Mohon tunggu...
Ari J. Palawi
Ari J. Palawi Mohon Tunggu... Petani Seni dan Akademisi

The Sonic Bridge Between Tradition and Innovation

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Dari Cangkir Kopi ke Global Citizenship: Warkop sebagai Ruang Belajar Alternatif

21 Agustus 2025   20:48 Diperbarui: 21 Agustus 2025   20:50 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Asap rokok menghadirkan paradoks lain. Qanun Kawasan Tanpa Rokok (KTR) tahun 2020 dirancang untuk melindungi masyarakat, terutama generasi muda, dari paparan asap. Namun lemahnya implementasi membuat banyak warkop tetap dipenuhi kabut rokok. Alih-alih mendukung proses belajar, ruang yang seharusnya sehat itu justru mereproduksi kebiasaan yang bertentangan dengan semangat pendidikan.

Kebisingan juga tidak bisa diabaikan. Penelitian menunjukkan tingkat kebisingan di sejumlah warkop Banda Aceh mencapai 74--83 dB(A), melewati ambang batas aman untuk zona jasa. Kondisi ini jelas mengganggu konsentrasi mahasiswa, apalagi mereka yang tengah merancang gagasan kompleks atau membaca literatur akademik.

Pemerintah Kota merespons dengan kebijakan pembatasan jam operasional, yang mewajibkan warkop tutup pukul 00.00 WIB. Tujuannya menjaga ketertiban umum, karena aktivitas malam yang berlebihan sering kali memicu keramaian tak terkendali. Akan tetapi, kebijakan ini juga memperlihatkan bahwa ruang kuliah publik berbasis warkop bisa kehilangan daya edukatifnya bila tidak dibingkai kesadaran kolektif.

Singkatnya, warkop hanya akan tetap relevan sebagai laboratorium intelektual jika mahasiswa, pengelola, dan pemerintah bersama-sama menegakkan etika belajar serta pola hidup sehat. Tanpa itu, warung kopi sekadar berubah menjadi tempat singgah yang bising dan penuh asap—jauh dari cita-cita sebagai thinking space atau ruang kuliah publik yang bermakna.

Sinkronisasi dengan Literatur Internasional tentang Learning Spaces dan Sikap Belajar

Gagasan warkop sebagai ruang belajar non-formal menemukan pijakan yang kuat dalam literatur internasional. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa ruang informal dapat berfungsi sebagai katalis pembelajaran, bahkan melampaui batas ruang kelas formal. Studi di Bandung, misalnya, menemukan bahwa kafe dapat menjadi informal learning space (ILS) yang efektif. Penelitian tersebut mengidentifikasi enam motif belajar mahasiswa—mulai dari kebutuhan ketenangan, akses internet, hingga interaksi sosial—serta tujuh karakteristik fisik yang mendorong respons kognitif dan afektif positif. Faktor seperti ketersediaan Wi-Fi, pencahayaan yang memadai, dan suasana nyaman terbukti meningkatkan performa belajar.

Temuan itu sejalan dengan riset internasional yang menyoroti pergeseran fungsi ruang informal di kampus—seperti atrium, koridor, dan kafe—menjadi lokasi belajar yang sosial sekaligus katalitik. Desain ruang yang adaptif dan fleksibel memperkuat pengalaman mahasiswa, membangun komunitas belajar, dan mendorong kolaborasi lebih erat. Dengan demikian, ruang informal bukan sekadar pelengkap, melainkan bagian integral dari ekosistem pendidikan tinggi modern.

Preferensi mahasiswa terhadap ruang belajar juga dipengaruhi oleh sejumlah aspek fisik. Studi lintas negara menegaskan bahwa pencahayaan, akses internet, suhu nyaman, fleksibilitas tata ruang, keterbukaan, dan hierarki ruang merupakan faktor penentu produktivitas. Menariknya, hampir semua elemen ini sudah tersedia di warkop Banda Aceh. Artinya, warung kopi sebenarnya memiliki potensi besar untuk berfungsi sebagai ruang belajar alternatif, dengan catatan pengelolaannya diarahkan pada kebermanfaatan akademik dan sosial.

Namun, keberadaan ruang belajar tidak cukup tanpa sikap belajar yang tepat. Literatur internasional menekankan pentingnya active learning, yaitu metode yang menuntut partisipasi aktif mahasiswa. Meta-analisis menunjukkan bahwa pendekatan ini bukan hanya meningkatkan performa akademik, tetapi juga menurunkan angka kegagalan, terutama dalam bidang sains dan teknologi. Dalam konteks warkop, active learning bisa diwujudkan melalui diskusi, presentasi kecil, atau riset lapangan yang dibicarakan secara santai.

Selain itu, collaborative learning menjadi elemen kunci. Diskusi kelompok kecil di ruang informal justru memicu pemahaman lebih dalam, memperkuat retensi, dan menumbuhkan pola belajar berbasis komunitas. Hal ini selaras dengan konsep learning communities, di mana keterlibatan sosial dan akademik saling berkelindan, sehingga mahasiswa merasa memiliki kebersamaan dan keberlanjutan dalam proses belajar.

Lebih jauh, gagasan global citizenship education (GCE) menambahkan dimensi etis. Sikap pembelajar ideal tidak hanya mencakup kemampuan berpikir kritis, tetapi juga keterhubungan sosial, penghargaan terhadap keberagaman, serta tanggung jawab terhadap isu lokal dan global. Bagi mahasiswa di Aceh, diskusi yang berlangsung di warkop bisa menjadi arena refleksi tentang keadilan sosial, demokrasi, atau masa depan kebudayaan. Dengan begitu, warkop berfungsi bukan sekadar sebagai tempat ngopi, tetapi sebagai perpanjangan tangan kampus yang mengasah kapasitas akademik sekaligus menguatkan kesadaran sebagai warga dunia.

Dari Literatur ke Konteks Lokal: Efisiensi dan Laboratorium Sosial

Seluruh temuan dari literatur internasional tadi memperlihatkan bahwa pembelajaran tidak selalu harus berpusat di ruang kelas formal. Ruang informal bisa sama pentingnya, bahkan dalam banyak kasus lebih relevan dengan kebutuhan mahasiswa masa kini. Di sinilah letak kebaruan gagasan warkop sebagai "ruang kuliah publik." Ia menawarkan efisiensi yang sulit disaingi kampus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun