Mohon tunggu...
Arif Maulana
Arif Maulana Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis

Melihat Dari Bawah

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sebuah Kota Tanpa Pembaca

20 November 2021   17:02 Diperbarui: 20 November 2021   17:04 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Harun, seorang pria yang selalu menemani senyapnya malam didalam toko buku miliknya pada sebuah kota kecil, sebuah kota yang tumbuh tanpa selera membaca, tanpa pernah haus akan dahaga ilmu dan pengetahuan.

Harun selalu menutup toko bukunya lebih dari jam dua belas malam, bahkan tidak jarang harus membuka toko bukunya selama 24 jam.

Sesuatu yang sangat menyedihkan melihat anak muda menunggu seorang pembeli buku seharian penuh, atau bahkan hanya sekedar berkunjung melihat-lihat buku pada sebuah kota yang mati naluri terhadap budaya membaca.

Selama itu harun terus duduk dan melahap buku-buku yang tersaji di sana, sesekali harus menulis dan menyaksikan orang-orang berlewatan dijlanan tepat di depan toko buku milik harun.

Pada sebuah malam, seorang teman berkunjung ke toko buku harun, tepat pukul 11 malam, setelah pulang dari kantornya yang berada di kota yang berbeda.

Biasanya, Rasyid teman harun memang selalu menyempatkan waktu untuk berkunjung, walau tidak setiap hari. Rasyid senang berbicara dengan Harun, terkadang Rasyid juga jenuh dengan situasi informasi yang sangat deras masuk melalui media sosial. Rasyid selalu tidak ingin mengkonsumsi berita apapun sebelum mencernanya terlebih dahulu, dan salah satu pencernaan informasi bagi Rasyid adalah selalu berdiskusi dengan temannya Harun. Mereka selalu membiarkan kesunyian malam menjadi wadah berfikir dan menelaah berita, membiarkan satu penjelasan saling bertukar dan bertransaksi pemikiran, tak jarang mereka selalu larut pada waktu dan membunuh malam hingga terbit pagi.

Pembicaraan dengan teman yang memiliki wawasan luas adalah santapan yang tak memiliki batas kenyang, sebab selalu ada ruang kosong yang harus di isi dari organ tubuh yang menampung nutrisi pemikiran. Harun dan Rasyid selalu membicarakan banyak hal, dari kondisi sosial, kebudayaan, hukum, politik, olahraga, dan tentu banyak yang lainya.

Namun kali ini sangat berbeda, setelah datang dan duduk bersama, Rasyid memulai dengat pertanyaan tak seperti biasa, Rasyid memulai dengan pertanyaan yang membuka semua tujuan harun membuka toko buku di sebuah kota kecil yang juga kecil minta membacanya.

"Harun, aku selalu ingin menanyakan ini, tentang mengapa kau membuka toko buku di kota ini, padahal tanpa di survei pun mengenai minat bacanya, kota ini terlihat jelas sangat kumuh terhadap kebudayaan membaca. Jangankan toko buku, perpustakaan daerahnya saja hampir menjadi sebuah artefak peninggalan sejarah sebab tak berfungsi lagi, kenapa Harun?

"aku ingin selalu menjadi pembeda dari peradaban, kota ini punya harapan untuk tumbuh dan menjadi cerdas, kota yang melahirkan banyak kesadaran akan pendidikan ideal, yaitu pendidikan dengan inisiatif untuk mencari ilmu, untuk mendatangi ilmu sebagai mana yang dikatakan Imam Malik, bahwa ilmu harus lah didatangi, jangan berharap ilmu yang mendatangi.

Tapi Harun, ini peradaban modern, manusia lebih membutuhkan kehidupan modern, kebudayaan atau pesan Imam Malik itu sudah jauh meninggalkan kita sebagai sebuah masyarakat, pesan-pesan demikian tidak dianggap penting sebab tidak ada keuntungan istan disana. lagi pula, menerapkan prinsip yang demikian tidak lah mudah dengan hanya membuka toko buku, kesadaran hanya akan muncul dengan mengetuk satu persatu pintu hati manusia, apa kau sanggup?

Aku tak sanggup, aku hanya sanggup menunggu mereka yang terketuk hati nya sebab lamanya toko buku ini di buka selama Hampir 24 jam, lihat Rasyid orang-orang keluar ditengah malam hanya karena lapar perutnya, manusia hanya belum sadar selama ini mereka telah kelaparan fikirannya, sebab jika kesadaran itu ada, maka mereka akan mencari di mana tempat yang membuka sebuah penyajian konsumsi untuk mengenyangkan fikiran mereka, laparnya fikiran tentu karena kosongnya pengetahuan dari kepala.
Seperti yang kau lakukan ini, dari luar kota, tengah malam, datang untuk berdiskusikan.

Idealisme itu sama saja dengan menggantung kepala mu sendiri Harun. ..

Aku sedang mengkritik peradaban, peradaban modern yang melahirkan segelintir manusia pintar dengan mengorbankan sebuah bangsa, lihat mereka yang membuat kecanggihan dalam dunia informasi, memaksa masyarakat mengkonsumsi subuah budaya baru dalam mencari ilmu, membentuk peradaban dengan menindas kesadaran manusia akan pentingnya membaca, lihat bagaimana manusia merasa tidak butuh buku sebab sudah memiliki android dan akses mudah dalam menemukan jawaban dari jaringan internet, aku sedang mengkritik itu.
Sebab bagi ku, prilaku manusia tidak dapat lagi di kritik, mereka punya kebebasan dan kehendak, namun pradaban perlu di kritik sebab walau masyarakatnya tak menyadari tapi kita meninggalkan satu pristiwa hidup, bahwa kita sedang tidak bersepakat akan kemunduran dalam lingkup kemodernan cara manusia menemukan pengetahuan dengan secara instan. Itu adalah peninggalan kita, kita sedang berdebat dengan pradaban modern Rasyid, dan toko buku ini adalah perdebatan ku dengan kebudayaan serta peradaban ini.

Malam itu terputus dengan keheningan, Rasyid merasa tak perlu menyambung perdebatan, sebab baginya mengritik peradaban adalah ide yang sunyi, Rasyid menyadari betul, bahwa orang-orang tidak peka akan kemunduran sistem pengetahuan, namun Harun mampu menyajikan kritikan keras tanpa menyinggung kebiasaan manusia, kritikan yang dia tujukan kepada peradaban dan kebudayaan ilmu pengetahuan. Membuka toko buku selama 24 jam di sebuah kota mati akan minat membaca adalah kritik yang paling tajam, semua orang yang ada di kota ini harus menyadari bunyi kritikan ini, dalam hati Rasyid berbisik sendiri.

Bersambung...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun