Mohon tunggu...
Arif Rahman Hakim
Arif Rahman Hakim Mohon Tunggu... Wiraswasta - Biasa-biasa saja

Lelaki kelahiran Pati Jawa Tengah suka memancing, sesekali membaca buku dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menyoal PSBB Jilid II

14 September 2020   13:13 Diperbarui: 14 September 2020   13:28 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Akibat di rumah saja dan banyak menyimak berita di linimasa, pikiranku jadi terseret dalam arus silang pendapat kebijakan PSBB jilid dua di Ibu kota.

Kebijakan PSBB jilid II di DKI Jakarta yang diberlakukan mulai senin 14 September 2020 harapannya tidak menginspirasi daerah lain untuk mengambil kebijakan yang serupa. Misalnya wilayah Jabar yang teritorialnya berdekatan dengan Ibu kota.

Asumsinya dengan diterapkan PSBB jilid II akan membuat pusat perekonomian juga babak belur jilid II yang selanjutnya juga berpengaruh pada daerah lain.

Publik memafhumi bahwa kesehatan memang lebih utama untuk dikedepankan. Namun dampak buruk PSBB juga tak kalah hebatnya bagi keberlangsungan perekonomian mereka, utamanya masyarakat menengah ke bawah yang hidup di tengah Ibu kota.

Pemberlakukan PSBB jilid II harapannya tidak sekedar himbaun semata. Diharapkan muncul terobosan baru yang strategis efektif dan efesian. Mengingat kepada mereka terutama kaum urban yang perekonomianya terdampak sampai ke jantung rumah tangga perlu mendapat prioritas jaring pengaman sosial.

Sebab dengan begitu, akan mencegah mereka berbondong pulang ke kampung halaman lantaran alasan desakan biaya hidup yang tidak mencukupi.

Tentu pembaca masih segar mengingat betapa banyaknya kaum urban yang pulang ke kampung halaman namun tak sedikit membawa dan menularkan virus ke orang-orang dicintai. Kekhawatiran semacam ini tentu tak dikehendaki terjadi lagi.

Melonjaknya angka persebaran kasus positif yang terkonfirmasi secara resmi, setuju atau tidak, menunjukkan ketidakseriusan pemerintah pusat maupun daerah dalam menangani pandemi ini.

Pemangku kebijakan publik terkesan setengah-setengah bahkan terendus cukup kentara kuatnya ego sektoral. Lihat saja unjuk saran Gubernur Jabar Ridwal Kamil, juga protes menteri dan pejabat lainnya terhadap kebijakan Anis Baswedan baru-baru ini sudah cukup bukti untuk mengkonfirmasi. Yaitu miskin komunikasi dan konsolidasi.

Kiranya, dibalik irisan akibat percaturan politik yang cukup tersirat tersebut alangkah baiknya ego yang menyektoral segera dikesampingkan. Utamakan kolaborasi dan koordinasi secara berkesinambungan, baik dari dan antara pemerintah pusat dan daerah, juga pemerintah daerah satu dengan yang lainnya.

***
Pandemi ini tidak ada yang tahu secara pasti kapan akan berakhir. Alih-alih memastikan, prediksi yang dikemukan oleh pakar meleset semua. Vaksin yang diharapkan oleh khalayak juga masih di awang-awang. Hingga kini dan seterusnya rasanya kita tetap tidak bisa bebas leluasa beraktivitas sosial seperti tahun sebelumnya.

Kita memang sedang terperangkap dalam hukum seleksi alam. Siapa yang lebih mampu beradaptasi dengan pandemi ini kiranya dialah yang akan mampu melanjutkan kehidupan ke depan.

Seandainya aku selamat melewati masa pandemi ini, aku akan merayakannya dengan bersegera pulang kampung untuk menikmati menu masakan khas buatan emak. Juga bernostalgia di tempat-tempat berkesan yang dulu pernah kami lalui bersama teman masa kecil.

Aku ingin memulung kenangan-kenangan kecil saat masih kere-kerenya bahkan cukup awet sebelum aku cukup berhasil bertaruh nasib di tanah rantau yaitu kota Bandung.

Aku termasuk salah satu kaum migran cukup bernasib mujur di tengah pandemi ini. Kegiatan menyuplai barang khusus menu pasien di sejumlah rumah sakit Bandung tetap berjalan. Meski harus melalui beberapa kendala.

Meski diawal PSBB khusus di wilayah Bandung dan sekitar jumlah pasien rawat inap jatuh terperosok. Pasalnya setiap rumah sakit menyengaja membatasi penerimaan pasien baru yang akan rawat inap, kecuali pasien covid dan penyakit lain yang betul-betul darurat.

Dari segi usaha yang sedang kami jalani tentu keadaan demikian berakibat penurunan pendapatan. Perputaran uang jadi macet. Pedagang bawang merah, bawang putih, bawang bombay, ayam, ikan dan lainnya yang biasa diajak kerjasama juga merasakan dampak serupa.

PSBB dengan segala dampak positif yang diharapkan, juga berefek buruk pada kegiatan ekonomi secara meluas. Hematnya, pengetatan protokol kesehatan di tengah adaptasi kebiasaan baru perihal yang tidak boleh dipandang sebelah mata untuk mengatasi masalah kesehatan dan perekonomian secara seimbang. Praktis efektif dan efesiannya kiranya pejabat publik yang punya kewenangan lah yang lebih kapabel untuk memikirkannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun