Mohon tunggu...
Ariq Fajar Hidayat
Ariq Fajar Hidayat Mohon Tunggu... Freelancer - warga mBantul

Seorang penggemar Emyu yang masih sabar menanti hari kebangkitan

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Fans Manchester United yang Sudah Terlatih "New Normal" Sejak 2013

9 Juni 2020   17:55 Diperbarui: 9 Juni 2020   18:10 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Manchester United era Moyes (Image: John Peters/Getty)

Belakangan ini pembicaraan diramaikan dengan pembahasan tatanan hidup baru atau yang beken disebut new normal. Dalam konsep new normal, mau tidak mau kita harus bisa beradaptasi dengan cara hidup baru yang sangat berbeda dengan sebelumnya. Sebagian orang mungkin akan kesulitan beradaptasi dengan new normal. Namun, tidak semua orang akan kesulitan beradaptasi. Bagi kami, fans Manchester United (MU), itu adalah hal mudah, sebab kami sudah terlatih dengan new normal sejak 2013. Iri bilang bos!

Sebelum tahun 2013, fans MU terbiasa dengan hidup bahagia tanpa hambatan apa pun. Akhir pekan adalah waktu yang selalu kami tunggu dengan antusias. Kala itu, menang dengan defisit tiga gol atau lebih bukanlah sesuatu yang spesial, sebab memang itulah rutinitas kami setiap matchday. Menjadi juara di akhir musim pun bukanlah sesuatu yang spesial, ya memang itulah rutinitas kami setiap akhir musim.

Namun, mulai musim 2013/14 kami harus melatih diri dengan yang dinamakan new normal. Kemenangan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi kami, bahkan kemenangan 6-0 melawan klub League One, Tranmere Rovers beberapa bulan lalu  kami anggap sebagai kejeniusan manajer Ole Gunnar Solskjaer dalam meracik strategi. Juara Community Shield, Carabao Cup, dan Europa League musim 2016/17 juga kami anggap treble seperti tahun 1999.

Sejak 2013 pula kami dibiasakan untuk tidak berekspektasi terlalu tinggi. Saat penunjukkan David Moyes sebagai suksesor Sir Alex Ferguson, dengan yakin kami berekspektasi bahwa Moyes adalah the next Ferguson, hanya karena beliau senegara dengan Sir Alex. Kami pun yakin Moyes akan dengan mudah meneruskan pekerjaan brilian Sir Alex. Hasilnya? Ternyata beliau lebih cocok melatih klub sekelas Persewangi Banyuwangi di Liga 3.

Setelah Moyes dipecat, penggantinya bukan manajer sembarangan, Louis van Gaal, bos! Ekspektasi kami kala itu jelas tinggi, apalagi beliau baru saja membawa Belanda juara tiga pada Piala Dunia 2014, termasuk membantai juara bertahan Spanyol dengan skor 5-1, yang terkenal dengan sundulan Flying Dutchman Robin van Persie. Kolaborasi Van Gaal dan Van Persie di MU jelas sangat menjanjikan. “Manchester United are back,” ujar fans MU kala itu.

Sayangnya, kolaborasi Van Gaal dan Van Persie yang ditunggu-tunggu ternyata tidak berjalan sesuai ekspektasi. Filosofi sepakbola yang diusung Van Gaal justru menghasilkan sepakbola yang membosankan. Seringkali MU mendominasi penguasaan bola hingga 60 persen namun gagal mencetak gol hingga peluit akhir. Manchester United rezim Van Gaal pun hanya menjuarai Piala FA di akhir masa jabatan beliau. Lagi, kami dikalahkan oleh ekspektasi.

Sepeninggal Van Gaal, manajemen menunjuk Jose Mourinho sebagai pengganti. Wuooh, Jose Mourinho, bukan kaleng-kaleng. Bukan hanya itu, Mourinho kemudian mendatangkan pemain sekaliber Paul Pogba dan Zlatan Ibrahimovic ke Old Trafford. Perpaduan yang sangat mengagumkan, bukan? Hashtag #POGBACK menjadi trending topic media sosial saat itu. “Manchester United are back,” ujar fans MU kala itu, lagi.

Musim pertama Mourinho bisa dibilang tidak buruk-buruk amat. Walaupun menempati peringkat enam pada Premier League, namun beliau berhasil membawa pulang trofi Community Shield, Carabao Cup, dan Europa League, yang kemudian kami anggap sebagai mini treble. Saat itu, kami masih menaruh harapan tinggi pada Mourinho.

Musim kedua Mourinho diawali dengan hasil yang cukup menjanjikan. Dari tujuh pertandingan pertama Premier League, hanya satu kali MU gagal meraih poin penuh, yaitu saat imbang 2-2 melawan Stoke City. Yang menakjubkan, empat kemenangan MU kala itu diraih dengan skor 4-0. Lagi-lagi, fans MU yakin bahwa sudah waktunya kami keluar dari Goa Selarong. Yah, walaupun di akhir musim hanya menempati posisi runner-up, namun itu merupakan prestasi tertinggi pasca rezim Sir Alex.

Memasuki musim ketiga, dengan tertib kami kembali memasuki ke Goa Selarong. Kegoblokan Manchester United kembali terulang. Mourinho dipecat bahkan sebelum Boxing Day.

Mourinho dipecat, manajemen menunjuk legenda Ole Gunnar Solskjaer sebagai caretaker. Saat penunjukan Ole, kami belajar satu hal, yaitu tidak berekspektasi tinggi lagi. Namun, belasan kemenangan beruntun yang diraih MU pada awal kepelatihan Ole membuat kami kembali menaruh ekspektasi tinggi, apalagi setelah melakukan epic comeback melawan PSG malam itu. “Manchester United are back,” kali ini diucapkan oleh Rio Ferdinand. Ole kami anggap sebagai Ferguson dari Norwegia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun