Mohon tunggu...
Sastra Kita
Sastra Kita Mohon Tunggu... Penulis - Seputar Seni dan Sastra

Penulis, Sastrawan, Penyair, dan Dramawan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Eka Kurniawan, Bagian yang Terbelah dari Sosok Pramoedya Ananta Toer

10 Oktober 2021   07:22 Diperbarui: 10 Oktober 2021   07:28 489
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


"Kawin dengan orang yang tak pernah dicintai jauh lebih buruk dari hidup sebagai pelacur."

Cuplikan essensi utama dari kerangka cerita pada novel CANTIK ITU LUKA karya Eka Kurniawan.

Eka Kurniawan merupakan salah satu di antara jajaran penulis ternama negeri ini. Pria yang Lahir 28 November 1975 ini berhasil menciptakan karya spektakuler yang telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa.

Karya pertamanya yang berjudul 'Cantik Itu Luka' telah diterjemahkan ke dalam 30 bahasa. Novel ini mengangkat kisah seorang wanita cantik bernama Dewi Ayu yang menjadi seorang pelacur. Dewi Ayu kemudian memiliki 3 orang anak perempuan yang sangat jelita dari ayah yang berbeda. Ketika Dewi Ayu melahirkan anak keempat, bertolak belakang dengan kakak-kakaknya, anak itu buruk rupa. Namun, Dewi Ayu tetap memberinya nama Cantik.

Latar dalam novel yang terbit pertama kali pada tahun 2002 ini berada pada waktu pendudukan Jepang di Indonesia hingga masa pemberontakan PKI 1965. Eka Kurniawan menggunakan bahasa yang sangat eksplisit dalam penggambaran ceritanya. Sejak halaman pertama mas Eka membuat pembaca merasa penasaran karena dia 'menghidupkan' kembali Dewi Ayu yang dikisahkan sudah tewas selama 21 tahun.

Dalam novel ini, mas Eka menarik simpati pembaca terhadap tokoh-tokoh yang diciptakannya. Dia memetakan pikiran bahwa menjadi cantik tidak selamanya indah. Alur maju-mundur membuat cerita ini semakin tidak tertebak. Pembaca baru bisa menyimpulkan benang merah keseluruhan cerita ketika sampai di halaman terakhir novel ini.

Secara gamblang dari rangkaian alur dan plotingnya menurut saya biasa-biasa saja hanya sebuah cerita *umum tentang sosok wanita yang cantik jelita. Kupasan nya tentang dilematik yang merangsang otak kiri untuk turut pula merespon bagaimana peranan genetika dalam pengaruhi setiap manusia jika terangsang libidonya, maka dapat menghancurkan pola pikir tak lagi sebagai manusia melainkan cenderung sebagai binatang yang menyeramkan.
Namun demikian kisah hantu Eka Kurniawan dalam novelnya 'Cantik Itu Luka' memukau warga Amerika di Washington DC.
Tahun lalu, dua bukunya, 'Cantik Itu Luka' dan 'Lelaki Harimau' dialihbahasakan ke bahasa Inggris dan menerima sambutan hangat di kalangan penikmat sastra di Amerika.

Tak sedikit kolom ulasan literatur ternama di Amerika, seperti The New York Times book review, membahas bukunya. Beberapa penghargaan literatur internasional memasukkan karyanya sebagai finalis, seperti Man Booker Prize. Mas Eka bahkan memenangkan World Reader's Award.

Kunjungannya ke Amerika saat itu juga untuk menerima penghargaan Emerging Voice 2016 kategori fiksi.

Namun tak jarang, ia dibandingkan dengan penulis Indonesia angkatan sebelumnya, Pramudya Ananta Toer. Yang sebenarnya dalam pengamatan saya sosok mas Eka tak lain bagian dari sisi lain dari mas Pram karena sejatinya dia sangat terinspirasi dan bahkan memujanya karya-karya mas Pram. Bagai pinang dibelah dua, sangat pas saya sematkan pada sosok penulis ini.

"Selama beberapa waktu, orang hanya mengenal Pramudya, jadi ketika ada penulis Indonesia baru, mereka tentu saja membandingkannya dengan seseorang yang mereka kenal. Terlepas dari itu, Pramudya salah satu penulis yang berpengaruh untuk saya, dia salah satu favorit saya," ujar Eka.

Mas Eka mengakui sastra Indonesia punya banyak hambatan untuk dikenal komunitas internasional.

"Pertama, harus kita akui, bahasa Indonesia bukan bahasa yang populer di dunia, karena itu masih susah untuk memperoleh penerjemah yang baik. Selain itu, dorongan kebijakan pemerintah atau lembaga pendukung lainnya harus sangat aktif," tambahnya.

Namun dia optimis sastra Indonesia bisa mendobrak batasan kultural yang sebelumnya ada.

Bart Thanhauser yang pernah tinggal di Indonesia mendapati buku mas Eka sebagai ekspresi jujur Indonesia.

"Saya suka sekali dengan caranya menggabungkan sejarah, seni dan percintaan. Bukunya tidak beraturan dan itu alasan saya suka membacanya," kata Bart.

Bagi mereka yang belum pernah mengunjungi Indonesia, mengenal Indonesia lewat tulisan mas Eka adalah pengalaman menarik. Disinilah POINT PENTINGNYA, bagaimana masyarakat internasional menilai/mengenal negeri kita ini DIMULAI dari membaca karya-karya sastrawan yang ada agar bisa memahami kultur dan aneka ragam tersembunyi yang masih banyak belum diketahui oleh mereka (tengoklah 25 lebih ragam budaya kita telah tercatat di UNESCO).

Seperti yang dikatakan Sarah Baline, "Menurut saya Eka hebat, ia sangat lucu dan bukunya berisi humor gelap dan ia menceritakan isi bukunya pada kami malam ini." (saat malam anugerah penobatan).

Pengakuan internasional ini diikuti keprihatinan mas Eka terhadap rendahnya tingkat minat baca masyarakat Indonesia. Menurut survei UNESCO tahun 2016, Indonesia (saat itu) menempati posisi ke-60 dari 61 negara yang disurvei tentang minat membaca mereka. (Kini menempati posisi 41 tahun 2020 - masih jeblok_red)

"Lemahnya tradisi membaca kita lebih bersifat struktural, memang keberadaan buku sangat susah untuk diperoleh terutama di luar daerah kota besar. Saya rasa kita harus berpikir dengan cara yang terbalik, kita dekatkan buku kepada mereka, bukan mereka yang harus datang," jelas Eka.

Saat itu mas Eka memang sedang menanti penerbitan bukunya "Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas" dalam bahasa Inggris. Mas Eka belum berencana menulis buku lagi setelah novel terbarunya 'O' terbit dalam bahasa Indonesia.

Terlepas dari minat baca pada animo masyarakat kita yang lemah, karya mas Eka adalah wujud nyata ketersambungan rasa dan essensial karya-karya Pram yang legendaris hingga sempat menyentuh "Nominator" Swedish Academy untuk meraih Piala Nobel.

Ada sedikit catatan yang perlu saya tambah sedikit, dari beberapa karya mas Eka baik yang sudah raih penghargaan maupun yang belum, tetaplah suatu karya yang hebat. Hanya saja bobot gravitasinya yang perlu dipertajam pada pola-pola yang mengikuti perkembangan modernisasi dan tidak hanya bercerita pada unsur-unsur klasik yang banyak diadopsi penulis umum, melainkan dengan bercerita pada kemasan sudut pandang perkembangan teknologi yang mampu memberikan solusi bagi perkembangan umat manusia dan peradaban dunia.

Indonesia kaya raya pada sumber daya alam, Nikel contohnya, dengan sedikit orientasi dikemas pada kultur tentang pergeseran eksploitasi ke arah pragmatis yang dipolitisasi bagi kepentingan segelintir orang, dapat memberikan gambaran realita tentang budaya yang terpasung diantara banyaknya kepentingan hingga generasi milenialpun turut pula terpengaruh dan terkontaminasi pada humanity temporer untuk menjadi pribadi yang hanya mengurus kepentingan dirinya sendiri. Disamping peranan bobot gaya berat sebuah cerita pada debutan karya sastra yang bermuatan pada 25 ragam budaya yang telah tercatat di UNESCO dapat menjadikan suatu MAHAKARYA mengangkat bangsa ini semakin dikenal di dunia internasional melalui karya para sastrawan.

Semoga paparan ini sedikit merangsang para sastrawan agar lebih serius memacu penerbitan karyanya mengarah pada karya non picisan yang hanya dibaca/dinikmati bagi dirinya sendiri, segenap teman sejawat atau kerabat lalu selebihnya hanya tersimpan di lemari buku tanpa ada ketertarikan masyarakat luas untuk membacanya.

Bersahaja dalam berkarya adalah memberikan (SATU SAJA) sebuah karya yang hebat dimana karya tersebut dapat bermanfaat bagi peradaban umat manusia. Bukannya dengan berlomba memperbanyak karya namun semuanya hanyalah SAMPAH yang tak meninggalkan satu saja karya bagus yang fenomenal.

Selamat berkarya,
_________________
|| Arief Akbar Bsa

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun