"Bukan sembarang penyihir," katanya. "Aku adalah Penjaga Lintasan Narinjah. Sudah lama aku menunggu warisan terakhir dari kaum cahaya... ternyata dia adalah seorang putri yang keras kepala."
Layla menatapnya dalam diam, campuran kagum dan curiga. Tapi saat ia mencoba membaca pria itu, ia justru merasa... tenang. Seolah mata Azar bisa menembus gelisah yang selama ini ia sembunyikan.
"Kau tahu di mana gerbang itu?"
Azar mengangguk.
"Ya. Tapi gerbang tak akan terbuka hanya karena kau mewarisi darahnya. Ia menuntut lebih... keberanian untuk kehilangan, dan kekuatan untuk mencintai."
"Apa maksudmu dengan cinta?"
Azar mendekat, cukup dekat hingga Layla bisa melihat gurat luka di pelipisnya---luka lama, mungkin dari pertempuran yang jauh.
"Karena tanpa cinta, kekuatanmu bisa menjadi kutukan yang sama seperti ibumu alami. Dan karena... jalan ini tak bisa kau tempuh sendirian"
-Bersambung-
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI