Mohon tunggu...
Arif Minardi
Arif Minardi Mohon Tunggu... Insinyur - Aktivis Serikat Pekerja, Ketua Umum FSP LEM SPSI, Sekjen KSPSI, Anggota LKS Tripartit Nasional

Berdoa dan Berjuang Bersama Kaum Buruh

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Hardiknas yang Mencerahkan Literasi Tenaga Kerja dan Hubungan Industrial

2 Mei 2024   09:16 Diperbarui: 3 Mei 2024   04:37 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Para pekerja di proyek jaringan fiber optik yang membutuhkan pendidikan lanjutan (sumber: KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN)

Meskipun pihak serikat pekerja pada saat ini sedang melakukan perlawanan sengit menentang Perppu Cipta kerja, namun hubungan keseharian dengan perusahaan tetap terbina. Justru Lembaga Kerja Sama Bipartit perlu terus dikembangkan.

Lembaga kerja sama (LKS) Bipartit dan Tripartit mesti bisa menjadi representasi hubungan industrial yang ideal untuk mengatasi masalah terkini yang semakin kompleks. LKS Bipartit sebagaimana diatur dalam Pasal 106 UU No. 13 Tahun 2003 adalah sebagai forum komunikasi dan konsultasi mengenai hal-hal ketenagakerjaan di perusahaan.

Dibutuhkan platform yang tepat agar LKS bisa berkembang dan mampu melakukan progess yang baik pada sisi kepentingan pengusaha maupun pekerja. Dengan platform yang tepat kondisi rivalitas tajam yang saling berhadap-hadapan dalam bipartit maupun tripartit selama ini diharapkan bisa berubah ke arah peningkatan produktivitas, kualitas kerja, kompetensi dan daya saing pekerja.

Ilustrasi pemanfaatan robot pada sistem produksi sektor manufaktur pada era industri 4.0.(sumber : iStock/Kinwun via KOMPAS.com)
Ilustrasi pemanfaatan robot pada sistem produksi sektor manufaktur pada era industri 4.0.(sumber : iStock/Kinwun via KOMPAS.com)

Gelombang disrupsi inovasi dan ancaman resesi terus mengancam seisi dunia. Persaingan global dan regional juga semakin sengit. Bahkan kebijakan pembangunan di negeri ini semakin banyak yang merugikan dunia usaha yang selama ini telah banyak menyerap dan mengembangkan kompetensi tenaga kerja.

Seperti misalnya kebijakan impor kendaraan listrik (Electric Vehicles/EV) yang tergesa-gesa sehingga merugikan ketenagakerjaan sektor kendaraan bermotor dengan teknologi pembakaran dalam (internal combustion engine/ICE).


Adapun dalam peta jalan Kemenperin, disebutkan pada 2025 total mobil listrik di Indonesia akan mencapai 400.000 unit atau 25 persen dari total produksi kendaraan bermotor roda empat yang akan mencapai 1,6 juta unit.

Sedangkan pada tahun 2035, kendaraan listrik roda empat ditargetkan mampu memasuki total produksi 1 juta unit dan 3,22 juta untuk roda dua. Artinya, presentasi total mobil listrik akan terus meningkat bila dibandingkan dengan jumlah kendaraan ICE.

Kebijakan pemerintah yang menyiapkan skema subsidi Rp 80 juta untuk pembelian mobil listrik baru dan Rp 40 juta untuk mobil hybrid sangat kontroversial dan mengusik keadilan publik. Subsidi untuk pembelian motor listrik baru disiapkan sebesar Rp 8 juta dan motor konversi bakal mendapatkan subsidi Rp 5 juta.

Menurut data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), sepanjang Januari-September 2022 volume penjualan wholesale mobil listrik jenis battery electric vehicle (BEV) di pasar domestik sudah mencapai 3.801 unit.

 Masih ada sederet kebijakan yang merugikan industri nasional, seperti yang pernah dikeluhkan Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) bahwa kehadiran pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap dipersulit oleh pihak PT PLN karena dinilai menjadi ancaman bagi keberlangsungan bisnis PLN yang saat ini sedang mengalami kelebihan pasokan listrik yang sangat besar. Sangat ironis, jika perusahaan setrum pelat merah itu mempersulit pelanggan industri yang ingin memasang pembangkit listrik energi baru terbarukan (EBT) itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun