Benar ternyata, besoknya dia benar-benar menemaniku makan. Dia juga membawa bekal makanan dan memakannya persis di hadapanku. Aku kikuk makan di dekatnya. Tapi hatiku tak merasa keberatan.
Tiap hari seperti itu. Jika dia ada di kampus, tak pernah dia alpa menemaniku makan. Sekarang aku merasa nyaman ditemaninya. Kami tak banyak ngobrol. Lebih banyak saling diam. Meski merasa tentram, aku tetap saja malu bicara dengannya.
Suatu hari, dia datang membawa gitar. Selepas makan, dia ambil gitar itu dan mulai memainkannya.
"Dari pada sepi, izinkan aku bermain gitar, ya?" Tanpa menunggu persetujuanku, dia telah memainkan sebuah intro yang syahdu.
Aku tak tahu itu intro lagu apa. Yang jelas serasa magis di telingaku. Kemudian dia bersenandung memainkan lagu itu diiringi permainan gitarnya yang cukup bagus menurut pendengaranku yang awam soal gitar. Suaranya juga enak. Aku tak tahu lagu apa itu. Tapi aku suka.
****
Tak terasa, hampir setahun kami akrab dalam diam. Siang itu dia tidak datang menemaniku. Aneh, aku merasa canggung tanpa dia. Keesokan harinya juga sama, dia tidak ada. Aku mulai gelisah.
Hari ketiga dia tidak hadir, aku mencoba mencarinya. Selepas kuliah, aku jalan ke gedung dekanat. Di sana aku lihat banyak terpajang selebaran berisi pengumuman. Mataku tertuju pada sebuah pamflet pengumuman yang memajang foto wajahnya.
Aku baca pengumuman itu. Dia meninggal dalam sebuah kecelakaan arung jeram 3 hari yang lalu. Tanpa bisa kucegah, tangisku pecah.
Air mataku tak tertahankan membasahi pipi. Isakku mengusik orang sekitar. Mereka menoleh ke arahku. Aku segera berlari dari situ. Dadaku sesak.
Beberapa hari setelah itu, aku datang ke rumahnya. Di sana aku bertemu kakak perempuannya. Kepada kakaknya itu kuceritakan kedekatanku yang aneh dengan dia selama ini.