Mohon tunggu...
Ardy Firmansyah
Ardy Firmansyah Mohon Tunggu... Freelancer - Mencari candu yang baru | Surat-surat Nihilisme

Lagi belajar nulis di Kompasiana~

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

'Anjay' dan Umpatan yang Tidak Akan Ada Habisnya

2 September 2020   13:31 Diperbarui: 2 September 2020   13:34 324
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok. Pribadi diolah dari PicSay Pro

"Umpatan adalah bumbu percakapan yang nikmat."

Siapa sih yang masalahin kata 'Anjay'! Dasar Alay! tuh kan lega banget habis nulis itu hahaha.

Bukan bermaksud membenarkan perilaku yang sering ngomong kotor kalau lagi nongkrong ataupun merundung, tapi di setiap budaya saat sedang berkumpul dengan teman-teman dekat, kata-kata umpatan itu pasti akan muncul dengan sendirinya. Menandakan sebuah keakraban dan digunakan sebagai bumbu percakapan.

Fenomena kata 'Anjay' yang bermasalah, tidak bermoral-lah atau barangkali jadi sebuah dosa kalau sering diucapkan, membuat saya berpikir, "selama ini saya berdosa dong". Meski saya tahu secara dasar itu adalah tugas Malaikat dan Tuhan sih.

Mungkin menurut moralitas beberapa orang, mengumpat itu bukan hal yang baik. Tetapi menurut beberapa yang lain mengumpat itu biasa saja dalam kehidupan sehari-hari. Bisa saja maksud si Lutfi Agizal adalah memperjuangkan 'moral' dan 'nilai' yang ia percayai.

Mungkin ia ingin mengubah 'dunia bersosialisasi' orang Indonesia yang berwarna 'hitam dan abu-abu' sesuai dengan 'moral' dan 'nilai' naifnya. Semuanya jadi putih dan suci. Niatnya baik tapi serasa dia masih bocah polos.

Bisa saja menurutnya di dalam dunia ini hanya ada hitam dan putih. Dan menurut dia, dengan 'memutihkan' cara berinteraksi orang-orang Indonesia melalui larangan penggunaan kata 'Anjay' itu semua bisa diselesaikan. Atau mungkin ia pernah tersakiti dengan kata 'Anjay', merasa terluka ataupun jijik. Lalu pengalaman personalnya itu dibawa untuk mempermasalahkan suatu hal yang tidak perlu dipermasalahkan?

Unfaedah syekali~

Padahal penggunaan kata harus disesuaikan dengan tempat (lingkungan) dan juga konteks. Selain itu masih banyak kata lain yang bisa dibuat sebagai umpatan.  Bahkan kata yang berkonotasi baik, bisa digunakan sebagai ejekan. Coba cek saja artikel "Pohon Kata Bernama Anjing" dari bang Khrisna, sudah lengkap membahas hal itu. Artikel bahasa yang paripurna, hewhew.

Jika permasalahannya bukan sebuah kata, namun perilaku atau penggunaan kata itu sendiri. Berarti yang menjadi isu disini adalah manusianya. Manusia yang berusaha untuk menyakiti orang lain, dalam hal ini mengumpat.

Perilaku mengumpat sendiri bisa dikategorikan sebagai agresi verbal atau perundungan jika ditujukan (niat) untuk menyakiti orang lain. Terus, bagaimana jika orang tersebut (subjek dan objek) tidak merasa tersinggung?

Ya santai, berarti itu baik-baik saja. Namun perlu dilihat juga konteksnya, misal di sekolah ada sekumpulan siswa mengejek siswa lain meskipun siswa tersebut baik-baik saja, tetap perlu tindakan lebih lanjut, seperti mencari sumber masalah atau alasan dibalik terjadinya kejadian itu dan memberi nasihat ataupun hukuman. Tindakan preventifnya adalah membuat peraturan tertentu yang membuat siswa tidak menggunakan kata-kata kasar, dan pastinya itu sudah ada sejak dulu di sekolah-sekolah

Contoh yang lain, seorang supersivor pabrik mengeluh kepada para bawahannya, karena kerjanya tidak becus sehingga tidak bisa terselesaikan sesuai jadwal. Supersivor itu pun menggunakan kata-kata kasar untuk mengekspresikan kemarahannya kepada para bawahan. Jika para bawahannya sudah memahami dan terbiasa kalau si supersivor ketika marah sering mengumpat, ya itu normal dan tidak masalah.

Agresi verbal yang sama dengan perilaku agresi lain dilihat dari niat si pelaku dan perasaan sakit hati korban. Jika mengumpat dikategorikan sebagai agresi verbal ataupun verbal abuse, lebih mudah untuk meninjaunya dari kedua hal tersebut.

Namun permasalahannya adalah, mengumpat terkadang bukan sesuatu yang diniatkan dan secara spontan saja keluar. Tapi bagaimana sesuatu yang tidak diniatkan ini bisa menyinggung banyak orang? Sampai (Ehem) Lutfi Agizal terganggu dengan kata 'Anjay'.

Sepertinya terjadi bias moral, bahwa kita selalu melihat kejadian atau peristiwa terlalu sederhana. Terutama dalam hal ini adalah permasalahan interaksi sosial di masyarakat (yang itu pastinya relatif tapi juga kompleks). Pelarangan penggunaan kata umpatan seperti 'Anjay' tidak bisa menyelesaikan permasalahan etika dan sopan santun. Dan  bisa saja hal itu (etika dan sopan santun) yang diresahkan oleh Lutfi Agizal.

Mengumpat itu salah satu cara manusia dalam berekspresi. Tapi ketika mengekspresikannya harus tahu konteks dan tempat. Mengumpat itu sudah menjadi hal yang biasa dalam interaksi sosial dan bisa dimaknai dengan 'kejujuran' saat merespon suatu hal. 

Jika permasalahan etika dan sopan santun bisa diselesaikan dengan menghapus suatu kata umpatan, hanya untuk membuat orang tidak tersinggung dan tersakiti hatinya, itu terlalu berlebihan. 

Kata umpatan itu tidak akan ada habisnya, apalagi makna mengumpat itu adalah berkata 'kasar'. 'Kasar' ini menurut siapa? yang mendengar kan? yang merasa tersinggung kan? 

Kenapa kok gak kata 'aduh','dasar', 'jelek', 'hitam', 'kotor', 'gemuk', 'kurus', 'putih'? Huffft. Bahkan menurut saya, nama buah saja itu bisa menyinggung lho jika dilabelkan ke orang lain. Jangankan itu, teriak saja, hanya teriak gak jelas ,orang bisa merasa sakit hati! 

Mungkin ini adalah agenda terselubung, untuk merusak 'freedom of speech'. Bahaya banget, kalau semua kata umpatan itu dilarang dan yang menilai kata umpatan itu hanya orang yang tersinggung saja. Bisa merusak kebebasan berbicara. Maaf, bukan hanya berbicara, mengeluarkan suara saja mungkin bisa membuat orang hatinya tersayat-sayat! 

Tidak akan ada habisnya jika makna dari kata umpatan atau makian hanya dinilai dari orang yang tersinggung. Gak akan selesai-selesai. Mungkin bisa selesai sih, kalau bahasa dihapuskan dari muka bumi, jadi kita kembali kayak orang purba. 

Oh, sebentar? Apakah ini bukan hanya agenda untuk merusak 'freedom of speech'? Tapi juga mengembalikan interaksi sosial ke zaman dinosaurus? Konspirasi syekali~

Udahlah, makanya main yang jauh, anjay!  Jangan moral naifmu aja yang tinggi, tapi luaskan interaksimu jugaaa~ Hal ginian dibikin masalah, Anjay banget dah! 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun