Mohon tunggu...
Sastra Kita
Sastra Kita Mohon Tunggu... Penulis - Seputar Seni dan Sastra

Penulis, Sastrawan, Penyair, dan Dramawan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sisi "Pure Altruism" dalam Puisi Bendera Putih Karya Arief Akbar Bsa

19 Oktober 2021   00:35 Diperbarui: 19 Oktober 2021   00:44 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto Arief Akbar Bsa

Disini Arief Akbar Bsa mencoba memaparkan jika kebutuhan makan setiap hari adalah mutlak, sedangkan ia tak ada pemasukan sama sekali, lalu dari mana mereka bisa makan dan tetap bertahan sampai sejauh ini,?

Meretas puisi Bendera Putih, tersirat pada bait akhir di kalimat keempat dari bawah, "Seratus empat puluh dua juta" mengisyaratkan jika ia menanggung beban (luka sayatan) sebesar Rp. 142.000.000,- akibat (lamanya) pandemi ini dan sontak KIBARKAN BENDERA PUTIH. (Terdapat berbagai simbol dan isyarat yang dapat dipahami secara global di dunia ini. Salah satu dari beberapa hal tersebut adalah isyarat mengibarkan bendera putih sebagai tanda menyerah).

Pada beberapa abad terakhir, makna-makna yang muncul dari bendera ini telah disepakati secara global melalui pertemuan yang dilaksanakan di Jenewa dan Den Haag. "Bendera Putih" dianggap sebagai sebuah simbol yang sakral yang mampu melindungi penggunanya dari berbagai serangan namun tidak boleh dimanfaatkan sebagai sebuah cara terselubung untuk menyerang.

Karenanya singkapan uraian makna puisi tersebut menjadi satire menuju gerakan moral ketidakberdayaan atas musibah pandemi yang menjangkiti dunia.

Cukup menggugah bila merujuk pada bait sebelumnya yang lugas memberikan apresiasi pada diksi "ibu pertiwi", sedikit terpapar nuansa penggabungan yang membingungkan semacam ambiguis dua sisi. Antara harapan dan keputus-asa an yang menyatu seolah bermain main interpretasi dalam garis ekstra estetik vulgar tanpa resolusi yang memberikan solusi.

Terlepas dari penilaian secara obyektif, karya tersebut adalah sebagai pelantang gerakan moral agar semua pihak diharapkan mampu menyelesaikan tekanan efek domino yang terdampak pandemi dilajur garis keras.

Penyunting teks,
Fikri Ali Mazhabi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun