Mohon tunggu...
Arfi Zon
Arfi Zon Mohon Tunggu... Penulis - PNS dan Penulis

Seorang Pegawai Negeri Sipil yang hobi menulis

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Mudik Horor (Bab 5)

26 Juli 2021   19:10 Diperbarui: 26 Juli 2021   19:20 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Entah kenapa, tiba-tiba aku merinding dan menjadi bimbang untuk terus mendekati penjual sate itu.

Sejatinya, aku bukan termasuk orang yang penakut. Aku tidak terlalu percaya pada hal-hal mistis. Tapi entah kenapa, kali ini ada rasa takut menyelusup di hati. Jantung mulai berdetak lebih kuat dan cepat.

Kembali aku perhatikan sosok yang masih saja sibuk mengipas-ngipas sate itu. Sejak pertama kali kulihat tadi, tidak ada yang berubah. Posisinya masih begitu-begitu saja. Menunduk dalam-dalam sambil mengibas-ngibaskan kipas sate. Topi caping lebar yang dia pakai menyebabkan wajahnya semakin tidak terlihat.

Jarakku sudah cukup dekat. Aku sigi ada apa saja di gerobak itu. Ingin tahu kalau-kalau ada hal yang tidak wajar. Namun, semua tampak normal sebagaimana layaknya gerobak sate.

Di panel-panel gerobak itu terlihat ada tumpukan ketupat, tumpukan tusukan daging yang belum dibakar, piring, beberapa kaleng, dan botol kecap serta saos.

Aku perhatikan tungku pembakaran sate. Ingin tahu, benarkah ada daging sate yang sedang dikipasi. Namun, tidak bisa terlihat dari posisiku berdiri. Karena terhalangi oleh tubuh si penjual.

Aku menoleh kembali ke arah mobil. Istri terlihat sedang menunduk. Sepertinya sedang sibuk mengutak-atik hp.

Aku kembali bimbang. Mau balik ke mobil, malu sama istri. Karena selama ini dia tahunya aku bukan seorang penakut. Aku sering meledek dia kalau bercerita tentang dunia mistis. Aku selalu bilang, hal-hal mistis itu kebanyakan hanya cerita bohong yang tidak pernah ada buktinya. Namun, jika mau lanjut mendekat, terus terang aku sudah terpengaruh rasa takut.

Mendadak aku jadi teringat cerita seram yang sering menjadi buah bibir masyarakat tentang pedagang sate misterius. Legenda yang terus diceritakan turun temurun tentang pedagang sate di malam hari yang ternyata adalah hantu tanpa wajah. Mukanya datar, tanpa hidung, mata, dan mulut.

Aku juga pernah membaca di internet, bahwa legenda hantu tanpa wajah ini sebenarnya tidak hanya ada di Indonesia. Dalam mitologi Jepang juga ada. Hantu berwajah datar itu disebut 'yokai'. Fisiknya seperti manusia, namun tanpa wajah. Sering menakut-nakuti manusia di tempat sepi.

Versi lain menyebutkan, 'yokai' tampak seperti manusia kebanyakan dari segi fisik, dan sifatnya suka membaur dengan masyarakat sekitar. Namun, kengerian akan terjadi ketika seseorang mencoba bertatap muka dengan 'yokai' ini, karena ia tiba-tiba akan terlihat sama sekali tidak memiliki wajah. Mukanya hanyalah bulatan kulit pipih tanpa mata, mulut, hidung, alis, atau apapun.

Makhluk tanpa wajah ini biasanya muncul di tempat-tempat sunyi dan gelap, terutama malam hari, di mana mereka merasa aman dari manusia. Namun, tengah malam mereka justru akan berkeliaran untuk menakut-nakuti manusia.

Menurut beberapa kesaksian, hantu ini sering menyamar menjadi pria atau wanita yang sedang menangis atau menutupi muka dengan kedua tangan. Ketika ada manusia yang mendekat, akan dikagetkan dengan wajahnya yang rata. Terkadang, awalnya mereka memiliki wajah. Lalu, selang beberapa menit kemudian, ketika mereka menyingkap tangan dari wajah, tiba-tiba terbentuklah wajah rata.

Sekarang aku sedang berhadapan dengan kengerian itu. Jangan-jangan penjual sate yang sekarang hanya berjarak beberapa langkah dariku itu adalah hantu tanpa wajah. Bulu roma merinding hebat membayangkan jika tiba-tiba dia menoleh ke arahku dan terlihat wajahnya yang hanya kulit datar tanpa organ apapun.

Aku lirik jam tangan. Ternyata sudah lewat tengah malam. Udara terasa semakin dingin karena angin yang berhembus semilir telah bercampur bulir-bulir halus uap air. Asap pembakaran sate masih mengepul-ngepul tebal dan menyebar ke berbagai penjuru mengikuti arah angin.

Akhirnya, dari pada malu pada istri, aku putuskan memberanikan hati untuk terus mendekat. Sesaat sebelum mengayunkan langkah, kulihat kepulan asap pembakaran sate terbawa angin ke arahku, kemudian menerpa wajah. Aku urung melangkah.

Aku hirup asap itu. Aneh, yang tercium bukan bau pembakaran daging sate yang memancing selera, melainkan aroma wangi kembang. Aku coba hirup lebih banyak, tetap sama. Aroma wangi kembang menusuk indra penciuman semakin kuat. Mistis.

Aku tersurut beberapa langkah ke belakang. Penjual sate masih tidak bereaksi apa-apa. Masih terus mengipasi sate. Asap semakin tebal mengepul ke arahku. Namun, tiba-tiba aroma asap itu berubah menjadi sangat busuk. Seperti bau bangkai, tapi jauh lebih busuk. Memualkan perut. Spontan aku menutup hidung.

Kali ini, tanpa pikir panjang, aku langsung berbalik arah dan berlari secepat mungkin ke mobil. Buru-buru kunaiki mobil. Istri yang dari tadi sibuk menekuri hp, terkejut. Karena aku tiba-tiba sudah kembali duduk di sebelahnya dengan nafas tersengal-sengal.

"Eh, kenapa, Yah? Apa kata penjual sate itu?"

"Nanti aja bicaranya, Bun. Ayo cepat jalan. Cepat, Bun! Segera tinggalkan tempat ini!"

Istri tidak bertanya-tanya lagi. Dia langsung tancap gas. Ketika mobil melewati gerobak, sekilas aku masih sempat melirik ke penjual sate. Diapun menoleh ke arah mobil kami. Darahku berdesir. Namun, wajahnya tetap tidak terlihat. Karena bias cahaya petromak ke wajahnya terhalangi oleh topi capingnya yang lebar.

Hingga mobil kami menjauh, aku tetap melihat ke belakang. Tampak penjual sate itu masih saja tidak berubah posisi. Masih saja terus mengipasi sate sambil menunduk dalam-dalam.

-Bersambung-

***

(Bab 5: Makhluk Tanpa Wajah?)

Link Bab 4:
https://www.kompasiana.com/arfizon7367/60fd80ed1525103e41194cb2/mudik-horor-bab-4

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun