"Pengabdian sosial? Ah, tidak ada yang bisa diharapkan dari sekumpulan orang yang lebih banyak menghabiskan waktunya untuk bersenang senang alih alih pergi bersosial bersama masyarakat. Kesenangan dan banyaknya macam hiburan justru membuat mereka seperti macan ompong yang tidak berani menyuarakan pendapat. Tidak berani membantu mereka yang secara struktur selalu kalah dan ditindas regulasi"
"Mahasiswa sekarang. Bukannya nantinya menjadi solusi atasi permasalahan sosial masyarakat tetapi justru jadi bagian dari masalah itu sendiri"
Kata-katanya meluncur deras, tegas, dan meyakinkan. Masih hanya suara tetasan hujan dan kendaraan yang menyahut semua argumentasinya. Diambilnya nasi satu bungkus lagi. Diambil pula satu telur puyuh, sate ati, dan gorengan sebagai lauknya.
"Mas Titok", Seorang pemuda lain menyapa Sang Pemuda dari belakang.
Ada raut muka kegugupan dari seorang yang sedari tadi berbicara dengan sangat meyakinkan.
"Mas Titok, makalah dan power point untuk presentasi kuliah besok sudah kami buat semua. Kalau Mas Titok gak keberatan, Mas Titok yang besok presentasi. Kalau Mas Titok keberatan, Kami yang presentasi tidak masalah. Yang penting Mas Titok datang. Sudah tiga kali kelompok kita dicancel presentasinya hanya karena Mas Titok gak datang di perkuliahan. Dosen ingin kita semua datang di presentasi Mas"
Tidak sepatah katapun Tito ucapkan kepada Pemuda yang baru datang.
Ditinggalkan nasi dan lauk yang barusan diambil.
"Pak seperti biasa, semua dihitung dulu. Besok baru aku bayar"
Entah kenapa dingin malam itu terasa menjadi sangat menusuk tulang. Â Â Â Â