Gerimis Tanpa Angin, Bungur, dan Ilmu dalam Dada
Orang pasti mengira jika tak ada angin,
Hujan gerimis akan akan bertahan sangat lama
Seperti ketika kita menduga,
Bahwa dari mulut manis
Banyak pujian mengalir kepadanya
Apalagi jika sudah berkata
Dalam petuah merasa serba bisa
Serba tahu
Dan mengaku aku
Ilmu baginya adalah teko
Yang keluar dan gelas yang siap menanai
Apa saja
Dalam kepalanya adalah segala yang benar
Segala yang datang tanpa ikhtiar
Kadang lupa dalam pengertiannya
Ilmu bersarang dalam dada
Dikira apa yang meluncur dari lidah
Itulah tabiat keilmuan
Padahal salah besar
Seperti pohon bungur, hanya berbunga jika waktunya tiba
Daunnya rimbun dan lebat
Sebagian orang suka berteduh di bawahnya
Saat terik membakar kepalanya
Saat kering sebagian isi hatinya
Kealpaan tentang buah adalah hasil dari pertumbuhan dan perkembangan
Manis dinikmati
Dengan mulut dikecap
Kenyang lalu menambah tenanga
Jika hanya bunga, adalah mata menikmati
Kedipan datang dan pergi
Bunga kemudian jatuh
Tak mengenyangkan sama sekali
Keberhasilannya, menceritakan kembali
Itulah kebanggaannya
Tak ada manfaat yang dipetik
Ia lupa hanya buah bungur kebanggaannya
Padahal singkong tanpa bunga
Mampu jadi makanan pokok
Mengenyangkan dan banyak olahan
Kemanfaatannya
Baginya tak terlihat, tak pernah menyimak
Seperti hujan gerimis yang tak ada angin bertiup
Lalu buah bungur berbunga, kadang-kadang
Kita hanya diminta berpikir
Membandingkan,
Singkok atau bungur,
Yang mengenyangkan?
Perdebatan itulah waktu selesai dihabiskan
Kejadian berulang
Dan terus berulang
Sementara telinga pendengar hapal
Sebagian menjadi air liur membasahi lidahnya
Bercerita hal yang sama
Hanya itulah yang ia bisa