Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Artikel Utama

Pohon Kata Bernama Anjing

31 Agustus 2020   11:59 Diperbarui: 2 September 2020   10:20 3413
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: superawesomevectors.com

Ada sebuah pohon bernama anjing. Darinya muncul dahan bernama anjir dan ranting bernama anjay. Mana yang paling setia dan purba? Anjir dan anjay boleh datang dan pergi, anjing akan selalu ada dan setia.

Saya agak terperanjat tatkala mengetahui bahwa Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), Minggu (30/8/2020), menyerukan larangan menggunakan kata "anjay". Saya terperanjat karena kata anjay, dalam rilis yang beredar luas di media sosial, ditengarai dapat merendahkan martabat manusia. Lebih terperanjat lagi karena pengguna kata anjay dapat dikenai pidana.

Baiklah. Izinkan saya membuat pengakuan dulu. Pertama, saya tidak terlalu gembira dengan pelarangan kata anjay. Kenapa? Setidaknya ada 69 lema dalam KBBI V yang tergolong ragam kasar. Itu baru yang ada di dalam KBBI, belum terhitung yang berkembang di kalangan pengguna bahasa Indonesia. Kenapa cuma anjay yang dilarang jika fondasi pelarangannya adalah perendahan martabat manusia?

Kedua, saya tidak terlalu setuju pada pelarangan kata anjay. Kenapa? Itu perbuatan sia-sia. Percuma. Tiada guna. Sia-sia karena tidak akan menyelesaikan masalah perisakan dan perundungan terhadap anak-anak. Percuma karena perundung bisa menukar kata anjay dengan kata yang lain. Tiada guna karena sebenarnya yang mesti dilakukan adalah mencari cara untuk menghentikan kebiasaan merundung.

Lagi pula, apa salah anjing, anjir, dan anjay? Anjing itu binatang yang lucu, menggemaskan, dan setia. Malah ada anjing yang lebih merindu dibanding manusia. Ada juga yang kesetiaannya melampaui kesetiaan manusia. Hachiko, misalnya. Saya sekadar memberikan satu contoh. 

Dokumen Olah Pribadi
Dokumen Olah Pribadi
Supaya Sobat Pembaca tidak berburuk sangka atas dua pengakuan saya di atas, berikut saya jabarkan alasan saya secara gamblang.

Asu. Babi. Bajing. Bangsat. Buaya. Bulus. Cebong. Celeng. Curut. Jangkrik. Kadal. Kambing. Kampret. Kebo. Lintah. Monyet. Udang. Ular. Itu semua nama binatang yang sering dipinjam manusia untuk mengumpat. Itu semua kasar jika konteksnya adalah membuat orang lain tersinggung, lalu sakit hati, lalu martabat orang yang tersinggung itu merasa direndahkan.

Bahlul. Bebal. Bego. Beloon (bloon). Bodoh. Bolot. Buta. Cetek. Congek. Culun. Dongok. Dungu. Goblok. Idiot. Kopet. Najis. Pandir. Pelit. Pilon. Plonga-plongo. Tolol. Tuli. Itu semua kata sifat yang sering digunakan oleh manusia untuk menghina. Itu semua kasar jika konteksnya adalah membuat orang lain marah, lalu makan hati, lalu derajat orang yang marah itu merasa direndahkan.

Bacot. Butuh. Cangkem. Congor. Cukimai. Kontol. Lambe. Ndas. Memek. Mulut. Pelir (peler). Tempik. Titit. Itu semua nama anggota tubuh yang sering dipakai oleh manusia untuk memaki. Itu semua kasar jika konteksnya adalah membuat orang lain meradang, lalu memendam dendam, lalu harkat orang yang meradang itu merasa direndahkan.

Hanya sebegitu? O, tidak. Manusia itu berakal jadi pasti banyak akal untuk menumpahkan rasa sebal yang berkecamuk di dada. Bapakmu, misalnya, bisa berkonotasi umpatan jika diujarkan sebagai ungkapan kejengkelan, kedongkolan, atau kemarahan. Begitu juga dengan ibumu. 

Malahan, manusia juga sering meledakkan kemarahannya dengan membawa-bawa makhluk halus. Setan lu, misalnya. Dasar iblis, misalnya lagi. Pendek kata, manusia tidak akan berhenti memuaskan dahaga atas kemarahannya lewat penggunaan makian dan umpatan. Tidak akan. Kata ini dilarang, manusia pakai kata itu.

Kenapa bisa seperti itu? Efektivitas peluapan emosi. Sangatlah sukar bagi orang yang tengah marah untuk menggunakan kalimat panjang dengan unsur kalimat yang lengkap, utuh, dan sesuai dengan kaidah kebahasaan. Itu sama seperti mencari uban di kepala bocah berusia lima tahun.

Manakala kita tersinggung dan kesal luar biadab, gerbang gudang kosakata kita tidak terbuka lebar. Hanya terkuak sedikit. Tidak heran jika kita sukar mengungkapkan kemarahan dengan kalimat utuh. Saya sangat marah mendengar kata-kata yang kamu ucapkan tanpa mengindahkan perasaan saya. Aduh, coba saja sendiri menggunakan kalimat seperti itu kalau tengah marah. Pasti lebih enak menggunakan: Anjing!

Tatkala orang-orang lebih berkutat pada makna negatif kata anjing dan abai pada makna positifnya, anak-anak muda yang terlampau kreatif kemudian mengubah anjing menjadi anjir. Merasa unsur kasar pada anjir masih sangat kentara, muncul inovasi kata bernama anjrit dan anjay. Ini dia. Tidak selamanya anjing, anjir, anjrit, dan anjay itu bermakna buruk atau busuk.

Dokumen Olah Pribadi
Dokumen Olah Pribadi
 

Apakah saya membenarkan perisakan atau perundungan dengan menggunakan kata "anjay"? Tidak begitu, Sobat. Saya hanya ingin menunjukkan bahwa banyak kata selain anjay yang bisa digunakan oleh manusia, termasuk anak-anak, untuk merisak atau merundung orang lain.

Ketika Komnas PA melarang penggunaan kata anjay, anak-anak bisa menggunakan bangsat, bangke, setan, atau taek. Artinya, bukan kata tertentu yang mesti dilarang. Bukan. Tindakan seperti itu tiada berbeda dengan melihat curut berkeliaran di dapur lantas kita bakar dapur di rumah kita. Dapur terbakar, curut entah lari ke mana.

Titik masalahnya bukan pada kata yang digunakan, melainkan pada bagaimana kita menggunakan kata. Tatkala kita memilih kata, kita mesti mempertimbangkan makna konotasinya. Kita juga harus tahu (1) situasi apa yang sedang terjadi, (2) dengan siapa kita berkomunikasi, dan (3) media apa yang kita gunakan untuk berkomunikasi.

Dalam sebuah surat resmi, misalnya, penggunaan "kamu" saja bisa dianggap kasar. Ambil contoh seorang menteri mengirim surat kepada seorang gubernur dan menginstruksikan, "Kamu harus segera melaksanakan kegiatan agar anggaran bisa terserap dengan baik."

Lebih celaka lagi apabila pengguna kata anjay akan dipidana. Bagaimana jika bocah berusia empat tahun yang, entah bagaimana caranya, mengatakan "anjay" kepada ibunya? Apakah bocah itu akan kita pidana? Di sisi lain, bocah yang tengah belajar berbicara itu boleh jadi meniru orangtuanya atau latah gara-gara tontonan di gawai.

Mari kita menyelam lebih dalam. Apakah pelarangan penggunaan kata anjay otomatis menghentikan perilaku perisakan? Rasa-rasanya mustahil. Perisakan, entah daring entah luring, bisa terjadi setiap saat, dilakukan oleh siapa saja, dan dengan cara apa saja.

Ingat, meludah saja pada kondisi dan situasi tertentu dapat dianggap tindakan yang merendahkan atau melecehkan martabat orang lain. Bersiul di kamar mandi bisa kita sebut hiburan, bersiul ketika ada seseorang yang melintas di depan kita dapat dianggap sebagai penghinaan atau pelecehan.

Orangtua, institusi pendidikan, dan lembaga negara--seperti Komnas PA atau KPAI--mestinya menilik pangkal masalahnya. Cari akar perkara, bongkar akar itu, lalu temukan cara untuk mengobati "penyakit mental" yang membuat akal budi kita tercemari ketakmanusiawian.

Agak susah juga karena selama ini kita tidak menganggap bahasa dan kebahasaan sebagai sesuatu yang patut diperhatikan. Pembelajaran bahasa Indonesia begitu-begitu saja. Metode dan materi tidak berkembang, sementara zaman terus bertumbuh.

Cobalah sesekali berkunjung ke warnet. Pura-pura saja mengetik atau meramban data. Perhatikan dengan saksama anak-anak atau remaja yang sedang bermain. Anjing dan seluruh keluarganya akan keluar dari persembunyian. Begok dan familinya berhamburan. Kontol dan kerabatnya bermunculan.

Apakah saya sedang menggunakan bahasa yang kasar? Ya. Itu betul. Akan tetapi, saya sekadar ingin menunjukkan fakta. Saya tidak sedang mengata-ngatai siapa pun. Saya juga tidak sedang mengumpat siapa pun. Dengan kata lain, saya mencoba mengajak semua pihak untuk melihat dari sudut pandang berbeda. Jangan sampai kita ngotot berkutat pada kata anjay, sementara perisakan terus berjalan.

Pada hakikatnya kata anjay justru muncul karena kebiasaan manusia menghaluskan kata-kata yang berkonotasi kasar. Istilahnya, eufemisme. Sementara itu, kita juga mengenal kebiasaan mengasarkan kata-kata yang berkonotasi halus agar permintaan, pelarangan, atau perintah lekas dituruti. Istilahnya, disfemisme. 

Anjay adalah ranting dari dahan bernama anjir, sedangkan anjir sebatas dahan dari pohon bernama anjing. Jika anjay dilarang, anjir dan anjing juga mesti dilarang. Anjay dan anjir terhitung ragam cakapan. Belum terekam juga ke dalam KBBI. Selain anjay, ada puluhan kata yang berkaitan dengan anjing.

Dokumen Olah Pribadi
Dokumen Olah Pribadi
Kalaupun ada pihak yang bersikeras melarang penggunaan kata anjay, sebaiknya larang pula kata-kata lain yang berkonotasi kasar, dapat merisak dan merundung orang, serta ditengarai berpotensi merusak mental dan moral anak bangsa.

Cakupan merusak mental dan moral anak bangsa malah jauh lebih luas. Profesi saja bisa jadi bahan olok-olok bagi perundung. Contoh kasus, beberapa waktu lalu ada pendengung yang menganjurkan agar petani beralih profesi agar sejahtera. Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa saja cukup potensial untuk memojokkan dan mengurung para guru agar berbakti saja tanpa memedulikan gaji.

Sia-sia kita tebang pohon kata bernama anjing itu selama mental merisak, mengumpat, dan mencaci masih menjadi bagian kental dari mental busuk kita. Sekalipun anjay dilarang, kata-kata lain akan lahir dari bibir para perisak, pengumpat, atau pencaci. Coba simak contoh penutup di bawah ini.

Wahai jomlo, keluarlah dari sarang luka kalian. 

Kata jomlo juga punya kans merisak. Anjay!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun