Mohon tunggu...
Asron Da Finsie
Asron Da Finsie Mohon Tunggu... Local Civil Government -

Mengisi waktu luang dengan menulis sepulang kerja aplikasi penglihatan mata, hati dan telinga terhadap lingkungan sekitar untuk perubahan kehidupan yang lebih baik.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Tunjangan DPR Naik, Apa Ada Yang Salah

18 September 2015   01:37 Diperbarui: 18 September 2015   01:37 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 Judul diatas adakah korelasinya.? Ketika Dollar naik, Rupiah terpuruk, akibatnya tunjangan DPR diharuskan ikut naik juga dalam RAPBN yang akan disusun untuk Tahun 2016. Sebuah korelasi hubungan sebab akibat yang secara hitung-hitungan 'ekonomi kantong' terlihat sangatlah tepat, apalagi jika dilihat dari pernyataan Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah permintaan tersebut wajar karena Inflasi. Kenaikan tunjangan ini juga dianggap sangat dibutuhkan karena tugas DPR di bidang pengawasan cukup berat. Kementerian Keuangan juga telah menyetujui kenaikan dana anggaran tersebut yang dilandasi dengan alasan bahwa dalam 10 tahun terakhir tunjangan tersebut tidak mengalami kenaikan.

Tidak ada yang salah dengan pernyataan Wakil Ketua DPR tersebut. Justru yang salah adalah mengapa kondisi Dollar yang terus menguat terhadap Rupiah atau mengapa Rupiah yang terus terpuruk menukik sehingga tidak mampu mengejar kenaikan Dollar. Sehingga para anggota DPR berfikir, lebih baik tunjangan mereka dinaikkan karena untuk menaikkan Rupiah mengejar Dollar begitu sangat sulitnya. Jika tunjangan mereka dinaikkan, ini artinya diharapkan kemampuan daya beli anggota DPR ikutan naik. Jika daya beli anggota DPR meningkat, maka asumsinya akan menguntungkan bagi pelaku usaha atau penjual barang dan jasa, termasuk penjual jasa penukaran uang 'money change' karena secara beramai anggota DPR akan menukarkan uang Rupiah yang didapat dari kenaikan tunjangan mereka dengan uang Dollar. Sama-sama menguntungkan bukan..? Ya benar.., si penjual untung walau sedikit sedangkan anggota DPR juga cukup beruntung karena uang kenaikan tunjangan setelah ditukar dengan Dollar kemudian bisa disimpan sebagai investasi saham atau sebagai investasi deposito dan sebagainya.

Sekali lagi tidak ada yang salah, justru yang salah, kenapa ketika pemasukan devisa beserta cadangannya meningkat, malah masih banyak rakyat miskin, miskin absolut yang benar-benar pekerjaan mencari nafkah mereka sehari-hari tidak mampu membuat hidup mereka layak. Masih banyak rumah keluarga miskin yang tidak layak huni, masih banyak anak-anak keluarga miskin yang putus sekolah, bukan karena tidak adanya program sekolah gratis dari Pemerintah, bukan itu.., mereka hanya tidak mampu untuk membeli seragam sekolah, mereka hanya tidak mampu membayar sumbangan untuk beli buku disekolah (masih ada oknum Guru mengutip beli buku), mereka hanya tidak mampu untuk sekedar jajan panganan ringan pengganjal perut ketika sedang jam istirahat sekolah, mereka hanya tidak mampu membayar ongkos angkot dimana ketika pergi ke sekolah mereka harus berjalan kaki memutar menuju sekolahannya dikarenakan tempat tinggal mereka jauh dari sekolah dan harus menyebrang sungai karena jembatan belum sempat dibangun Pemerintah dan masih ada lagi... ada lagi.

Tidak ada yang salah juga, ketika penggarapan pengentasan terhadap keluarga miskin hanya dikerjakan sebatas menuntaskan kepuasan konstituen karena telah memilih mereka saat Pemilu lalu sehingga pemetaan berdasarkan data yang diambil dari BDT (Basis Data Terpadu) TNP2K (Tim Nasional Percepatan Pengentasan Kemiskinan) sudah cukup menunjukan sketsa jelas dimana lokasi penyebaran keluarga miskin tersebut, tapi seolah-olah lokasi tersebut terlihat buram (karena mementingkan konstiuen tsb). Dan memang ini bukan salah mereka, justru para konstituen lah yang salah kenapa telah memilih mereka.

Dan tidak ada yang salah juga, ketika tim tehnis penyusunan RPJMN/D mengangkangi prinsip dasar dalam penyusunan program pengentasan keluarga miskin, yaitu focus, locus, modus dan beneficiaries (penerima manfaat), dikarenakan intervensi politis yang selalu bermain dan menjadi komoditas unggul berkampanye para kandidat legislatif maupun kandidat eksekutif (KDH), dengan trending topic hastag #meningkatkan kesejahteraan keluarga miskin.

Dan keinginan kenaikan tunjangan bagi anggota DPR itu sekali lagi tidak ada yang salah, karena itu memang wajar disampaikan pada saat suasana normal, pada saat suasana hati normal (good mood), pada saat penglihatan mata terang karena tidak tertutup kabut asap, pada saat telinga normal tanpa mendengar jeritan tangis anak-anak dari sebuah keluarga karena menunggu sang emak yang belum selesai juga menanak 'batu' agar bisa berubah menjadi nasi (hikayat zaman Khalifah), pada saat hati normal tanpa mendengar bisikan setan untuk membegal karena beras belum juga terbeli dengan harga karet, sawit yang murah.

Memang kenaikan tunjangan DPR itu tidak ada yang salah, salah lho sendiri mengapa mau jadi orang miskin, salah lho sendiri mengapa tidak mau menjadi anggota DPR, salah lho sendiri mengapa dulunya gak mau sekolah tinggi-tinggi, salah lho sendiri mengapa lho menyalahkan saya menulis ini, lho kenapa hanya lho yang disalahkan, kenapa bukan gue yang disalahkan, kenapa suasana hati lho gak mood padahal kemaren sudah direfresh piknik ke Amrik. Kenapa kosa kata terbolak balik, Dollar meningkat maka tunjangan juga harus meningkat. Silahkan layangkan kritik anda ke kotak pos yang tersedia di kantor pos terdekat. Salam

Foto : Google Images

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun