa Indonesia. Dibawah ini adalah solusi yang dapat diusahakan untuk melaksanakan kemerdekaan berlajar :

1. Meningkatkan Kompetensi Guru 

Kompetensi guru merupakan kunci dalam peningkatan mutu pendidikan di Indonesia. guru yang berkualitas bukanlah yang berprestasi sendiri, namun mampu mengembangkan siswa sesuai bakat minatnya, jadi diperlukan guru yang mampu menjadi pendorong ketika di belakang, menjadi teladan saat di depan dan menjadi penyemangat saat di tengah. 

Secara umum kompetensi guru dapat dikembangkan secara individu maupun kelompok, secara kelompok yaitu dengan mengaktifkan kegian KKG,MGMP dan K3S yang harus lebih banyak di isi dengan kegiatan pelatihan dan penerapan pengalaman terbaik sebagai guru dan kepala sekolah. 

Sedangkan secara Individu para guru harus memiliki motivasi untuk mengikuti berbagai seminar,diklat, lomba dan menerapkan sepenuhnya di kelas. Peran pemerintah dapat mencangkokan pembiayaan serta mengatur regulasinya, sedangkan peran guru sebagai penggerak kegiatan baik sebagai peserta maupun narasumber. Diharapkan pengembangan karier seperti ini akan menciptakan guru yang kaya dengan pengalaman sekaligus memiliki semangat untuk melakukan perubahan.

2. Penghapusan Ujian Nasional diganti dengan asesmen yang komprehensif

Langkah penghapusan Ujian nasional merupakan terobosan dalam dunia pendidikan. Meskipun masih banyak pro dan kontra, namun asesmen komprehensif lebih mampu menilai talenta dalam diri siswa secara utuh sekaligus menilai proses bukan hanya hasil. Di masa lalu siswa kita terlalu ditekan untuk mendapat nilai tinggi dalam ujian, sehingga di kelas akhir siswa cenderung di drill soal oleh gurunya, akibatnya siswa hanya mengerjakan ujian berdasarkan hafalan bukan berdasar konsep yang dipahami. 

Kesalahan konsep ini tercermin dari hasil penilaian Pisa tahun 2019 dimana siswa Indonesia peringkat 72 dari 79 negara dimana kemampuan analisa siswa Indonesia dalam bidang sains dan matematika masih rendah dibandingkan negara lain di dunia. Jadi dengan Asesmen komprehensif maka siswa akan lebih kreatif, memahami secara prosedural dan analitik. 

Pemerintah dan masyarakat juga harus menunjukan bahwa cerdas tidak hanya tentang matematika namun bisa dalam musik, olahraga dan lain sebagainya. Perubahan stereotip ini akan meningkatkan kepercayaan diri siswa dalam mengejar cita-cita yang berbasis non eksak.

3. Pemerataan sumber daya guru dan sarana prasarana 

Secara umum ketimpangan antara Jawa luar Jawa, Jakarta dengan berbagai kota di Indonesia sudah diketahui oleh sebagian besar penduduk Indonesia. Mengatasi permasalahan tersebut diperlukan pertukaran lintas wilayah di Indonesia agar terjalin benang komunikasi antara daerah yang memiliki sumber daya manusia baik dengan yang belum. Program SM3T (Sarjana mendidik di wilayah terdepan,terluar tertinggal) adalah pionir awal interaksi tersebut. 

Beasiswa dan pelatihan dari daerah tertinggal ke universitas atau luar negeri dengan perjanjian kembali ke wilayah asal merupakan solusi jangka panjang yang akan dinikmati hasilnya beberapa tahun yang akan datang. Keterlibatan masyarakat, pemangku kepentingan dan sekolah merupakan sinergi yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan pendidikan yang cepat sekaligus tepat sasaran. 

Buah dari sinergi tersebut diharapkan adanya pembangunan sarana prasarana yang sesuai kebutuhan sekolah dengan transparansi anggaran serta akuntabilitas yang baik, hingga pada ujungnya semua kembali untuk peserta didik yang unggul menghadapi era teknologi dan globalisasi

4. Mengembangkan Aplikasi dan konten yang positif bagi dunia pendidikan

Aplikasi dan konten yang positif akan menginduksi orang yang membaca, mendengar dan menontonnya. Ketika siswa melaksanakan merdeka belajar maka siswa akan sering menjelajah dunia internet, dengan pemenuhan konten dan aplikasi positif maka kebiasaan dan ide positif yang di dapatkan akan mengedukasi siswa. Penyaringan berbagai konten di internet merupakan hak dan kewajiban negara dengan dukungan masyarakat. Terjadinya pro dan kontra dapat diminimalisir asalkan ada komunikasi yang jelas bahwa yang dilakukan demi kemaslahatan bersama. 

Selain berbagai solusi diatas, terdapat nurturant effect esensi dari merdeka belajar di Indonesia yaitu menggelorakan budaya luhur bangsa. Karena peradaban sebuah bangsa dapat terlihat dari budaya yang dilestarikan dari generasi ke generasi, kemerdekaan belajar harus tetap berlandaskan kebudayaan kita sendiri, adab dan etika. 

Sebagai contoh ketika siswa menyampaikan pendapat di kelas tidak menyakiti orang lain, meskipun kita bisa berbahasa Inggris dengan baik namun harus tetap menjunjung tinggi bahasa Indonesia dan melestarikan bahasa daerah. Saripati dari budaya luhur bangsa ini dapat di implementasikan sesuai dengan nilai-nilai karakter yang telah di payungi Undang undang no 87 tahun 2017 tentang pendidikan karakter

Muara berbagai solusi kemerdekaan belajar yang mengandung pendidikan karakter adalah terciptanya generasi unggul bangsa yang berbudaya luhur sesuai Pancasila dan UUD 1945. Generasi yang pada peringatan 100 tahun indonesia merdeka akan memegang estafet kepemimpinan dan kontribusi bagi negara, saat ini mereka masih di bangku sekolah SD,SMP maupuan SMA. 

Diharapkan dengan berbagai upaya kemerdekaan belajar dan pendidikan karakter yang sesuai nilai luhur bangsa akan membuat kita bangga dan bahagia. 

Karena kebahagiaan Indonesia tidak hanya terletak dari kemajuan ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi namun juga pembangunan nilai karakter dan budaya yang melekat bersama generasi yang melek teknologi,berdaya cipta dan terus berkarya dan pada akhirnya mengutip sebuah kalimat dari Nelson Mandela “Pendidikan adalah senjata paling ampuh untuk mengubah dunia” kemarin, saat ini dan masa yang akan datang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun