Mohon tunggu...
Sastra Kita
Sastra Kita Mohon Tunggu... Penulis - Seputar Seni dan Sastra

Penulis, Sastrawan, Penyair, dan Dramawan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Eka Kurniawan, Bagian yang Terbelah dari Sosok Pramoedya Ananta Toer

10 Oktober 2021   07:22 Diperbarui: 10 Oktober 2021   07:28 489
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Selama beberapa waktu, orang hanya mengenal Pramudya, jadi ketika ada penulis Indonesia baru, mereka tentu saja membandingkannya dengan seseorang yang mereka kenal. Terlepas dari itu, Pramudya salah satu penulis yang berpengaruh untuk saya, dia salah satu favorit saya," ujar Eka.

Mas Eka mengakui sastra Indonesia punya banyak hambatan untuk dikenal komunitas internasional.

"Pertama, harus kita akui, bahasa Indonesia bukan bahasa yang populer di dunia, karena itu masih susah untuk memperoleh penerjemah yang baik. Selain itu, dorongan kebijakan pemerintah atau lembaga pendukung lainnya harus sangat aktif," tambahnya.

Namun dia optimis sastra Indonesia bisa mendobrak batasan kultural yang sebelumnya ada.

Bart Thanhauser yang pernah tinggal di Indonesia mendapati buku mas Eka sebagai ekspresi jujur Indonesia.

"Saya suka sekali dengan caranya menggabungkan sejarah, seni dan percintaan. Bukunya tidak beraturan dan itu alasan saya suka membacanya," kata Bart.

Bagi mereka yang belum pernah mengunjungi Indonesia, mengenal Indonesia lewat tulisan mas Eka adalah pengalaman menarik. Disinilah POINT PENTINGNYA, bagaimana masyarakat internasional menilai/mengenal negeri kita ini DIMULAI dari membaca karya-karya sastrawan yang ada agar bisa memahami kultur dan aneka ragam tersembunyi yang masih banyak belum diketahui oleh mereka (tengoklah 25 lebih ragam budaya kita telah tercatat di UNESCO).

Seperti yang dikatakan Sarah Baline, "Menurut saya Eka hebat, ia sangat lucu dan bukunya berisi humor gelap dan ia menceritakan isi bukunya pada kami malam ini." (saat malam anugerah penobatan).

Pengakuan internasional ini diikuti keprihatinan mas Eka terhadap rendahnya tingkat minat baca masyarakat Indonesia. Menurut survei UNESCO tahun 2016, Indonesia (saat itu) menempati posisi ke-60 dari 61 negara yang disurvei tentang minat membaca mereka. (Kini menempati posisi 41 tahun 2020 - masih jeblok_red)

"Lemahnya tradisi membaca kita lebih bersifat struktural, memang keberadaan buku sangat susah untuk diperoleh terutama di luar daerah kota besar. Saya rasa kita harus berpikir dengan cara yang terbalik, kita dekatkan buku kepada mereka, bukan mereka yang harus datang," jelas Eka.

Saat itu mas Eka memang sedang menanti penerbitan bukunya "Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas" dalam bahasa Inggris. Mas Eka belum berencana menulis buku lagi setelah novel terbarunya 'O' terbit dalam bahasa Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun