Mohon tunggu...
Arif Riduan
Arif Riduan Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Jalan-jalan Sembari Bakti Sosial di Pegunungan Meratus (Sebuah Catatan Perjalanan)

21 Oktober 2016   18:25 Diperbarui: 21 Oktober 2016   18:41 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Alunan lagu-lagu yang dinyanyikan oleh sahabat-sahabat Pemuda Antar Iman ketika makan siang bersama masyarakat telah selesai masih terniang dalam ingatan. Ketika itu Paula, Basit dan Clara menyanyikan beberapa lagu andalan mereka masing-masing secara bergantian untuk menghibur peserta bakti sosial yang diadakan oleh Lembaga Kajian Keislaman dan Kemasyarakatan ( LK3 ) Banjarmasin di Kampung Balai Bidukun Desa Malinau Kecamatan Loksado Kabupaten Hulu Sungai Selatan.

Nampak ada rasa malu-malu di wajah mereka ketika bernyanyi. Diawali sahabat saya Abdul Basit yang menyanyikan lagu Mungkin Nanti ( Peterpan ) dan lagu Tanah Papua yang sedikit dirubah liriknya, untuk menyesuaikan tempat; karena lagi berada di Loksado bukan di Papua, Basit menyanyikannya bersama sahabat saya Paula. Dengan antusias dan agak sedikit mengolok-ngolok canda Kaka Ariel (sapaan akrab Abdul Basit) para peserta lainnya juga ikut bernyanyi bersama-sama. Lagu berikutnya dinyanyikan oleh sahabat saya Clara, yakni lagu dari Kerispatih yang berjudul Demi Cinta. Walaupun Clara bilang ‘terpaksa bernyanyi’ namun penampilannya cukup menghibur para peserta serta para warga yang menontonnya di pelataran rumah dari kejauhan.

            Masyarakat Kampung Balai Bidukun begitu antusias menyambut kami-perserta Bakti Sosial dengan keramahan mereka. Kami yang terdiri dari Pemuda-pemudi dari berbagai Organisasi Kemahasiswaan, baik itu PMII, HMI, GMKI, PMKRI, KMHDI dan organisasi kepemudaan dan kemahasiswaan lainnya termasuk perwakilan dari BEM STAI Darul Ulum Kandangan terkesima melihat keramahan Masyarakat Dayak Meratus ini. Masyarakat tak segan-segan menyapa kami terlebih dahulu dan tak segan-segan berbagi cerita kepada kami.

            Sebelumnya, sekitar 30 orang peserta berangkat dari Banjarmasin mengunakan bus yang difasilitasi oleh panitia  dari LK3. Setelah berada di Daerah Kabupaten Tapin kami mampir sejenak untuk beristirahat dan makan siang. Mulai di sana kebersamaan peserta terlihat, ketika duduk bersama di tanah tanpa alas, makan bersama-sama serta gelak tawa dan canda seakan-akan menjadi hiburan tersendiri ketika kami berada di bawah pohon-pohon karet kali ini. Pejalananpun kami lanjutkan setelah makan siang selesai. Saat menuju Loksado sahabat-sahabat dari STAI Darul Ulum Kandangan yang juga menjadi peserta Bakti Sosial LK3 menyambangi bus yang kami tumpangi. Ada sekitar 15 orang; mereka yang mengunakan sepeda motor ikut membantu dengan membonceng sahabat-sahabat peserta yang mulai mual berada dalam bus untuk menuju Desa Malinau.

            Setelah sampai di Desa Malinau, kami harus berganti tumpangan dari bus ke mobil bak terbuka jenis pick up karena medan yang sangat terjal dan tak memungkinkan untuk bus melewatinya. Dengan bersesakan, bukan hanya sesak dengan sesama peserta akan tetapi juga bersesakan dengan barang bawaan kami yang  segunung, terlebih lagi barang bawaanya peserta perempuan “ sudah seperti mau pindahan rumah” semua barang dibawaoleh mereka, termasuk make up. Kebersamaan yang diiringi canda dan tawa yang terdengar lucu serta menghibur di sepanjang perjalan yang seakan-akan seperti terombang-ambing gelombang lautan ditengah badai.

            Rasa penatpun mulai hilang saat kami tiba di Kampung Balai Bidukun. Suasana perkampungan yang jauh dari hiruk-pikuk kota serta senyuman masyarakat yang menyambut kami dengan ramah. Pijakan kaki pertama di Kampung Balai Bidukun kami awali dengan sesuatu yang sakral, yang tak boleh untuk ditiadakan, yakni berfoto. Wajah-wajah yang kusam, rambut-rambut yang berantakan serta mata-mata yang sayup mulai pasang gaya; yang menurut mereka adalah gaya berfoto terbaik didiri mereka. Yang awalnya malu untuk berkenalan di bus mulai berkenalan, yang awalnya malu untuk bilang ingin buang air besar mulai mencari toilet, tak terkecuali yang awalnya malu buang kentut mulai mencari korban untuk dikentuti.

            Senja tiba perut mulai menunjukan tanda-tanda harus ada sesuatu yang mesti dimakan. Fadli dan sahabat-sahabat yang lain menuju kebun milik warga untuk meminta ubi kayu yang ada dikebun. Sedangkan sahabat-sahabat yang lainnya menyiapkan api serta peralatan memasak dari warga sekitar Langgar Darul Hijrah tempat kami beristirahat. Fadli dan yang lainnya pun kembali dengan membawa beberapa bongkah ubi kayu yang diambildari kebun milik masyarakat. Ubi kayu dibersihkan, perapian dinyalakan dan semua peratan telah siap pakai. Tak lama menunggu ubi kayu goreng pun siap disantap dengan bumbu khas tradisional-modern (yang saya maksud ialah royko rasa ayam).

            Sekitar jam 8 malam, Balai adat Bidukun mulai disambangi para sahabat peserta bakti sosial dan juga kepala adat, tokoh-tokoh adat, pemuda-pemudi, anak-anak serta masyarakat Dayak Kampung Balai Bidukun juga berkumpul di balai tersebut. Pertemuan antar lapisan masyarakat Dayak Kampung Balai Bidukun dan peserta bakti sosial bukan hanya sekedar silaturrahmi dari agenda LK3 selaku panitia pelaksana bakti sosial, namun juga diisi dengan sosialisasi pelayanan publik dari Ombudsman perwakilan Kalimantan Selatan yang mencoba mendengarkan aspirasi serta pengaduan masyarakat tentang pelayanan publik di kampung maupun pelayanan desa mereka, yakni Kampung Balai Bidukun Desa Malinau.

Dari perbincangan, maka terkemukalah masalah yang selama ini dialami oleh masyarakat, yakni akses jalan menuju perkampungan mereka yang sangat rusak, namun untuk pengajuan proposal atau permintaan bantuan kepada pemerintah selalutidak  direspon dan tidak ditangani. Pada malam itu pula, peserta baksos laki-laki juga berbagi cerita dan pengalaman kepada pemuda Kampung Bidukun. Begitu pula halnya peserta perempuan, yang berbagi cerita serta pengalaman mereka kepada pemudi Kampung Balai Bidukun.

            Banyak yang kami dapatkan, yang selama ini kami sama sekali tak mengetahuinya. Seperti halnya pemuda-pemudi yang tidak besekolah lantaran minder dan tak percaya diri untuk bersekolah di luar kampung mereka. Mereka merasa anak dari kampung dan sering diejek ketika bersekolah di Kota. Apalagi untuk masalah kepercayaan ( agama ) yang mereka anut “ Kaharingan” sangat dipermasalahkan ketika mereka duduk dibangku sekolah. Begitu pula ketika mereka beranjak keperguruan tinggi, mereka disuruh memilih salah satu agama yang diakui oleh Negara dan menanggalkan kepercayaan yang mereka anut.

            Hati seakan iris mendengar semua berita yang sama sekali tak pernah ku dengar. Padahal kepercayaan yang mereka anut ini sudah ada sebelum Indonesia yang kita cintai ini terwujud dan didalam beragama itu sama sekali tidak ada kata paksaan kepada penganutnya. Memilih kepercayaan pada hakikatnya ialah Hak Asasi Manusia dan tugasnegaralah yang menjaga keseimbangan dan perdamaian serta tugas para tokoh agama-agamalah yang membentuk diri pribadi kaumnya untuk memiliki jiwa toleransi beragama. Cukuplah aku pejamkan mata yang mulai mengantuk disuasana dingin malam itu dan apa yang ku dengarkan malam itu, ku sampaikan kepada Tuhan melalui doa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun