Bab 3: Lelaki Bernama Azar
Gurun malam tak pernah sepenuhnya diam. Meskipun tak ada angin, pasir berdesir sendiri, seolah mendengar percakapan dari dunia tak kasatmata. Layla, menyamar dalam kerudung biru tua dan menunggang unta putih pemberian Syekh Barzakh, telah menjauh dari istana Zamharir.
Ia mencari Gerbang Narinjah, tapi jalan tak pernah jelas. Kompasnya berputar sendiri, dan bintang Zamrud di langit kadang muncul, kadang lenyap.
Tepat ketika rasa lelah dan putus asa mulai menggantung di dadanya, terdengar suara:
"Jika kau terus berjalan lurus, kau akan bertemu dengan cakar makhluk padang pasir. Jika kau berbalik, kau hanya menemukan bayanganmu sendiri."
Layla terkejut. Dari balik batu tinggi, muncul seorang lelaki berjubah hitam berhiaskan sulaman emas, wajahnya separuh tertutup tudung. Tapi matanya---matanya menyala seperti bara yang tersembunyi di balik abu. Tenang, tapi membakar.
"Siapa kau?" Layla bertanya, tangannya menggenggam pisau warisan.
"Namaku Azar," jawabnya perlahan, suaranya dalam namun lembut. "Dan aku di sini karena langit berkata padaku untuk menemukanmu."
Layla mundur selangkah. "Kau penyihir?"
Azar hanya tersenyum, dan dengan jentikan jarinya, ia membuat api kecil muncul dari udara. Tapi api itu berbentuk bunga zamrud --- lambang keluarganya.