Mohon tunggu...
Ardi Winangun
Ardi Winangun Mohon Tunggu... Wiraswasta - seorang wiraswasta

Kabarkan Kepada Seluruh Dunia

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Regenerasi Parpol Mandeg, Oligarki Tercipta

12 September 2019   07:09 Diperbarui: 12 September 2019   07:11 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Di bulan Agustus 2019, dua partai politik (Parpol) besar, pendukung Presiden Joko Widodo, dan mempunyai basis massa yang kuat, yakni PDIP dan PKB menggelar kongres dan muktamar. 

Entah mereka menyelenggarakan acara lima tahunan itu sambil berwisata maka tempat penyelenggaraan yang dilakukan di tempat yang sama, Bali. Hasil dari kongres atau muktamar itu tak ada yang baru dan hasilnya sudah diketahui jauh-jauh sebelum acara itu digelar, yakni tetap terpilihnya ketua lama menjadi ketua umum partai. 

Dalam Kongres V PDIP, Megawati didukung bulat oleh peserta untuk tetap menjadi ketua umum partai berlambang banteng moncong putih itu. Hal serupa juga terjadi dalam Muktamar 2019 PKB, seluruh pengurus daerah tetap menginginkan Cak Imin sebagai Ketum PKB.

Terpilihnya mereka kembali memang sah, atas kemauan anggota dan tidak menyalahi aturan yang ada dalam AD/ART yang mereka jadikan pedoman. Dalam pengertian demokrasi dari kata dasarnya pun, terpilihnya mereka tidak bertentangan, yakni suara mayoritas suara yang menentukan. Sehingga dari sini kongres dan muktamar yang ada tidak mempunyai masalah dari segi hukum dan pengertian dari kata demokrasi.

Dalam era reformasi, kebebasan masyarakat dalam menyuarakan pendapatnya memang sangat luar biasa keberadaannya. Suara mereka seolah-olah menjadi kekuatan tunggal yang bisa menentukan arah dan menggiring pendapat umum hingga akhirnya menjadi sebuah capaian yang tercapai. 

Namun terkadang sangat disayangkan, suara yang menentukan itu terkadang jauh dari sesuatu yang ideal dan mengabaikan dari etika yang ada. Akhirnya yang terjadi adalah apa yang mereka lakukan itu membawa dampak yang buruk dari keberadaan demokrasi itu sendiri, ke depannya.

Kalau kita amati, terutama di PDIP, sejak partai ini dideklarasikan, posisi ketua umumnya tak pernah tergantikan. Dari pertama hingga saat ini adalah Megawati Soekarnoputri. Pun demikian Cak Imin juga menjadi ketua partai itu terbilang cukup lama, hampir 15 tahun atau 3 periode. 

Seseorang 'langgeng' menjadi ketua umum Parpol, bisa jadi mereka tidak salah, sebab tidak ada aturan yang dilanggar dari AD/ART dan adanya dukungan nyata dari akar rumput di partai itu sendiri. Namun hal yang demikian mengakibatkan demokrasi yang ada di Parpol menjadi oligarki.

Mengapa demokrasi yang ada di Parpol menjadi oligarki? Di sini ada beberapa faktor yang menyebabkan kondisi itu tercipta, pertama, ada anggapan sosok yang ada merupakan sosok dari keturunan dari orang-orang besar, kuat, dan suci. 

Bila di negara monarki raja dianggap keturunan dari para dewa maka dalam sistem oligarki sosok yang ada dianggap sebagai pelanjut dari keluarga yang dulu dianggap mempunyai jasa besar kepada bangsa dan organisasi, bisa pula karena kekayaan (para baron), juga bisa tercipta karena etnis yang unggul. 

Hal-hal yang demikian meski sudah berada di tengah masyarakat yang terdidik, cerdas, dan berpengetahuan tinggi; tetap hidup subur dan bersemai. Buktinya masyarakat seolah-olah menganggap hal yang demikian sebagai sesuatu yang wajar dan diterima. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun