Mohon tunggu...
Mbah Ukik
Mbah Ukik Mohon Tunggu... Buruh - Jajah desa milang kori.

Wong desa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Gejolak Hati Ken Dedes Saat Perkawinan Anusapati

20 Desember 2019   22:18 Diperbarui: 20 Desember 2019   23:09 1601
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Wendit dengan pohon lo. Dokpri

Patirtan Wendit Lanang geger. Ken Dedes permaisuri Sang Amurwabhumi datang tanpa kawalan wadyabala Tumapel selain ditemani para inang yang setia sejak perkawinannya dengan Tunggul Ametung, akuwu Tumapel.

"Ke mana Ken Arok?" celutuk seorang wanita muda pada sebayanya yang sedang mandi di situ.

"Ssshhh.... kamu kok gak tau saja, ia sedang berasyik masyuk di patirtan Watu Gedhe dengan Ken Umang istri mudanya." bisik yang lain.

"Hla iya... biasanya kan mereka bertiga mandi di sini?" wanita tadi masih penasaran.

"Iyaa....wanita mana sih yang rela dimadu? Lama-lama Ken Dedes juga cemburu dengan Ken Umang apalagi dia lebih sayang dengan anaknya daripada dengan Anusapati darah daging Tunggul Ametung," sang wanita tadi cuma manggut-manggut.

0 0 0


Di sudut timur patirtan Wendit Lanang, tepat di bawah pohon lo, Ken Dedes tanpa sehelai benang pun duduk semedi serta dengan ilmu amamadhang yang dikuasainya terus menghening cipta melepas semua beban hidupnya dicampakkan sang kekasih hati yang telah dipercaya menghabisi lelaki yang telah merudhapeksa dirinya ke Tumapel. Ditambah lagi keluhan Anusapati, sang buah cinta dari lelaki laknat, merasa diabaikan hidupnya oleh Ken Arok bapa sambungnya.

Mentari hampir di atas ubun-ubun kala Ken Dedes keluar dari tapa kumkum dengan sebuah senyuman yang sering tersungging di bibirnya walau penderitaan di antara kecantikannya selalu menyertai hidupnya.

"Ibu....," sapa Anusapati.

Sebuah senyuman kembali tersungging di bibir Ken Dedes, lalu terucap suar lirih,"Setelah perkawinanmu...."

Anusapati menatap tajam mata ibunya yang sayu lalu undur diri.

0 0 0

Di patirtan Watu Gedhe, Ken Umang merasa gelisah tanpa kehadiran Ken Dedes yang sering menunjukkan mata kecemburuan padanya kala mandi bersama.

"Kang, aku tak mau sulung kita, Tohjaya jadi dendam turunan Tunggul Ametung...," keluh Ken Umang pada Ken Arok.

"Semua akan jadi tanggungjawabku...," jawab Ken Arok sambil mencium dahi Ken Umang.

Ken Umang hanya diam saja, ia merasa dirinya terlalu rendah di depan Ken Dedes, sang nareswari putri Mpu Purwa yang telah menghantar Ken Arok menjadi penguasa Tumapel. Ciuman dan kemesraan Ken Arok pada dirinya tak pernah memberi ketenangan.

0 0 0

Jemuwah Wage, tak seperti biasanya, Desa Tirtomoyo ramai sekali. Padahal ini bukan hari pasaran di mana banyak pedagang dan petani berkumpul di lapangan desa untuk jual beli hasil pertanian dan peternakan.  Namun di salah satu sudut desa, sebuah joglo sederhana tampak ramai dengan hiruk pikuk sebagian wadyabala Singhasari yang mengawal Ken Dedes untuk menghantar Anusapati menuju sang pujaan hati yang akan dijadikan istrinya.

"Ibu, mohon restumu....," sungkem Anusapati.

"Restuku ada padamu. Cintailah istrimu sebagai permaisuri. Jadilah raja atas hidup dan keluargamu. Jangan seperti Ken Arok begundal itu..." bisik Ken Dedes.

"Mengapa ia tak hadir?" tanya Anusapati.

"Ia takut karena tahu hari kematiannya segera datang bersamamu....," ucap Ken Dedes sambil melirik Tohjaya yang ikut hadir menghantar Anusapati, kakaknya beda ibu.

Tohjaya hanya menundukkan kepala namun dadanya bergolak dan ingin segera menangkap Anusapati dan membantingnya di depan Ken Dedes. Hanya kejantanannya sebagai seorang putra Sang Amurwabhumi yang meredam semua prahara yang akan terjadi.

Tohjaya teringat akan ucapan bapanya,"Semua akan jadi tanggungjawabku...."

Sawojajar,

20 Desember 2019, 22.02

Kisah ini dikembangkan dari Kitab Pararaton dengan imajinasi perubahan tempat dan peristiwa perkawinan Anusapati.

Patirtan adalah mata air yang dipercaya dan diyakini sebagai tempat mandi dan bersemedi keluarga para raja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun