Mohon tunggu...
Ariana Maharani
Ariana Maharani Mohon Tunggu... Dokter - MD

Pediatric resident and postgraduate student of clinical medical science at Universitas Gadjah Mada, Instagram: @arianamaharani

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Mencari Kaum Ayah di Posyandu

15 Agustus 2022   21:46 Diperbarui: 16 Agustus 2022   09:01 948
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kemensos melalui UPT Sentra Mulya Jaya Jakarta menyelenggarakan Posyandu Lansia di Sentra Kreasi Atensi (SKA) Mulya Jaya di Jalan Tat Twam Asi, Komplek Depsos, Pasar Rebo, Jakarta Timur, Selasa (14/5/2022). (DOK. Humas Kemensos)

Hingga sampai saat ini posyandu begitu identik dengan kaum perempuan alias ibu-ibu. Menemukan kaum laki-laki dewasa di posyandu bak mencari jarum dalam jerami atau dengan kata lain ialah begitu susah hingga nampak begitu mustahil. 

Di setiap posyandu, hanya para ibu yang datang mengantarkan anak-anak mereka untuk ditimbang berat badannya, diukur panjang/tinggi badannya, diberikan suntikan imunisasi, mendapat pemberian makanan tambahan, hingga mendapatkan berbagai penyuluhan kesehatan tentang perawatan balita. 

Hal ini terjadi pada setiap posyandu yang telah saya tekuni tiga bulan terakhir menjadi seorang dokter internship di Puskesmas. 

Ibu-ibu adalah populasi mayoritas bahkan absolut di beberapa posyandu. 

Untuk pergi ke posyandu, beberapa ibu berangkat dengan berjalan kaki atau menaiki motor sendiri dan beberapa diantarkan oleh para suami yang bertandang terbatas hanya sampai di halaman parkir posyandu dan menunggui sang istri hingga posyandu selesai. 

Beberapa lagi diantar oleh para suami lalu dijemput kembali saat para istri mengirimi pesan bahwa posyandu telah usai. 

Begitu pula dengan kader-kader posyandu yang lazimnya keseluruhannya adalah ibu-ibu. Jika ada kader posyandu laki-laki mungkin ia adalah satu dari seribu, atau sepuluh ribu, atau seratus ribu? 

Kegiatan timbang menimbang, pengukuran antropometri badan, hingga pemberian vitamin masih distereotip sebagai pekerjaan kaum perempuan. Padahal para lelaki pun jelas bisa melakukan kegiatan tersebut karena kegiatan posyandu tak menuntut kadernya sebagai seseorang yang cantik parasnya. 

Cukup dapat membaca angka yang tertera pada dacin ataupun mikrotoise lalu mentranslasikannya dalam bentuk grafik pada buku KIA terintegrasi, si buku merah muda.

Pagi ini saya melakukan pengumpulan sampel penelitian terkait hubungan infeksi saluran nafas akut pada anak dengan kebiasaan merokok di dalam rumah oleh anggota keluarga. 

Setiap menyelesaikan pengumpulan satu sampel penelitian melalui wawancara kepada wali dari para balita, di mana dalam hal ini ialah para ibu.

Saya memberikan edukasi untuk para ibu dapat meminta ayah yang merokok di dalam rumah untuk merokok di luar rumah, yang sudah merokok di luar rumah untuk mencuci tangan dengan sabun, mandi, hingga mengganti baju sebelum para ayah memegang anaknya. 

Namun saya menyadari bahwa edukasi ini terasa kurang tepat sasaran, karena seharusnya saya dapat langsung bicara dengan para tokoh utama alias para ayah perokok yang tak berhadir di posyandu. 

Ke manakah para ayah?

Para ayah jarang sekali datang pada kegiatan-kegiatan posyandu balita atas alasan-alasan tertentu. Satu alasan yang lazim digunakan ialah kesibukan ayah di tempat bekerja sehingga tak sempat melibatkan diri secara langsung pada kegiatan-kegiatan posyandu. 

Padahal jika dipikir-pikir seorang ibu rumah tangga sekalipun juga memiliki kesibukan di tempat ia bekerja yakni kesibukan mencuci piring setelah sarapan, mencuci hingga melipat baju, dan masih banyak kesibukan lainnya. 

Namun dikarenakan pengasuhan anak adalah tugas absolut seorang ibu telah menjadi stereotip yang membudaya, mau tidak mau, walau sama-sama sibuk, ibu-ibu lah yang membawa anaknya ke posyandu. 

Sudah seyogyanya pemantauan pertumbuhan dan perkembangan balita di posyandu tidak hanya menjadi tanggung jawab para ibu-ibu, namun juga para ayah. 

Mengingat tugas pemantauan pertumbuhan dan perkembangan balita bukanlah sebuah tanggung jawab yang hanya dibebankan kepada para ibu, tetapi juga kepada para ayah yang disebut sebagai kepala rumah tangga. 

Penulis menyadari bahwa seorang laki-laki yang kerap diposisikan sebagai pencari nafkah di dalam keluarga menjadi salah satu faktor rendahnya bahkan nihilnya partisipasi seorang ayah ke kegiatan-kegiatan posyandu. 

Namun, penulis berharap hal tersebut tak membuat para ayah kemudian tak mengusahakan sama sekali partisipasi mereka dalam posyandu. 

Posyandu tidak hanya dilakukan satu kali dalam seumur hidup seorang balita, posyandu lazim dilakukan setiap bulan, yang mana artinya terdapat kurang lebih 59 hingga 60 kali kesempatan untuk para orang tua menemani sang anak ke posyandu. 

Seorang ayah diharapkan meluangkan paling tidak satu kali kunjungan dari estimasi total kurang lebih 60 kali kesempatan kunjungan posyandu tersebut untuk turut memantau pertumbuhan dan perkembangan balitanya. Hal ini tidak akan sulit jika ada komitmen dan kemauan keras dalam rangka pengasuhan bersama. 

Keterlibatan seorang ayah dalam keluarga terkait pengasuhan akan mengurangi tekanan yang diterima oleh seorang ibu, sehingga pada akhirnya seorang ibu akan merasa lebih rileks dan besar perhatiannya kepada anaknya juga akan lebih berkualitas. Hal ini dikarenakan ibu tidak dituntut untuk mengerjakan banyak beban pekerjaan sendiri. 

Para suami berperan untuk dapat terlibat aktif dalam menjaga kesehatan ibu dan anak, termasuk dalam pencegahan stunting, dan menjamin kesehatan anak di dalam keluarga.

Pro tips dari penulis, untuk para calon ibu-ibu alias para perempuan yang belum menikah, jangan lupa masukkan kriteria laki-laki yang mau ikut terlibat dalam kegiatan posyandu menjadi kriteria lelaki idaman, ya! 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun