Rasa bosan selalu dimiliki siapa pun. Bosan keluyuran. Bosan rebahan. Bosan jalan-jalan. Bosan gowes. Asal bukan bosan hidup. Bagaimana pun keadaannya hidup harus dinikmati.
Mendapat undangan kerabat menghadiri sebuah acara budaya di Banyuwangi, kami berdua pun tertantang berangkat bergaya rider desa bersepeda motor sejauh 289 km. Tidak terlalu jauh dan menantang tetapi unik. Berangkat 21 September 2021 jam 10 pagi.
Jalur yang kami tempuh merupakan jalur tengah yang baru dikenal secara umum sekitar tujuh tahun yang lalu walau pun sebenarnya sudah ada sejak sekitar seabad yang lalu. Khususnya Malang-Lumajang melewati bibir kaldera Bromo sejauh 9 km dan lereng utara dan timur Gunung Semeru sejauh 30 km.
Jalur tengah ini saya sebut 'baru dikenal secara umum' karena baru beberapa bulan lalu masuk dalam google map. Biasanya jika mengetik di google map dari Malang-Banyuwangi selalu ditampilkan jalur utara lewat Pasuruan, Probolinggo, dan Jember. Jalur ini cukup jauh dan panas. Atau jalur selatan lewat Dampit, Lumajang, dan Jember.
Keunikan jalur tengah adalah menembus belantara Taman Nasional Bromo Tengger Semeru sejauh 39 km. Jalur pertama Gubuk Klakah, Malang -- Jemplang, Malang sejauh 13 km sekalipun melewati belantara dengan tanjakan bisa mencapai 45 derajat tetapi prasarana sudah sangat mumpuni. Lebar jalan 6 m dengan aspal halus lengkap dengan marka, rambu, dan penerangan pada beberapa titik.
Jalur kedua, dari Jemplang, Malang hingga Ranu Pani, Lumajang sejauh 8 km merupakan jalur indah dan menantang karena berada tepat di bibir kaldera Bromo dengan jurang sedalam antara 100-400 m. Pada beberapa titik jarak dengan jurang hanya 1 m saja! Lebar jalan antara 3-5 m dengan struktur beton dilapisi aspal namun di beberapa titik mulai terkelupas. Perlu kehati-hatian saat melewati jalur ini jika berpapasan dengan kendaraan dari depan.
Jalur ketiga, Ranu Pani-Wana Wisata Siti Sundari sejauh 26 km dengan struktur beton dilapisi aspal dan banyak yang terkelupas. Jalur ini merupakan belantara lereng utara dan timur Gunung Semeru dengan lebar jalan antara 2,5-4 m saja. Hampir tidak ada jurang tetapi jalan menurun hingga 30 derajat.
Jalur tengah ini masih sangat sepi, berpapasan dengan kendaraan dari depan sekitar setiap 5-7 menit sekali. Bahkan, jika kita berani berhenti sejenak untuk berselfiria biasanya kendaraan yang berpapasan dan melihat dari jauh segera memacu dengan cepat. Mungkin takut.
Setelah melewati Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, perjalanan dari Wana Wisata Siti Sundari, Lumajang hingga memasuki hutan Gumitir, Banyuwangi merupakan jalur yang membosankan. Cenderung lurus dan halus sehingga banyak kendaraan umum yang ugal-ugalan.Â
Setidaknya tiga kali penulis disasak dari kanan oleh bis dari depan sehingga harus menyusur ke kiri sambil ngomel-ngomel mengumpat dalam hati semoga sopirnya bertobat.
Sekitar jam 9 malam, kami baru sampai di sisi barat hutan Gumitir, Kalibaru Banyuwangi. Padahal berangkat dari rumah sekitar jam 10.15 pagi. Artinya sudah menempuh perjalanan sekitar 11 jam dari waktu sebenarnya sekitar 7 jam. Maklum dari Jatiroto, Lumajang hingga Pasar Tanjung, Jember kami basah kuyub kehujanan. Sebenarnya sudah siap dengan membeli jas hujan sebelum berangkat, tetapi ketika dibuka akan dipakai hanya berisi jaket tanpa celana.
Istirahat di Jember pada 18.30-19.00 hanya sekitar 30 menit untuk menghangatkan diri dengan menyantap soto.
Jalur hutan Gumitir yang sepi selain beberapa sepeda motor dan iringan puluhan praoto memuat tebu yang berjalan lambat karena jalan berkelok, menanjak, dan gelap. Terpaksa kami hanya mengikuti dari belakang saja. Beberapa kali berusaha untuk menyalip namun iringan praoto tak memberi kesempatan. Ketika mau ambil kanan atau pun kiri mereka langsung menutup. Sepertinya mereka harus menjaga jarak aman dengan praoto-praoto di depannya dan sangat berbahaya jika kami harus berada di antaranya.
Menghindari kebosanan, pada jam sepuluh malam kami istirahat di sekitar warung-warung malam sekitar pinggir hutan Gumitir tempat istirahat para pengemudi praoto. Â Suasana yang kurang nyaman membuat kami istirahat hanya sekitar 5 menit dan melanjutkan perjalanan ke Grajagan, Banyuwangi.
Jam 23.35 baru sampai di sana. Perjalanan selama 13 jam 15 menit. Padahal menurut google map seharusnya hanya sekitar 7,5 jam.
Setelah jelajah Banyuwangi selama 6 hari, pada 27 September 2021 kami kembali ke Malang dengan jalur yang sama. Kali ini kami tempuh hanya sekitar 11 jam dengan istirahat 2 kali selama masing-masing 30 menit saja.
Sebuah perjalanan yang unik untuk mencari tantangan dan menghilangkan kebosanan di usia senja.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI