Mohon tunggu...
Ardi Bagus Prasetyo
Ardi Bagus Prasetyo Mohon Tunggu... Praktisi Pendidikan

Seorang Pengajar dan Penulis lepas yang lulus dari kampung Long Iram Kabupaten Kutai Barat. Gamers, Pendidikan, Sepakbola, Sastra, dan Politik

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Sembari Si "Miskin" disuruh Hemat dan Sabar, Mereka yang Kaya Sibuk Memperkaya Diri dan Dinasti

7 Oktober 2025   14:00 Diperbarui: 7 Oktober 2025   11:09 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(https://global-news.co.id/339-juta-orang-indonesia-diprediksi-jatuh-miskin)

Mendukung usaha mikro, koperasi, UMKM dengan kredit lunak dan program inkubasi agar bisa melaju dari "hematan mikro" ke akumulasi modal produktif.

3. Pendidikan keuangan dan kesadaran struktural

Mengajarkan lebih dari sekadar teknik menabung, tetapi juga memahami sistem finansial, pasar, investasi, serta kekuasaan ekonomi.

4. Regulasi pasar dan anti-monopoli

Mengawasi dominasi sektor-sektor strategis agar tidak menjadi arena konsentrasi kekayaan tanpa pembukaan akses bagi pendatang baru.

5. Narasi moral baru: bukan hanya sabar, tetapi juga adil

Kita perlu mengganti narasi tunggal bahwa semua orang miskin kurang bersabar. Kita perlu menyuarakan bahwa redistribusi dan keadilan sosial juga bagian dari etika kolektif bangsa.

Penutup: Tentang Harapan yang Tidak Naif

Pesan "hemat dan sabar" sejatinya bukan buruk jika dijadikan pedoman personal untuk hidup sederhana dan tidak boros. Tetapi ketika pesan itu dijadikan satu-satunya tuntutan moral terhadap mereka yang lemah secara struktural, sementara kaum kaya dibiarkan meneruskan akumulasi kekayaan tanpa hambatan, maka kita menghadapi sebuah ketidakadilan moral.

Kita tak harus menjadikan orang miskin sebagai "sabar selamanya"; kita harus mendorong sistem agar mereka mempunyai kesempatan nyata untuk memperkaya diri---dengan cara yang sehat dan adil. Dan untuk itu, kita butuh kesadaran kolektif: bahwa kemakmuran satu kelompok tidak harus mengorbankan kelompok lainnya; bahwa kekayaan dinasti bukan sebuah takdir, melainkan produk pilihan kebijakan; dan bahwa "lebih kaya" sejatinya harus berarti lebih banyak tanggung jawab---bukan sekadar lebih banyak kekuasaan.

#SalamLiterasi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun