Mohon tunggu...
Bledhek
Bledhek Mohon Tunggu... ____________

Pengkhayal LEPAS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Gelandangan Dan Penghuni Kolong Jembatan

7 Januari 2021   21:55 Diperbarui: 7 Januari 2021   22:28 1263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis Tempo.co Kemendes Sebut Ketimpangan Bukan Hanya Urusan Pusat Saja - Bisnis ...


Sebagian dari kita ada yang alergi ketika ngobrol soal kesedihan, apalagi tentang kesulitan. Terutama kesulitan finansial.

"Hidup kita sudah susah, Bang. Jangan ditambah dengan kesusahan orang lain."

Ada juga yang berkata, "Ngapain juga repot-repot ngobrolin penderitaan orang lain. Dengan obrolan tak akan menyelesaikan masalah mereka."

Satu lagi begini, "Tak usah banyak cakap. Jika mau bantu, jika tak mau tutup mata saja. Toh urusan kita masih banyak."

Entah yang benar yang mana di antara ucapan orang di atas. Masing-masing tentu saja memiliki alasan yang menurut mereka kuat dan merasa benar. Wajar kok. Tak usah diperdebatkan.

Mengetahui bagaimana kehidupan mereka tentu tak akan dapat merasuk dan memberikan rasa mana kala kita tidak pernah berdekatan dengan mereka. Kalau hanya melihat dari jauh, seperti melihat kulit durian. Durinya tajam dan siap melukai jika salah pegang.

Kebetulan ketika saya masih tinggal di Banjarmasin. Tentu saja banjarmasin bukanlah kota besar. Gelandangan dan penghuni bawah jembatan tak sebanyak yang ada di kota besar, seperti Jabodetabek.

Kalau di Banjarmasin, yang namanya jembatan ya di bawahnya air sungai. Beda dengan kota di atss. Di bawah jembatan banyak mobil dan parkiran. Tidak bisa kita samakan. Namun, penghuninya memiliki kemiripan, sama-sama penghuni kolong jembatan.

Biar pun Banjarmasin termasuk kota seribu sungai namun, jembatan penghubungnya tidak banyak banget juga. Apalagi penghuni kolong jembatan. Hanya beberapa jembatan yang memang benar-benar di bawahnya ada papan yang di susun-susun untuk lantai, serta dinding sebagian terbuat dari kardus bekas atau palstik terpal.

Sebenarnya mereka tak asli tinggal di sana. Kadang kolong jembatan hanya dijadikan tempat buat ngaso ketika hujan dan dingin malam begitu mencekam.

Rata-rata pekerjaan mereka adalah pencari palstik dan kardus bekas. Jadi bisa dipastikan begitu toko dan pasar mulai tutup mulailah mereka bergrilya.

Dahulu berapa puluh tahun yang lalu, ketika pelaratan masjid belum di pagar tinggi dan pintu gerbangnya digembok, sebagian mereka ada yang ngaso sebentar untuk berlelap melepaskan lelah di sana. Paling hanya beberapa jam saja. Setelahnya menjelang pagi mereka bergrilya lagi.

Kalau yang kita maksud gelandan di sini adalah siapa saja yang tidak memiliki tempat tinggal sebenarnya mereka memiliki tempat tinggal di kampung halaman mereka. Nyatanya ketika mudik lebaran. Banyak di antara mereka yang pulang kampung.

Saya dahulu sering mancing di sungai pada malam hari dan kebetulan spot yang banyak ikanya adalah wilayah di bawah jembatan. Katanya ikan akan banyak berdiam di bawah jembatan karena di dasarnya banyak kayu dan besi tenggelam di dasar sebagai penopang jembatan. Ikan bertelun dan mencari makan di sana.

Sehingga saya bisa melihat lebih dekat kehidupan mereka. Sebenarnya tak semenderita yang kita kira. Banyak canda dan tawa serta kelakar yang keluar dari mereka pada saat berkumpul sesama mereka.

Kadang soal berkejar-kejaran dengan satpol pp, patugas pasar, pemilik toko dan lain-lain. Kejadian yang begitu membuat hati kita miris pun mampu mereka olah menjadi bahan gurauan. Beberapa saat menjelang tidur mereka sempat becengkerama dan bergembira.

Sekarang bandingkan dengan kita, yang katanya hidup berkecukupan, hidup mewah bahkan sempatkan sedikit meluangkan waktu untuk bercanda bersama keluarga. Bergembira sebelum menutup malam dengan gelak tawa? Disadari atau tidak, hanya sebagian kecil yang melakukan itu.

Kesibukan dan beban kerja soang hari telah membuat jenuh dan lelah perasaan dan pikiran. Sehingga rumah megah hanya jadi tempat untuk memejamkan mata. Tak sedikit yang sebelum memasuki kamar hangat dan terang dengan wajah sangar dan bermusuhan. Apa pun sebannya, nyatanya terjadi dan terjadi lagi.

Meskipun banyak juga yang akhir malam sebelum menjelang tidur anggota keluarga berkumpul kemudian bercerita dan sesekali ada gelak tawa yang mengiringinya

Bagi gelandangan dan penghuni kolong jembatan, penampilan bukanlah segalanya. Memang tak layak jika mereka tampil mewah. Yang penting hidup harus dilalui dan dijalani dengan berjiang bertahan dan berusaha semaksimal mungkin.

Urusan nanti anak keturunannya bagiamana? Barangkali dalam hati kecil mereka juga terbersit bahwa jangan sampai nasib yang mereka alami menimpa anak keturunan mereka. Tapi ya mau bagaimana lagi. Kenyataannya hidup memang susah.

Ada sih beberapa kolong jembatan yang digunakan untuk transaksi "mencuci botol". Begitu istilah mereka, prostitusilah bahasa kerennya. Pelakunya ya pelakunya di antara mereka.

Di tempat ini mereka tak mengenal batas usia. Pokok ada cew, ada lakinya jadi. Mau tua, mau muda, perawan kencur, jago kencur. Jalan saja. Yang penting hasrat tersalurkan, selesai! Dari kelakukan mereka inilah kadang membuat repot penghuni kolong jembatan dan gelandangan lainnya.

Begitu ada informasi tentang esek-esek di tempat itu, petugas PP datang kemudian mengobrak-abrik tempat itu. Walau ntar malamnya mereka perbaiki lagi. Sia-sia juga akhirmya.

Secara logika memang apa yang mereka lakukan ada baiknya. Walau tetap salah ya! Bayangkan jika jika napsu birahinya tidak terselur pasti akan lebih berbahaya lagi. Bisa saja akhirnya mereka menculik orang kemudian ramai-ramai memperkosanya. Atau tindak kejahatan lainnya.

Jauh di dasar nurani kita terdalam tentu ada rasa kasihan. Tapi perjalanan hidup tiap orang tidak sama. Ada yang jalannya lurus-lurus saja. Ada yang berliku-liku hingga jalan pulang. Ada juga yang dengan kemegahan dan kekuasaannya melakukan angkara murka.

Suatu ketika akan berakhir dengan cara yang sama. Kematian akan datang menjemput siapa saja yang bernyawa. Tak bisa dimajukan atau dimundurkan barang sedetik. Dan tak secuil barang pun barang atau kekasih tercinta pun yang akan mengiringi, baik gelandangan dan penghuni kolong jembatan, maupun mereka yang dikelilingi dengan kemegahan dan limpahan cinta dan kasih sayang.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun