Mohon tunggu...
AI
AI Mohon Tunggu... Penulis

Aku suka membaca, menulis, dan menyanyi. Membaca memberiku banyak perspektif baru, menulis membantuku menuangkan isi pikiran, dan menyanyi adalah impian yang ingin aku kejar. Tapi di balik itu, ada rasa ragu—apakah aku cukup baik? Apakah impianku realistis? Aku sadar bahwa overthinking hanya membuang energi. Aku mulai fokus pada perkembangan diri, belajar dari setiap proses, dan mencoba menikmati perjalanan tanpa terlalu membandingkan diri dengan orang lain. Mungkin kita tidak selalu yakin dengan langkah yang diambil, tapi selama terus bergerak, pasti ada sesuatu yang bisa kita pelajari.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Kenapa Orang yang Berada Itu Terlihat Beda?

5 April 2025   12:41 Diperbarui: 6 April 2025   05:14 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Aku tuh enggak tahu ini cuma perasaanku aja atau emang kenyataannya kayak gitu. Jadi gini, aku kan dari kecil hidup di kampung. Main ya main aja sama siapa pun, enggak peduli dia siapa, rumahnya kayak gimana. Pokoknya asal bisa seru-seruan bareng, ya udah.

Tapi, dari kecil juga aku suka mikir. Kenapa ya, orang-orang yang bisa dibilang "berada"---ya maksudku mereka yang kelihatannya cukup lah, punya ini-itu---kenapa mereka tuh terasa beda? Aku bukan suudzon atau gimana, cuma heran aja.

Dulu di kampungku ada satu rumah yang menurutku termasuk "punya". Tapi mereka tuh kayak menutup diri. Aku juga enggak tahu itu disebut menutup diri atau emang cuma milih main sama orang-orang yang sefrekuensi aja. Tapi rasanya gitu, mereka cuma bergaul sama orang-orang tertentu. Kadang aku mikir, jangan-jangan mereka mikirnya gini: "Ngapain main sama dia, dekil." Padahal anaknya baik-baik aja, enggak sombong juga. Tapi orang tuanya? Aku enggak tahu.

Anehnya, pas ada acara kayak pengajian atau hari besar, mereka ya biasa aja, kayak tetangga normal. Tapi kalau urusan main? Kayaknya enggak banget. Di rumah aja, diem, atau mainnya cuma berdua doang. Aku suka mikir, "Enggak bosen apa, mainnya cuma berdua terus?"

Dan aku inget, waktu kecil, kalau temen-temen kampungku lagi enggak ada dan aku pengin main, kadang yang ada cuma mereka. Tapi ya itu, permainannya tuh beda. Aku jadi malu sendiri. Kayak enggak nyambung gitu. Tapi jujur, pas udah bisa main sama mereka, ya seru juga sih. Cuma tetap ada rasa "bukan di tempatku".

Yang paling aku ingat, mungkin mereka juga ngerasa kesepian. Tapi ya begitu, enggak ngerti harus gimana buat bisa lebih deket.

Baca juga: Keterulangan

Sekarang aku udah gede, dan aku mulai ngerti, makin besar makin wajar kalau kita agak menjauh atau enggak deket-deket banget sama orang-orang. Karena ya mungkin, orang juga punya urusannya masing-masing, udah capek sama hidup, atau cuma pengin sendiri aja.

Tapi waktu masih kecil? Rasanya beda. Harusnya kan masa kecil itu masa bebas main, ketawa, tanpa mikir kamu anak siapa.

Dan aku sendiri? Masih suka mikir sampai sekarang.

Baca juga: Kota tanpa Waktu

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun