Mohon tunggu...
Mbah Ukik
Mbah Ukik Mohon Tunggu... Buruh - Jajah desa milang kori.

Wong desa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Digondol ( Diculik ) Wewe Gombel

24 September 2012   20:41 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:47 3137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_200752" align="alignnone" width="515" caption="Desaku yang kucinta, pujaan hatiku.... Dok. Pri"][/caption]

Kisah nyata ini terjadi sekitar 47 tahun yang lalu. Sepulang sekolah, sekitar jam 10 pagi aku dan Solikin langsung mengambil sabit untuk mencari kayu bakar di perbukitan sebelah barat desa kami. Belum lama berada di pinggir hutan, hujan badai turun. Terpaksa kami berteduh di punden yang beratap seng. Sampai jam 2 siang ternyata hujan belum reda, sedang rasa lapar di perut semakin menggoda. Mau pulang takut didamprat emak karena belum dapat kayu bakar seikat pun. Dalam rintik hujan, aku dan Solikin menuju ke sawah Pak Sarpani yang tak jauh dari punden untuk ‘mencuri’ jagung muda sebagai penahan rasa lapar. Sebelumnya, kami memang telah memetik kacang panjang muda yang manis rasanya. Namun belum cukup mengganjal perut kami yang tak pernah kenyang. Di samping sawah Pak Sarpani, aku disuruh Solikin menjaga jika Si Empunya tiba-tiba datang. Sedangkan Solikin sendiri masuk ke tengah sawah untuk memetik jagung, agar tidak kelihatan jagungnya tercuri. Sambil menunggu Solikin, aku pun terus memetik kacang panjang dan mengunyahnya. Belum habis dua buah, tiba-tiba kulihat Solikin lari terbirit-birit dari tengah sawah. Aku yang kaget langsung mengikutinya lari menuju hutan dan baru berhenti ketika sampai di pohon ipik yang besar. Kami langsung merebahkan badan dengan nafas yang terengah-engah. Kulihat wajah Solikin amat pucat ketakutan. Rupanya, waktu Solikin mencuri jagung ternyata ketahuan Pak Sarpani yang sedang berada di dangau ( gubuk ) yang ada di tengah sawah untuk menjaga jagungnya. Dari balik pepohonan, kami melihat Pak Sarpani membawa sabit Solikin sambil mencari-cari kami. Jam 4 sore hujan masih belum reda, kuputuskan segera pulang tanpa membawa seikat kayu pun. Sedang Solikin belum berani pulang. Takut..... Sekali pun aku telah mengatakan bahwa Pak Sarpani sudah tidak di sawah lagi.

Selepas maghrib, di pedukuhan kami menjadi geger karena Solikin belum pulang. Bahkan sesudah isya pun, Solikin belum nongol. Maka isu Solikin digondhol Wewe Gombel menjadi santer. Akhirnya diputuskan untuk mencari Solikin di dekat punden sampai pinggir hutan. Sekitar 10 orang mencari Solikin sambil membawa tempeh atau niru ( alat menampi beras ), tompo, wajan, panci, dan peralatan masak lainnya lalu ditabuh ( dipukul ) dengan nada yang sedikit dinamis sambil berjalan menuju punden. Diharapkan dengan tetabuhan itu, Wewe Gombel jadi tertarik lalu berjoget-joget dan melepaskan Solikin dari payudaranya yang besar itu. Pak Wagiyo, bapaknya Solikin, Pak Sarpani, dan Pak Tarno seorang dukun membawa obor dari pelepah daun pepaya sambil pelotot sana sini barangkali ada Solikin.

[caption id="attachment_200753" align="alignnone" width="433" caption="Punden, makam leluhur warga desa. Dok.Pri"]

13484940411246656802
13484940411246656802
[/caption]

Hla ini aritnya Solikin.....” kata Pak Sarkani ketika sampai di dekat punden. “ Pasti Solikin ada di sekitar sini!”

Semua langsung terdiam dan tidak membunyikan tetabuhan lagi. Aku hanya tersenyum dalam hati melihat polah Pak Sarpani. Aku tahu yang menaruh arit atau sabit Solikin di sini adalah Pak Sarpani tadi. Obor pun dimatikan lalu semua berusaha mencari Solikin. Badanku yang kecil langsung menyelinap menuju ke pohon ipik menemui Solikin. Kulihat Solikin masih duduk di sana.

“ Aku lapaaaarrrr......” katanya memelas.

“ Sudahlah pulang saja..... Gak apa-apa kok. Pak Sarpani gak marah.....” kataku memohon. Lalu dengan mengendap-endap kami menuju punden. Sesampainya di sana Solikin kusuruh duduk dan aku kembali menuju kumpulan pencari.

Setengah jam tak menemukan Solikin, akhirnya kami menyalakan kembali obor dan menabuh peralatan dapur dan kembali ke punden. Ketika sampai di punden, kami lihat Solikin duduk terpekur dengan wajah yang pucat.

“ Aduh ...Le..le.... kamu sudah kembali. Syukurlah.... ” kata Pak Sarpani lalu menciuminya sambil menggendong menuju rumah Solikin diringi kegembiraan semua orang yang mencari. Aku kembali hanya tersenyum dalam hati melihat kegembiraan pak Sarpani.

Di rumah Solikin, kami disambut penuh haru dan bahagia. Beberapa ibu mengumpulkan makanan untuk dinikmati bersama.

“ Sudah ya....lain kali kalau hujan segera pulang dan jangan bermain di punden,” kata Pak Sarpani.

Aku hanya tersenyum dalam hati. Aku dan Solikin tahu, Pak Sarpani menyesali perbuatannya yang mengacung-acungkan sabit ke arah Solikin ketika ketahuan mencuri jagungnya sehingga Solikin ketakutan. Dan aku pun tahu, Solikin tidak berani pulang karena telah lebih dari 3 kali ketahuan mencuri tanaman Pak Sarpani. Bukan karena digondol Wewe Gombel......

***

Sampai saat ini kisah nyata ini tetap menjadi rahasia kami berdua. Solikin tetap menjadi petani sahabatku. Pak Sarpani telah berpulang.

***

1.

Punden : adalah kuburan atau makam para leluhur atau pendiri desa ( Jawa: sing babat alas )

Wewe Gombel : adalah (dipercaya) hantu perempuan yang mempunyai payudara besar dan senang menculik anak nakal untuk dijadikan anaknya. Agar anak tadi tidak melarikan diri dan ketahuan warga desa, anak tersebut disembunyikan di balik payudaranya.

Wewe Gombel juga dipercaya sebagai roh seorang isteri (belum punya anak) yang bunuh diri karena dikhianati suaminya.

Peralatan dapur : dianggap bisa mengeluarkan suara yang dinamis sehingga menyebabkan Wewe Gombel tertarik dan menari-nari sehingga anak yang diculiknya jatuh dan terlihat.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun