Mohon tunggu...
Ari Budiyanti
Ari Budiyanti Mohon Tunggu... Guru - Lehrerin

Sudah menulis 2.750 artikel berbagai kategori (Fiksiana yang terbanyak) hingga 26-02-2024 dengan 2.142 highlight, 17 headline, dan 105.962 poin. Menulis di Kompasiana sejak 1 Desember 2018. Nomine Best in Fiction 2023. Masuk Kategori Kompasianer Teraktif di Kaleidoskop Kompasiana selama 4 periode: 2019, 2020, 2021, dan 2022. Salah satu tulisan masuk kategori Artikel Pilihan Terfavorit 2023. Salam literasi 💖 Just love writing 💖

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Mulai dari Pengalaman Membaca dan Menulis Puisi hingga Akhirnya Bergabung di KSI

3 Juli 2020   08:36 Diperbarui: 3 Juli 2020   11:58 1471
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Puisi adalah sebuah karya seni hati yang terangkai dalam bait-bait yang indah. Setidaknya itu definisi puisi bagi saya pribadi. Kata indah memang sangat subyektif. Bagi saya sebuah puisi bisa sangat indah, namun bagi orang lain puisi tersebut bisa saja dianggap biasa-biasa saja. Itu sah-sah saja. Saya pun tidak ingin memperdebatkannya.

Puisi selalu dapat menghibur hati saya dalam segala suasana. Kala hati sedang senang maupun susah, membaca puisi tetap menyenangkan. Ada dua buku kumpulan puisi yang menjadi koleksi pertama saya. Satu buku puisi berbahasa Indonesia, berjudul Puisi Baru, Sutan Takdir Alisjahbana.

Dokpri
Dokpri
Satu buku puisi lainnya dalam bahasa Inggris berjudul The Lion Book of Christian Poetry compiled by Mary Batchlor. Buku ini adalah hadiah seorang teman waktu saya meninggalkan kota Surabaya untuk kembali bekerja di sebuah kota tak jauh dari kampung halaman.

Dokpri
Dokpri
Kedua buku puisi ini menjadi bacaan saya selama bertahun tahun dan berulang-ulang. Sampai saya menulis di Kompasiana dan mulai mengenal banyak rekan Kompasianer yang membuat buku puisi. Selanjutnya beberapa buku puisi karya mereka menjadi koleksi saya.

Itu adalah sekelumit pengalaman saya yang berkesan dengan membaca puisi. Pengalaman saya berikutnya adalah tentang menulis puisi. Sudah sejak saya berada di bangku SMP, saya menulis puisi. Tidak terlalu banyak puisi saya di masa muda.

Perjalanan usia mengiringi perjalanan menulis puisi. Saya lebih giat berpuisi setelah saya tinggal jauh dari keluarga saat saya sekolah di luar kota. Waktu itu saya masih anak SMA. 

Puisi-puisi mulai tertuang di buku harian saya. Saya sajalah yang membaca koleksi puisi tersebut. Menulis sendiri dan dibaca sendiri.
Kebiasaan menulis puisi dalam buku harian terus berlanjut sampai saya kuliah di Surabaya. 

Banyak sekali karya-karya saya dan semuanya adalah puisi hati. Puisi hati yang keluar sepenuhnya dari lubuk hati. Tentang apa saja. Waktu kuliah, puisi-puisi saya banyak berisi untaian doa mengenai pergumulan kuliah saya.

Setelah lulus kuliah dan bekerja, saya mulai berani menuliskan puisi-puisi saya di media social. Berawal dari facebook  hingga akhirnya menulis di blog pribadi. Tentu saja tidak semua puisi saya publish untuk konsumsi umum. Saya memilih dan memilah, mana puisi yang ingin dibaca bebas.

Ada kendala yang saya hadapi dengan mengunggah puisi saya di media sosial facebook. Seorang teman kenalan saya "protes" pada salah satu puisi saya bertema kematian. Ini hanya sebuah refleksi saja karena waktu itu saya baru saja menghadiri upacara pemakaman seorang yang sangat saya hormati.

Demi untuk menjaga relasi, saya hapus puisi saya dari facebook. Saya tidak mau menjadi batu sandungan terhadap teman saya tersebut. Saya tahu, kalau tidak dihapuspun itu hak saya bukan. Bukankah itu facebook saya. Kalau tidak mau baca, ya jangan follow facebook saya. Gampang kan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun