Mohon tunggu...
Ardy Firmansyah
Ardy Firmansyah Mohon Tunggu... Mencari candu yang baru | Surat-surat Nihilisme

Lagi belajar nulis di Kompasiana~

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

"Si Kaya Nikahi Si Miskin", Solusi Atasi Kemiskinan Layaknya Sinetron Indonesia

20 Februari 2020   19:57 Diperbarui: 21 Februari 2020   13:32 1727
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi dari thebalance.com

Baru-baru ini, Menko PMK Muhadjir Effendy memberikan usulan kepada Menteri Agama untuk membuat fatwa terkait orang kaya menikahi orang miskin. Beliau menyampaikan, hal ini agar bisa menjadi salah satu cara untuk memutus rantai kemiskinan di Indonesia.

Muhadjir menyatakan jika fatwa ini perlu dikeluarkan, sebagai solusi mengatasi persoalan kemiskinan. Dilansir CNN, Beliau juga menyatakan

"Jadi kalau ada ajaran agama mencari jodoh yang se-kufu ya otomatis yang miskin cari yang miskin. Karena sama-sama miskin lahirlah keluarga miskin baru, inilah problem di Indonesia"

Ini menarik, usulan pernikahan "lintas ekonomi" terkesan seperti tema yang sering muncul di sinetron-sinetron Indonesia. Kalau saja ini benar-benar direalisasikan apakah menjadi cara yang manjur ya untuk diterapkan dalam mengatasi kemiskinan?

Layak di Sinetron, Tapi Belum Tentu di Dunia Nyata

Sinetron-sinetron di Indonesia seringkali melihat problem perempuan desa miskin yang sedang memiliki kerumitan dalam permasalahan hidupnya. Lalu datanglah seorang laki-laki konglomerat yang sedang mencari lahan baru untuk membuat perusahaan.

Entah bagaimana alurnya si cowok kaya ini bertemu dengan cewek desa, meskipun tak jarang awalnya bertengkar selanjutnya mereka berdua jatuh cinta dan menikah.

Tapi coba lihat di sinetron Indonesia, waktu tayangnya paling lama mungkin hanya satu jam, jika film mungkin dua jam. Konflik yang diperlihatkan mungkin tidak lebih dari 30 -- 45 menit, lalu mereka berdua hidup bahagia di akhir ceritanya kan?

Yang saya highlight di sini, adalah betapa singkatnya problematika kehidupan seorang yang miskin diselesaikan hanya dalam waktu satu sampai dua jam saja. Meskipun di akhir cerita terlihat bahagia, setelah sinetron dan film selesai belum tentu hidup makmur selamanya kan?

Apalagi di terapkan dalam kehidupan nyata, belum tentu ini menjadi solusi yang pas untuk mengatasi kemiskinan. Ikatan pernikahan itu sakral dan butuh komitmen yang gak main-main, sepanjang hidup loh.

Tiba-tiba disuruh si kaya menikahi si miskin ini kan aneh? Menikah itu gak bisa dipaksakan atau dijodohkan begitu saja. Coba berpikir, ada hal yang mendasar dalam permasalahan ini sebenarnya.

Lapangan Pekerjaan dan Kerja Nyata untuk Atasi Kemiskinan, Bukan Menikah

Jika lapangan pekerjaan banyak tersedia untuk orang-orang yang memiliki status ekonomi rendah. Maka ini bisa menjadi akses untuk mereka agar memperbaiki kehidupan lebih baik. Lalu pelatihan wirausaha juga diperlukan agar ekonomi desa yang miskin bisa semakin maju.

Dengan adanya kerja nyata dari orang-orang yang mengalami kemiskinan dalam merubah hidupnya dan diberikannya fasilitas dari pihak lain untuk membuka suatu usaha, maka ini bisa jadi hal bagus daripada sekedar menjodohkan sang anak dengan konglomerat.

Kalau asal menjodohkan si kaya dan si miskin terusnya hidupnya bahagia enak juga sih. Tapi kembali lagi, mereka pada mau gak? Apalagi dalam pernikahan ada rasa suka dan cinta dulu yang harus dibangun. Belum lagi kalau ada konflik, kalau menikah cuma untuk memenuhi kebutuhan finansial, bisa cepat bubar tuh alias cerai.

Daripada solusi yang masih belum tentu kayak gini, mending buka lapangan pekerjaan yang banyak biar bisa kerja semua terus ekonomi keluarga membaik, bukan asal jodohin sang anak!

Kritik dan Saran Terbuka untuk Tulisan Ini

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun