Mohon tunggu...
AI
AI Mohon Tunggu... Penulis

Aku suka membaca, menulis, dan menyanyi. Membaca memberiku banyak perspektif baru, menulis membantuku menuangkan isi pikiran, dan menyanyi adalah impian yang ingin aku kejar. Tapi di balik itu, ada rasa ragu—apakah aku cukup baik? Apakah impianku realistis? Aku sadar bahwa overthinking hanya membuang energi. Aku mulai fokus pada perkembangan diri, belajar dari setiap proses, dan mencoba menikmati perjalanan tanpa terlalu membandingkan diri dengan orang lain. Mungkin kita tidak selalu yakin dengan langkah yang diambil, tapi selama terus bergerak, pasti ada sesuatu yang bisa kita pelajari.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Antara Cita-Cita dan Kapalan

4 April 2025   10:26 Diperbarui: 4 April 2025   11:32 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Di antara kita pasti ada aja kegiatan yang bikin males. Nah, salah satunya buat aku itu… POTONG RUMPUT. Kenapa sih harus potong rumput? Kasihan, kan, itu tumbuhan. Mereka juga makhluk hidup, penghasil oksigen lagi! Tapi yaudah, sejak kecil aku udah sering denger, "Ayo cabut rumput!" Awalnya cuma pake tangan. Capek banget! Sampai kapalan, perih, terus aku trauma.

Hari ini, cobaan itu datang lagi. Aku udah ada di rumah dari kemarin, tapi baru hari ini orang tuaku kepikiran buat nyuruh aku potong rumput. Aku mulai curiga, ini beneran karena rumputnya panjang atau cuma strategi supaya aku gak bisa leha-leha di rumah?

Jam tujuh pagi, aku ditugaskan. Awalnya males banget. Ngapain sih? Tapi terus aku mikir, "Kan aku mau sukses. Apa ini bagian dari ujian hidup?" Yaudah, aku pasrah. Bismillah, potong rumput!

Baru mulai, aku udah kena tegur. "Itu bukan potong rumput, itu potong batu!" Lah, gimana sih? Rumputnya emang tertanam di tanah berbatu, bukan salah aku dong!

Tiba-tiba ada nenek-nenek lewat. Aku kira dia bakal support, minimal kasih kata-kata penyemangat. Eh, dia malah nunjukin bagian yang belum dipotong. "Itu belum dipotong tuh!" Aku langsung curiga, ini nenek emang warga sini atau mandor proyek undercover?

Aku terus lanjut potong rumput. Tanahnya berbatu, banyak serangga. Aku mencium aroma yang tidak manusiawi. Oh, ini bukan hanya ujian fisik, tapi juga ujian penciuman. Aku menutup hidung, melanjutkan perjuangan, sampai akhirnya... selesai!

Atau aku kira selesai.

"Bagian luar kamu yang beresin, bagian dalam aku." Orang tuaku ngomong itu dengan wajah damai, seolah-olah aku baru aja dikasih hadiah, bukan kerja rodi.

Aku lanjut lagi, memotong rumput dengan penuh dendam. Kalau rumput bisa ngomong, pasti mereka teriak, "KENAPA KAMI JADI KORBAN?! KAMI CUMA TUMBUHAN TAK BERSALAH!!" Tapi yaudah, hidup memang keras.

Tanganku mulai kapalan, muncul benjolan-benjolan kecil berisi air. Sakit? Gak juga sih. Cuma kalau disentuh, rasanya kayak digigit semut galak.

Akhirnya orang tuaku bilang, "Udah, istirahat aja, besok lanjut lagi."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun