Mohon tunggu...
Arif L Hakim
Arif L Hakim Mohon Tunggu... Konsultan - digital media dan manusia

digital media dan manusia

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Traveler Tak Perlu Cemaskan Penghapusan Tiket Pesawat Murah

14 Januari 2015   19:31 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:09 544
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_346234" align="aligncenter" width="640" caption="Sebuah pesawat low cost carrier yang sedang melintas (dok. pribadi)"][/caption] Sudah menjadi  rahasia umum bahwa sebagian traveler cenderung mencari sederet keperluan saat traveling dengan harga murah. Tak terkecuali urusan transportasi, yang biasanya menjadi komponen pengeluaran dan pertimbangan yang penting saat traveling. Baru-baru ini, setelah Kemenhub mewacanakan untuk menghapus tiket pesawat murah atau yang dikenal dengan low cost carrier, timbul kegelisahan bagi sebagian traveler karena selain pilihan moda transportasi semakin sedikit, aktivitas traveling ke tempat-tempat yang indah di berbagai penjuru negeripun dikhawatirkan akan berkurang. Terlepas dari pro-kontra tentang kebijakan ini, Kemenhub sudah hampir dipastikan akan menetapkan dan memberlakukan penghapusan tiket pesawat dengan harga murah. Kebijakan ini diindikasikan cukup berdampak bagi penurunan intensitas traveling menggunakan pesawat. Lalu bagaimana kita mengakali agar aktivitas traveling tetap lancar terkait kebijakan tersebut? Yang utama adalah pertanyakan kembali apa tujuan traveling yang akan dilakukan. Jika tujuan traveling untuk melepas kejenuhan dan keluar dari rutinitas, sebenarnya traveler tak harus pergi jauh-jauh. Coba amati lingkungan sekitar, sudahkah semua obyek wisata di sekitar kita telah dikunjungi? Masih adakah tempat eksotis yang mendamaikan pikiran tapi belum ter-expose atau bahkan terkelola dengan baik? Mungkin ini menjadi peluang bagi kita untuk lebih teliti dengan daerah yang kita tinggali dan kesempatan untuk mempromosikan bahkan mengkritisi tempat wisata di sekitar kita. Berikutnya, traveler sebenarnya tak perlu terlalu mendewakan lokasi dengan landscape mempesona yang biasanya berada di daerah-daerah yang jangkauannya relatif jauh. Traveler bisa memaksimalkan ‘perjalanan sosial’ atau socio-traveling. Untuk melakukan aktivitas ini, traveler dapat berkunjung ke fasilitas publik yang relatif mudah dijumpai. Dapatkan berbagai sudut pandang tentang kehidupan dan kondisi sosial di pasar, terminal, pelabuhan, alun-alun, atau bahkan di tepi jalan. Bercengkeramalah dengan masyarakat sesuai aktivitas yang dilakukan mereka. Bisa jadi tempat-tempat tersebut kita lewati setiap hari, tapi mungkin ada orang-orang menarik yang bisa kita amati lebih rinci dan punya sisi menarik jika kita datangi. [caption id="attachment_346238" align="aligncenter" width="640" caption="Mengamati penjual sate keliling di Alun-alun Utara Jogja (dok. pribadi)"]

1421213201599921386
1421213201599921386
[/caption] [caption id="" align="aligncenter" width="640" caption="Berinteraksi dengan ibu-ibu di pasar (dok. pribadi)"]
Berinteraksi dengan ibu-ibu di pasar (dok. pribadi)
Berinteraksi dengan ibu-ibu di pasar (dok. pribadi)
[/caption] Selain itu, traveler juga sebaiknya cerdas dalam mengeksplorasi sarana transportasi lainnya, masih ada kapal laut, bus, atau kereta api yang sebenarnya juga punya sisi unik saat kita menaikinya. Beberapa jenis transportasi yang identik dengan masyarakat biasa tersebut sudah mulai berbenah, yang juga menarik untuk diulas dan dikupas. Kemudian jangan lupa untuk berinteraksi dengan penumpang lainnya. Mungkin saja saat kita bertegur sapa bisa mendapat kenalan dengan hobi yang sama lalu beranjak ke kegiatan positif berikutnya. Selanjutnya, kalau aktivitas traveling yang akan dilakukan memang harus menggunakan pesawat, ya menabung dulu demi menebus harga tiket yang melambung. Menabung untuk traveling memang cara 'tradisional' yang agak menantang. Tapi dengan uang tabungan, semoga traveling yang dilakukan tidak asal-asalan. Contohnya ya yang saya alami sendiri, sewaktu bolak-balik Lombok berkali-kali dengan gratis, rasanya biasa saja dibanding ke Pacitan dengan biaya sendiri. Karena dana yang terkumpul adalah hasil jerih payah, alhasil saat traveling cenderung lebih dimanfaatkan untuk aktivitas yang berarti. [caption id="" align="aligncenter" width="640" caption="Menyesal berkali-kali ke Lombok cuma memotret pantainya, tanpa berinteraksi dengan masyarakat di sekitarnya (dok. pribadi)"]
Menyesal berkali-kali ke Lombok cuma memotret pantainya, tanpa berinteraksi dengan masyarakat di sekitarnya (dok. pribadi)
Menyesal berkali-kali ke Lombok cuma memotret pantainya, tanpa berinteraksi dengan masyarakat di sekitarnya (dok. pribadi)
[/caption] [caption id="" align="aligncenter" width="622" caption="Mengamati pencari kraten saat berkunjung ke Pantai Srau, Pacitan (dok. pribadi)"][/caption] Yang terakhir adalah tentang keamanan saat kita traveling. Sebagus apapun suatu destinasi wisata, kalau perasaan aman tidak ada rasanya pasti mengecewakan bahkan menakutkan. Pertanyaannya, pilih traveling aman dan selamat atau berantakan? Salah satu tujuan traveling adalah untuk menyegarkan pikiran, tetapi kalau yang dialami saat traveling malah membuat susah bahkan mengancam nyawa, masih mau melakukannya? Bagi saya sendiri, traveling bukan sekedar aktivitas raga, tapi tentang proses jiwa. Dan saya yakin orang-orang yang berjiwa traveler selalu punya cara menjawab kegelisahan jiwanya. _________________________

Klik tulisan lainnya:

Kisah Sang Penjaga Makam Raja

Menjemput Kedamaian di Bukit Bintang

Gerakan Ibu Desa: Mari Kembalikan Aset Desa dari Ibu Kota!

Beramal Sambil Berpetualang, Mengapa Tidak?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun