Mohon tunggu...
Ari J. Palawi
Ari J. Palawi Mohon Tunggu... Petani Seni dan Akademisi

The Sonic Bridge Between Tradition and Innovation

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Dari Cangkir Kopi ke Global Citizenship: Warkop sebagai Ruang Belajar Alternatif

21 Agustus 2025   20:48 Diperbarui: 21 Agustus 2025   20:50 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika kampus perlu mengalokasikan anggaran miliaran rupiah untuk membangun ruang diskusi lengkap dengan akses internet, pendingin ruangan, serta pencahayaan ideal, maka warkop sudah menyediakannya dengan biaya sosial yang jauh lebih rendah. Mahasiswa cukup memesan secangkir kopi atau teh untuk mendapatkan ruang yang fungsional, dengan fasilitas dasar yang memadai. Model ini bukan hanya mengurangi beban kampus dalam menyediakan semua jenis ruang belajar, tetapi juga menekan biaya pribadi mahasiswa. Akibatnya, akses pendidikan tinggi terasa lebih inklusif dan egaliter.

Lebih dari sekadar efisiensi biaya, warkop menghadirkan apa yang bisa disebut sebagai laboratorium sosial. Di sini, mahasiswa tidak hanya bertemu dengan sesama mahasiswa, melainkan juga dengan masyarakat luas—pedagang, pekerja, jurnalis, hingga aktivis yang menjadikan warkop sebagai basis diskusi. Lingkungan semacam ini memperluas cakrawala belajar. Mahasiswa dilatih memahami keragaman perspektif, mengenali dinamika sosial secara langsung, dan merespons isu nyata yang hadir di sekitarnya. Dalam kerangka global citizenship education yang dibicarakan literatur internasional, pengalaman ini sangat berharga karena menumbuhkan rasa tanggung jawab sosial yang tidak bisa dipelajari hanya dari ruang kelas.

Namun, laboratorium sosial ini hanya akan berfungsi jika dihidupi oleh sikap terbuka dan rasa saling percaya. Keduanya memang sulit ditemukan di tengah kehidupan sosial yang semakin terpolarisasi, baik di tingkat lokal, nasional, maupun global. Justru karena itulah, warkop menjadi arena latihan yang nyata. Mahasiswa belajar mendengar tanpa tergesa menghakimi, menguji argumen dengan jernih, dan menghargai perbedaan tanpa kehilangan integritas akademiknya.

Dengan kata lain, warkop bukan sekadar substitusi murah dari ruang belajar formal, melainkan juga arena pembelajaran yang memperkaya. Ia mengajarkan mahasiswa bagaimana hidup di tengah masyarakat, bagaimana menyaring informasi, bagaimana menguji argumen dalam percakapan sehari-hari, serta bagaimana menumbuhkan sikap kritis dalam situasi non-ideal. Jika dikelola dengan kesadaran produktif, warkop dapat menjadi pelengkap strategis kampus—sebuah ruang belajar yang lentur, hidup, efisien, dan sekaligus menumbuhkan kebajikan sosial yang amat dibutuhkan untuk menghadapi zaman yang kian kompleks.

"Ngarabica" (Tanoh Gayo, 2015)

Dari gambaran warkop sebagai laboratorium sosial, kita bisa melihat bahwa praktik belajar mahasiswa di Aceh tidak berdiri sendiri. Ia terhubung dengan literatur internasional tentang ruang belajar informal, active learning, collaborative learning, komunitas belajar, hingga pembentukan karakter pembelajar global.

Dengan demikian, warkop dapat dibaca sebagai praktik berlapis. Ia berakar kuat pada keseharian lokal, tetapi sekaligus sejalan dengan wacana global tentang demokratisasi ruang belajar. Empiris karena lahir dari aktivitas nyata, teoritis karena sesuai dengan kerangka pembelajaran modern, dan normatif karena menumbuhkan kesadaran sosial yang lebih luas.

Pada akhirnya, warkop bukan hanya tempat minum kopi. Ia adalah ruang kuliah publik yang lentur, terbuka, dan relevan untuk menjawab tantangan lokal, nasional, maupun global.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun