Mohon tunggu...
Ardiansyah
Ardiansyah Mohon Tunggu... Ilmuwan - Pendidik

Belajar-Lakukan-Evaluasi-Belajar Lagi-Lakukan Lagi-Evaluasi Kembali, Ulangi Terus sampai tak terasa itu menjadi suatu kewajaran. Mengapa? Karena Berfikir adalah pekerjaan terberat manusia, apakah anda mau mencoba nya? Silahkan mampir ke : ruangkara.id

Selanjutnya

Tutup

Roman Artikel Utama

Senandung Rindu di Langit Senja (Bagian Pertama)

15 Februari 2024   07:00 Diperbarui: 3 Maret 2024   17:23 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi senja. (Kompas.com/Anggara Wikan Prasetya)

Senja mewarnai langit dengan sapuan jingga yang memukau. Di sebuah kafe kecil dengan jendela yang menghadap langsung ke panorama indah itu, duduklah seorang wanita bernama Laras. 

Matanya yang teduh menerawang jauh, menikmati setiap gradasi warna yang terlukis di langit. Di tangannya, secangkir teh chamomile hangat menemani keheningan sore ini.

Pikiran Laras melayang jauh, teringat akan masa lalunya. Lima tahun lalu, di kafe yang sama, dia bertemu dengan cinta pertamanya, Bima. Senja kala itu sama indahnya dengan yang dia lihat sekarang. Tawa mereka beradu, cerita mengalir tanpa henti, dan rasa cinta bersemi di hati mereka.

Namun, takdir berkata lain. Bima harus pergi ke luar negeri untuk melanjutkan pendidikannya. Jarak dan waktu perlahan mengikis rasa cinta mereka. Komunikasi yang semakin jarang dan kesibukan masing-masing membuat mereka akhirnya memutuskan untuk berpisah.

Laras masih ingat rasa sakitnya saat itu. Hatinya hancur berkeping-keping, seakan langit senja yang indah berubah menjadi kelam. Namun, seiring berjalannya waktu, dia belajar untuk mengikhlaskan dan menyembuhkan lukanya.

Kini, Laras telah menjadi wanita yang lebih tegar dan mandiri. Dia fokus pada karirnya sebagai seorang desainer grafis dan membangun kehidupan yang baru. Di usianya yang ke-28 tahun, dia telah mencapai kesuksesan di bidang pekerjaannya. Ia memiliki studio desainnya sendiri dan telah banyak bekerja sama dengan perusahaan ternama.

Meskipun hatinya telah tersakiti di masa lalu, Laras masih percaya pada cinta. Dia masih membuka hatinya untuk kemungkinan menemukan cinta sejati.

Di tengah lamunannya, Laras dikejutkan oleh suara bel kafe yang berbunyi. Seorang pria tinggi dengan senyum yang familiar masuk ke dalam kafe. Jantung Laras berdegup kencang. Ya, pria itu adalah Bima.

Bima kini terlihat lebih dewasa dengan rambutnya yang sedikit beruban. Di balik kacamatanya, matanya yang dulu penuh tawa kini memancarkan ketenangan dan keteduhan.

Keduanya saling berpandangan, terpaku dalam momen reuni yang tak terduga. Senyum Bima masih sama seperti yang Laras ingat, hangat dan menenangkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Roman Selengkapnya
Lihat Roman Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun