Mohon tunggu...
Aris Heru Utomo
Aris Heru Utomo Mohon Tunggu... Diplomat - Penulis, Pemerhati Hubungan Internasional, kuliner, travel dan film serta olahraga

Penulis beberapa buku antara lain Bola Bundar Bulat Bisnis dan Politik dari Piala Dunia di Qatar, Cerita Pancasila dari Pinggiran Istana, Antologi Kutunggu Jandamu. Menulis lewat blog sejak 2006 dan akan terus menulis untuk mencoba mengikat makna, melawan lupa, dan berbagi inspirasi lewat tulisan. Pendiri dan Ketua Komunitas Blogger Bekasi serta deklarator dan pendiri Komunitas Blogger ASEAN. Blog personal: http://arisheruutomo.com. Twitter: @arisheruutomo

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jangan Munafik dalam Mewujudkan Keadilan Sosial

9 Mei 2020   06:52 Diperbarui: 9 Mei 2020   06:58 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buya Ahmad Syafii Ma'arif / Foto Dokpri

Merujuk QS Al Humazahm Buya Syafii Ma'arif berpandangan bahwa orang yang hanya mengumpulkan harta dan kemudian hanya menghitung-hitungnya untuk diri sendiri tetapi tidak memperhatikan masyarakat, itu imannya tidak beres.

Menurut Buya Syafii Ma'arif, Islam bukan anti kekayaan, Islam adalah pembela orang miskin tetapi pada waktu yang sama kemiskinan itu harus lenyap dimuka bumi yaitu adanya kewajiban membayar zakat, "wa'atu zakat" itu artinya orang Islam tidak boleh miskin, kemiskinan itu harus bersifat sementara.

"Dalam Islam tidak ada perintah menerima zakat, yang ada adalah perintah mengeluarkan zakat. Dalam prakteknya, tidak sedikit ummat Islam terjebak dalam kemunafikan. Di satu satu sisi sholatnya rajin, naik haji berkali-kali, tapi tidak punya kepedulian kepada fakir-miskin. Sementara pada praktek bernegara, fakir-miskin yang semestinya dipelihara oleh negara, tapi justru belum memperoleh perhatian yang serius," begitu tegas Buya Syafii Ma'arif.  

Ditambahkan oleh Buya Syafii Ma'arif bahwa sesuai bunyi QS Al-Ma'un, orang-orang yang mendustakan agama adalah mereka yang menghardik anak yatim dan enggan menolong atau memberi makan orang miskin. Artinya, siapapun yang suka berbuat kasar kepada anak yatim dan tidak memiliki kepakaan terhadap yang miskin, mereka itulah hakekatnya golongan yang mendustakan agama.

Pada titik inilah, Buya Syafii Ma'arif menegaskan keselarasan ketiga ayat-ayat dalam Al Quran tersebut dengan nilai-nilai Pancasila. Kiranya ummat Islam memiliki landasan syar'iah yang kuat untuk mewujudkan sila "Keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia". Merealisasikan sila ini memang bukan pekerjaan mudah, tentu membutuhkan upaya yang keras dengan cara setiap pribadi harus mampu menjadi teladan bagi yang lain.

Karena itu dengan tegas Buya Syafii Ma'arif meminta agar pemimpin tidak boleh bertopeng-topeng, berpura-pura pintar, pura-pura dermawan tapi korupsi. Pemimpin tidak hanya mengumbar jargon kata "Pancasila" semata tanpa berbuat yang dapat dirasakan oleh masyarakat.

"Kita harus terus berbuat, kita perbaiki mental kita, kita hidupkan hati nurani kita, kita hidupkan budi pekerti kita, kita hidupkan rasa pemihakan kita kepada orang miskin," seru Buya Syafii Ma'arif.

Buya Syafii Ma'arif berharap Indonesia kekal sampai hari kiamat dengan syarat para pemimpin harus memiliki kepekaan. Ia mengajak agar di bulan Ramadan kita semua melakukan introspeksi dengan bertanya dan memeriksa diri kita sendiri, sampai dimana keimanan kita, sampai dimana fungsinya iman kita. Dalam perintah agama diterangkan bahwa "jadikan sholatmu untuk mengingat Allah SWT" dan "sholat mencegah perbuatan keji dan mungkar," sehingga perbuatan yang merusak seperti korupsi, merusak alam karena itu termasuk perbuatan yang mungkar.

Selanjutnya Buya Syafii Ma'arif mengajak kepada seluruh ummat untuk bersama-sama melaksanakan taubat nasional, karena seperti hadits Rasullulah SAW yang berbunyi "kamu hanya bisa ditolong dan dimenangkan oleh bantuan orang-orang duafa yaitu yang lemah diantara kamu." Buya Syafii Ma'arif merujuk hadits tersebut karena jumlah orang-orang lemah jumlahnya sangat besar (di Indonesia). Kategori miskin yang penghasilannya 2 dolar atau 30 ribu rupiah per hari, jumlahnya besar sekali.

Buya Syafii Ma'arif dengan jelas mengungkapkan bahwa praktek ekonomi di negeri ini memang masih menunjukkan kesenjangan yang berakibat pada terjadinya distorsi bahkan amat bertentangan dengan sila kelima. Kesenjangan makin melebar karena praktek ekonomi yang terjadi lebih mengedepankan aspek kapitalistik.

"Keadilan sosial tidak mungkin terealisasi sepanjang praktek kapitalisme merajalela di negeri ini," tegas Buya Syafii Ma'arif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun