Mohon tunggu...
Ardy Firmansyah
Ardy Firmansyah Mohon Tunggu... Freelancer - Mencari candu yang baru | Surat-surat Nihilisme

Lagi belajar nulis di Kompasiana~

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Pandangan Sebelah Mata Pekerja terhadap "Job Seeker"

3 Maret 2020   13:27 Diperbarui: 4 Maret 2020   02:08 273
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Job seeker, sudah sulit cari kerja masih juga dapat nyinyiran dari mereka yang sudah bekerja| Sumber dari fizkes/Shutterstock

Job Seeker, jalanmu memang tidak mudah. Sudah melamar sana-sini masih belum dipertemukan dengan jodohmu alias perusahaan.

Tapi mau bagaimana lagi yang penting kamu tetap berjuang. Meski sudah begitu, masih saja ada orang-orang yang memandangmu sebelah mata. Terutama orang-orang yang lebih tua dan pastinya sudah mendapatkan pekerjaan.

"Kenapa gak coba perusahaan ini?"

"Di luar kota aja, enak kan gajinya lebih besar."

"Jangan di sini-sini aja lamar kerjanya."

"Belum dapet kerja? Lamar aja lowongan yang menerima segala jurusan, gitu kok ribet."

Dan sejenisnya. Pokoknya mereka ngasih motivasi semangat kerja tapi ujung-ujungnya mereka kadang terlihat meremehkan para job seeker ini. Kira-kira apa yang membuat beberapa orang yang sudah bekerja itu memandang sebelah mata para job seeker?

Bagi Mereka yang Sudah Bekerja, Terkadang Akan Berpikir jika Mendapat Pekerjaan itu Mudah

"Om Lho bisa cepet kerja, masak kamu gak bisa?!"

"Belum dapet kerja? Si A belum satu bulan dari wisuda, udah kerja di Perusahaan Tambang."

"Cari kerja sekarang gampang toh dek. Kok gak dapet-dapet. Sepupumu aja udah kerja lho."

"Mbak dulu satu bulan udah dapet, kok kamu susahnya minta ampun keterimanya."

Mereka kadang lihat kalau mendapatkan pekerjaan itu mudah. Hal ini mungkin karena lowongan pekerjaan semakin banyak dan mudah di akses. Apalagi dengan adanya lowongan kerja yang berhamburan di media sosial.

Mungkin mereka berpikir kalau ngelamar sekali, langsung dipanggil wawancara gitu ya? Atau mungkin saja para pekerja ini emang dapet pekerjaannya cepat. Sehingga terheran-heran kalau liat yang lain kayak susah banget dapat pekerjaan.

Mereka sampai lupa kalau melamar pekerjaan juga ada seleksinya. Sampai mudah banget untuk mengatakan hal yang mungkin bisa menyinggung hati si job seeker ini. Sudah usaha masih dinyinyirin aja. Huft, Sabar. Semua ada waktunya toh.

Prasangka "Malas" dan Tidak Mau Berusaha

"Ga dapet kerja kamu toh? Males aja kamu mungkin."

"Kurang usaha dan latihan kamu, keliatan gagal terus pas interview."

"Masak psikotes gagal? Emang ga belajar ta? "

"Aku dulu pas psikotes dan interview latihan dulu. Alhamdulillah lancar terus keterima. Si A mungkin langsung seadanya kalau ke perusahaan sih ya kan? Pantes, gagal."

Masih ada yang nyinyiran. Padahal kalau gak lolos mungkin ya gak sesuai kualifikasi aja. Para job seeker sudah usaha sebaik dan semaksimal mungkin. Wajarnya sih sudah melakukan persiapan yang baik dan matang sebelum wawancara ataupun psikotes.

Tapi ya, masih ada yang komentar, kalau si job seeker ini malas dan kurang latihan dengan membandingkan dirinya (pekerja) yang sudah sukses mendapatkan pekerjaan sebagai tolak ukurnya.

Para pekerja berprasangka jika para job seeker ini kurang persiapan, kurang usaha dan pemalas. Padahal pada buktinya cuma tidak sesuai sama kualifikasi pekerjaan di perusahaan yang di lamar.

Terlepas dari kemungkinan job seeker bisa jadi sesuai dengan prasangka tersebut. Lebih tepat jika disebut perusahaannya belum berjodoh atau belum waktunya diterima di perusahaan yang didambakan. Itu lebih sesuai daripada berprasangka buruk kan?

Perusahaan Berbeda dengan Sekolah
Hal ini sudah aku singgung sedikit di artikel saya yang berjudul "Derita Sarjana yang Tidak Kompeten". Mereka yang berbicara jika mendapatkan kerja itu mudah karena sudah berstatus " pekerja" mungkin belum mengerti analogi ini. Dan ingat bahwa proses seleksi perusahaan itu memang ketat.

Mungkin untuk perusahaan skala nasional atau perusahaan besar, yang melamar bisa sampai ribuan untuk satu posisi. Lalu diterima mungkin puluhan untuk psikotes. Lalu lanjut tes wawancara. Dan yang diterima mungkin hanya satu. Iya satu lho untuk satu posisi.

Beda banget sama sekolah, kalau daftar mungkin ada 3000 anak terutama di sekolah favorit dan yang keterima mungkin bisa sampai 100 atau 200 di setiap angkatan. At least kalau daftar, persentase diterimanya besar, dan gak cuma satu aja yang keterima seperti perusahaan.

Semakin tinggi jenjang dari sekolah dan kuliah memang tingkat kompetisinya jadi meningkat. Apalagi ke dunia pekerjaan yang mungkin dalam satu posisi atau jabatan hanya diterima 1 orang saja. Ya, memang kenyataan itu seperti itu. Terbayang kan sulitnya masuk dunia kerja?

Untuk Jobseeker, Gagal itu Wajar Asal Lakukan Evaluasi Diri secara Rasional
Ditolak lamaran berkali-kali, itu memang biasa. Tapi yang terpenting adalah jangan menyerah dalam berusaha. Dan lakukan evaluasi diri dengan baik.

Jangan sampai kamu melakukan evaluasi yang irasional seperti,

"Aku kan Introvert, makanya aku grogi pas wawancara."  atau "Aku kan gak tau kerjaannya, makanya aku gak bisa jawab jobdesk posisi itu kayak mana."

Berarti di sini memang kamu terlihat kurang persiapan, kurang usaha dan terkesan "malas" kan? Lebih baik evaluasi apa saja kekurangan terkait saat wawancara dan psikotes yang sebelumnya. 

Atau mungkin perbaiki informasi di CV kamu seperti menambah skill, pengalaman organisasi sampai penampilan CV tersebut agar terlihat menarik.

Aku juga pernah baca sekilas buku dari Alvi Syahrin yang berjudul Jika Kita Tak Pernah Jadi Apa-Apa. Disitu ada cerita seseorang yang belum mendapatkan pekerjaan selama 3 tahun. 3 tahun lho bayangin!

Tapi yang aku salut adalah dalam cerita tersebut ia tetap mempelajari hal-hal baru untuk menambah kemampuannya di waktu 3 tahun itu. Meski ia pada saat itu merasa seperti percuma melakukan kegiatan itu.

Sampai pada suatu saat ia mencoba untuk melamar pekerjaan lagi dan diterima. Ia pun menjelaskan bahwa semua orang mempunyai waktu masing-masing dan apa saja yang ia pelajari untuk mengembangkan skill selama tiga tahun tersebut bukan lah hal yang sia-sia.

Jadi dari sini yang mau saya sampaikan adalah jangan berhenti berharap dan teruslah berusaha. Tidak ada hal yang terbuang sia-sia, kecuali kamu mengambilnya sebagai pelajaran yang berharga. Tetap semangat kawan!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun