Mohon tunggu...
Mbah Ukik
Mbah Ukik Mohon Tunggu... Buruh - Jajah desa milang kori.

Wong desa

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Timnas Sepakbola Bukan Hanya Pemain dan Pelatih

10 Januari 2023   15:46 Diperbarui: 10 Januari 2023   16:14 493
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Andai dipoles secara profesional. | Dokumen pribadi.

Di antara banyaknya nada optimis pada pemain timnas AFF dan pelatih yang menangani, tentu ada yang  pesimis atau tidak terlalu yakin akan prestasi sepakbola. Hanya saja mereka tidak bersuara lantang. Bagi mereka yang bertipe seperti lebih baik diam daripada bersuara dengan nada optimis hanya karena melihat sosok pelatih dan pemain naturalisasi serta skill individu tanpa melihat perkembangan apalagi mengakui kekuatan lawan yang sebenarnya.

Analisa optimis berubah menjadi berbalik ketika kekalahan didapat. Sekali pun tidak menyalahkan pemain dan pelatih secara langsung. Ini membuktikan optimisme berlebihan hanya mengaburkan kenyataan sebenarnya.

Tim nasional sepakbola bukan hanya sekelompok pemain pilihan karena mempunyai skill bagus dan tim pelatih yang mumpuni.

Tim nasional sepakbola adalah keseluruhan tubuh PSSI mulai dari pengurus daerah hingga pusat, pemain, pelatih, suporter, dan tim sponsor yang sinergi membangun prestasi dengan agenda yang tepat.

PSSI bukan hanya pengurus. Begitu pun para pengamat bukan hanya sosok yang hanya yes man atau percaya pada pelatih. Sebaliknya bukan hanya mengkritisi pelatih.


Bukankah PSSI sebagai organisasi sepakbola sejak jaman Orba selalu bermasalah karena jabatan ketua umum dan pengurus daerah lebih bersifat politis? Pembentukan timnas pun lebih bersifat proyek. Mulai dari Timnas Harimau dan Garuda. Mulai dari pengiriman pemain berbakat ke Brasil pada tahun 1987 hingga timnas sebelum dipegang Sty. Selalu rebut.  

Tidak atau kurang yakin dan pesimis bukan berarti tidak mendukung apalagi tidak nasionalis. Melihat secara realisitis kondisi persepakbolaan berdasarkan pengalaman dan pengamatan sebagai pemain sepakbola amatir atau sekedar yang hobi bermain sepakbola. Bisa juga sebagai guru dan pelatih olahraga di tingkat sekolah atau kampung dan desa.

Andai dipoles secara profesional. | Dokumen pribadi. 
Andai dipoles secara profesional. | Dokumen pribadi. 

Bermain bola di jalan raya depan sekolah tempat saya mengajar. | Dokumen pribadi. 
Bermain bola di jalan raya depan sekolah tempat saya mengajar. | Dokumen pribadi. 

Bermain berdua di halaman depan rumah. | Dokumen pribadi
Bermain berdua di halaman depan rumah. | Dokumen pribadi

Tiga puluh delapan tahun menjadi guru olahraga SD dan beberapa kali menjadi wasit gala desa mempunyai banyak pengalaman mengikutsertakan siswa dalam pertandingan sepakbola mini pada keagiatan Porseni dan O2SN.

Sekolah sebagai komunitas pendidikan dan bukan pencetak atlit tentu tidak mudah mencari bibit pemain dari aneka latar belakang siswa. Maka tim yang dibentuk lebih banyak dari gabungan beberapa sekolah dalam satu kepenilikan lalu dipertandingkan pada satu kecamatan. Juara antar kecamatan inilah yang diikutsertakan pada Porseni di tingkat kota.

Di tingkat provinsi, belum tentu diadakan pertandingan sepakbola mini. Alasannya, tim sepakbola merupakan tim dengan jumlah anggota yang banyak tentu membutuhkan dana yang lebih besar. Permainan sepakbola memerlukan waktu yang lama sekali pun menggunakan sistem gugur.

Bukankah sepakbola merupakan olahraga yang digemari dan banyak dilakukan oleh masyarakat tapi mengapa sulit mencari bibit?

Di halaman rumah yang cukup luas lapangan kecil di perkampungan, jalanan sepi di tengah kota, bahkan di alun-alun sering terlihat anak-anak, remaja, dan pemuda bermain sepakbola. Jika diamati beberapa di antara mereka ada yang mempunyai skill bagus dan kerjasama dengan tim yang baik.

Kenyataan saat dipilih untuk mewakili sekolah banyak orangtua yang keberatan dengan berbagai alasan. Di antaranya tidak mau cidera melihat permainan olahraga keras dan cenderung kasar karena kurangnya pemolesan secara profesional.

Kondisi seperti ini banyak ditemukan pada orangtua yang lebih mengutamakan bidang akademis atau olahraga yang jauh dari benturan fisik seperti atletik, renang, dan catur.

Mending mengirim calon atlit atletik. | Dokumen pribadi. 
Mending mengirim calon atlit atletik. | Dokumen pribadi. 

Atau bola basket. | Dokumen pribadi. 
Atau bola basket. | Dokumen pribadi. 

Atau bola basket. | Dokumen pribadi. 
Atau bola basket. | Dokumen pribadi. 

Orangtua seperti ini di antaranya penulis sendiri, sekali pun si tengah pernah menjadi kiper terbaik untuk kelompok putri tingkat SMA dan dilatih oleh pelatih mantan pemain nasional, toh bila diminta mewakili sekolah yang bau gurunyak ekspatriatnya dan bertanding dengan tim sekolah umum berpikir seribu kali. 

Ada juga sekolah yang mempunyai tim sepakbola bagus tetapi jika diajak ikut kompetisi dengan sekolah-sekolah yang mengandalkan otot mereka enggan. Mereka lebih senang mengadakan kompetisi dengan sekolah selevel. Misalnya sekolah dengan latar belakang orangtua dari golongan kelas menengah dan atas atau ekspatriat.

Salah satu guru seperti ini adalah penulis sendiri yang lebih suka mengirim berkompetisi dalam pertandingan bulutangkis, bolabasket, catur atau lomba renang dan atletik yang menjadi spesialis penulis.

Di sisi lain bibit pemain sepakbola dari kaum pinggiran dari kampung dan desa sering terkendala tidak bisa ikut SSB atau sekolah sepakbola dengan alasan beaya. Inilah alasan ekonomi sehingga bibit-bibit ini tidak terbentuk dengan fisik yang tangguh karena faktor gizi yang kurang terjamin.

Ketrampilan atau skill yang cukup bagus akhirnya terkendala fisik yang kurang tangguh untuk bermain selama 60 menit dalam sepakbola mini. Ketika tenaga sudah habis dan nafas yang ngos-ngosan maka emosi terganggu dengan main kasar.

Sekolah umum bukan untuk mencetak atlit. Porseni dan O2SN hanya untuk sarana mencari bakat dan minat anak dan menyalurkannya dalam kompetisi yang berbobot dan selanjutnya diserahkan pada orangtua untuk mengembangkan lewat klub-klub olahraga.

Terakhir inilah yang harus diperhatikan pengurus daerah PSSI dan KONI.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun