Fenomena ini, dikenal sebagai "Matthew effect" ("yang punya akan bertambah") menunjukkan bahwa individu atau entitas yang telah memiliki keunggulan (modal, jaringan, reputasi) cenderung mendapatkan lebih banyak keuntungan atas keuntungan yang ada. Wikipedia+1
6. Kelemahan struktur redistribusi dan pengawasan
Negara kita, seperti banyak negara lain, seringkali gagal atau kurang agresif dalam menegakkan pajak progresif, pajak kekayaan, atau kebijakan redistribusi efektif. Akibatnya, akumulasi kekayaan kelas atas tidak cukup diimbangi oleh upaya redistribusi.
Dengan demikian, sudah jelas mengapa orang kaya bukan hanya bertahan di status tinggi mereka, tetapi terus "naik tangga" dalam skala absolut.
Apakah "Hemat dan Sabar" Efektif untuk Kelas Bawah?
Pesan moral "hemat dan sabar" memang memiliki kebaikan: mendorong pengendalian diri, disiplin, tidak hidup melebihi kemampuan. Tapi jika konteks struktural timpang:
Menabung dalam skala mikro seringkali tak cukup untuk mengejar ketertinggalan modal.
Bersabar berarti menunggu kesempatan, tapi jika peluangnya sangat terbatas, sabar akan jadi penghambat --- karena waktu adalah sumber daya yang tak bisa diputar kembali.
Hemat menjadi beban psikologis jika dikomparasikan dengan fleksibilitas daya beli orang kaya yang bisa mengambil risiko besar karena punya bantalan modal jatuh.
Dalam kondisi ketimpangan ekstrim, ajakan "hemat dan sabar" bisa terasa sebagai narasi pasrah: bahwa kemiskinan adalah tanggung jawab individu, bukan produk sistem sosial-ekonomi.
Moralitas Ganda: Ketika Si Miskin Ditekan, Si Kaya Dibiarkan Bebas