Mohon tunggu...
Alexander Arie
Alexander Arie Mohon Tunggu... Administrasi - Lulusan Apoteker dan Ilmu Administrasi

Penulis OOM ALFA (Bukune, 2013) dan Asyik dan Pelik Jadi Katolik (Buku Mojok, 2021). Dapat dipantau di @ariesadhar dan ariesadhar.com

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Review "Milly dan Mamet", Film Bagus untuk yang Ngebet Menikah

21 Desember 2018   01:06 Diperbarui: 23 Desember 2018   17:58 734
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bertepatan dengan malam kedua saya jadi bujang lokal karena istri cuti duluan, nongol film layak nonton yang memulai periode tayangnya. Nama lengkap film ini adalah "Milly & Mamet (Ini Bukan Cinta & Rangga)" dan merupakan spin off dari film legendaris Indonesia "Ada Apa Dengan Cinta".

Well, saya bisa katakan bahwa pilihan Mira Lesmana dan Riri Riza menyerahkan sosok Milly dan Mamet ke Ernest Prakasa adalah sebuah perjudian. Pertama-tama karena Ernest sendiri baru menggarap 3 film sebelumnya, meski sudah jadi pemain di banyak film. Tiga film Ernest-pun boleh dibilang ceritanya dekat dengan pribadi Ernest. Apalagi yang pertama, Ngenest, yang jelas-jelas tokohnya ya Ernest.

Cerita diawali dengan adegan tahun 2013 ketika ada reuni SMA. Pada saat itu, Mamet (Dennis Adhiswara) bertemu kembali dengan Geng Cinta yang sudah kehilangan Alya. Momen reuni ini kemudian memberikan momen kebersamaan antara Milly (Sissy Priscillia) dengan Mamet. 

Penggemar AADC pasti tidak asing karena di AADC 2, mereka dikisahkan sudah menikah, bahkan pada ending film, mereka malah sudah punya anak. Jadi sebagian kecil awal film adalah prekuel AADC 2, sedangkan sisanya bisa dibilan sekuel, meskipun diakui sebagai spin off.

Milly dan Mamet kemudian hidup berumah tangga sebagai pasangan milenial. Mamet bekerja di pabrik konveksi milik Pak Sony (Roy Marten), mertuanya. Sedangkan Milly di rumah saja mengurus anak, bersama ART-nya yang bernama Sari (Arafah Rianti). Dalam review dengan menggunakan perspektif drama tiga babak, bagian ini merupakan part-nya Dunia Tak Sempurna.

Agak sumir bagi saya untuk mendefinisikan dua part berikutnya, namun kira-kiranya sih Point of Attack dan Penolakan dalam kisah ini agak nyerempet dan berkejar-kejaran. Diawali oleh pesan dari Alexandra kepada Mamet untuk bersua dan berujung pada tawaran untuk mendirikan restoran bersama, Mamet kemudian mendapati penolakan dari mertuanya sendiri terhadap pilihan yang dia ambil untuk pabrik.

Di sela-sela dua momen penting itu, penonton disuguhi dialog-dialog khas rumah tangga muda, termasuk adegan-adegan khas rumah tangga muda beranak 1 masih bayi. Saya sendiri agak menyayangkan pola pikir Mamet soal keberadaan Sakti di antara dirinya dan Milly. Wong, ada anak di tempat tidur itu justru kebahagiaan, je.

Dalam babak pertama ini, part-part pentingnya memang tampak agak berkejar-kejaran namun kita perlu pahami bahwa aspek-aspek kecil seperti Milly yang ingin rebahan tapi gagal, Milly yang susah payah menidurkan Sakti, hingga eksplorasi peran Sari sebagai ART merupakan bagian penting dari bangunan skenario. 

Maka, meski rentang antara tawaran Alex, diskusi dengan Milly, hingga resign dari pabrik tampak begitu cepat, ya nggak apa-apa juga. Milly kemudian memberikan support kepada Mamet pada usaha barunya. Namun tentu saja, ada risiko yang harus ditanggung. Ada adegan ketika Milly menanti Mamet pulang hingga pukul 20.30. 

Bagian ini dalam konstelasi babak kedua dapatlah disebut sebagai usaha awal yang dilanjutkan dengan Kemenangan Palsu berupa peresmian restoran "Chef Mamet". Persis ketika Kemenangan Palsu terjadi, ancaman diam-diam juga dimunculkan pelan-pelan. Mulai dari munculnya sosok terdakwa kasus hukum yang divonis bebas--dan ternyata investor restoran, hingga Milly yang tampak tidak dianggap oleh Mamet pada saat peresmian itu, termasuk juga curhat Milly kepada Maura.

Part Kejatuhan dan Masa yang Kelam dalam rangkaian cerita Milly dan Mamet ini juga berlangsung cepat. Entah karena saya terbawa cerita, atau memang rentangnya begitu. Milly kemudian memegang pabrik konveksi Pak Sony dengan Mamet sibuk di restoran. Anak? Titip Sari, seperti halnya para orangtua milenial lainnya. Peran baru Milly ini yang menggiring cerita pada klimaks cerita ini. Khusus bagian ini, bagi saya film Milly dan Mamet menjadi bukan film komedi, melainkan drama keluarga.

Saya bisa pastikan bahwa konflik yang dibangun sejak awal hingga part Kejatuhan dalam Babak Kedua adalah masalah sehari-hari pasangan muda. Sehingga, kisah ini juga bisa menjadi profil kehidupan masa depan bagi orang-orang yang belum menikah dan ngebet pengen nikah.

Solusi di akhir cerita mungkin benar dan cocok untuk menjawab premis, tapi hantaran yang sudah baik menuju puncak konflik terasa biasa saja dan ujug-ujug selesai. Itu yang saya rasakan sebagai penonton sekaligus sebagai keluarga muda. Sesungguhnya, penyelesaian konflik seberat Milly dan Mamet bisa dibuat lebih dramatis lagi.

Film ini menawarkan komedi dan drama dalam porsi yang seimbang. Dalam komedi ada drama, dan dalam drama terselip pula komedi. Jadi, nontonnya semacam naik Gajah Bledug, naik pelan turun pelan. Adapun peran para komika sudah agak berkurang, dan yang penting tidak ada peran yang dipaksakan. Arafah sendiri menurut saya sukses menjadi profil pembantu masa kini. Dia hanya kurang main HP saja.

Saya sendiri angkat jempol pada akting dari Dinda Kanyadewi sebagai Lela dan Melly Goeslaw sebagai Mamah Itje. Sungguh akting ciamik yang tidak disangka-sangka. Apakah dulu akting Dinda tampak biasa karena kebanyakan zoom in-zoom out sinetron, yak? Bintang lain yang juga perlu applaus adalah Isyana Sarasvati. Aktingnya bisa membuat kita gagal sadar bahwa yang memainkan peran Rika adalah penyanyi bersuara indah.

Sekali lagi, saya tetap menaruh hormat pada cara Ernest menempatkan detail. Saat main hewan-hewanan serupa Zoomov misalnya, promo koin itu ya memang begitu, macannya diganti muka jadi macan yang dulu terkenal di Indonesia, hingga kecocokan statement Robby (Ardit Erwandha) soal Bekasi Barat dengan lokasi syuting di Kota Harapan Indah (Bekasi Utara). Jadi, ya memang di Bekasi, begitu.

Intinya, film ini layak tonton untuk keluarga muda. Segmen ini sekaligus balada bagi Milly dan Mamet, lha wong saya saja bisa nonton tertolong fakta bahwa anak saya sedang berlibur dan sayapun nonton kayak jomblo. Semoga para keluarga muda non ART bisa mencari solusi menitipkan anaknya agar bisa nonton dan belajar dari film ini.

Termasuk juga penggebet nikah muda sangat saya sarankan nonton film ini, sekadar untuk tahu bahwa menikah itu berat, bukan sekadar permainan belaka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun