Mohon tunggu...
Arif Rahman
Arif Rahman Mohon Tunggu... Wiraswasta - instagram : @studywithariffamily

Bekerja untuk program Educational Life. Penelitian saya selama beberapa tahun terakhir berpusat pada teknologi dan bisnis skala kecil. Creator Inc (Bentang Pustaka) dan Make Your Story Matter (Gramedia Pustaka) adalah buku yang mengupas soal marketing dan karir di era sekarang.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Mengelabui Demokrasi lewat Algoritma Media Sosial

11 Januari 2019   11:41 Diperbarui: 11 Januari 2019   13:00 628
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Para pengguna Facebook misalnya, memiliki banyak teman mulai dari teman semasa sekolah ketika SD sampai kuliah, plus teman kantor dan tetangga, semua berteman karena salaing kenal, atau pernah kenal. 

Namun kemudian, satu teman menunjukkan minatnya (dukungan) pada paslon 01 misalnya, bagi mereka pendukung paslon 02, tidak akan memberikan 'like' pada postingan yang mendukung paslon 01. 

Sebaliknya, akan 'like' pada postingan yang mendukung paslon 02. Maka nantinya yang terjadi, laman Facebook hanya akan diisi oleh info dan berita hasil postingan dari teman-teman yang hanya mendukung paslon no 02 saja.

Bahkan ada yang secara ekstrem meng 'unfriend'  atau 'unfollow' teman yang tidak sejalan paham politiknya, maka praktis, timeline hanya akan diisi dengan informasi satu arah. 

Dan ketika ini diakumulasi terus-terusan, maka pemilih bak memakai kaca mata kuda, bahwa paslon yang ia jagoklan, sudah pasti benar, sudah pasti layak di dukung layaknya dewa, sementara lawannya, adalah musuh bebuyutan yang harus dikalahkan.  

Padahal, tiap paslon, suka atau tidak, punya kelemahan dan kelebihan masing-masing, yang secara obyektif tidak bisa dilihat oleh para pemilih, karena sudah menggunakan kacamata kuda berkat algoritma sosial media. 

Belum lagi dengan media 'mainstream' yang latah bermanuver, 3 stasiun televisi kerap mendapat peringatan dari KPI karena tak berimbang dalam penyajian berita.

Dalam jangka panjang, dengan dogma dari sumber-sumber berita yang hanya berorientasi secara tajam pada salah satu Paslon, maka secara tajam pula menciptakan friksi di masyarakat.

Sudah waktunya kita semua belajar dan membuka diri, menerima masukan dan program kerja dari semua Paslon dengan pandangan terbuka, sehingga logika dan nalar bisa mengolahnya menjadi input yang membuat kita memilih sesuai dengan ketetapan hati. 

Cara paling mudah, dengan menjadikan debat capres sebagai tolak ukurnya, karena darisinilah kita secara langsung dan transparan bisa melihat, kualitas calon pemimpin kita kedepannya. 

Rasanya 5 kali pertemuan saat debat, bisa menjadi referensi fair jika mau memilih dengan obyektif tanpa influence yang bias terutama dari media yang memiliki tendensi tertentu apalagi sosial media. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun