Mohon tunggu...
Ardel Bayu Adityo
Ardel Bayu Adityo Mohon Tunggu... Mahasiswa Universitas Mercu Buana | Jurusan Ilmu Komunikasi | Prodi Digital Communication | NIM 44521010069

Mata Kuliah: Pendidikan Anti Korupsi dan Kode Etik UMB. Dosen Pengampu: Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Quiz 12 - Edward Coke: Actus Reys, Mens Rea Pada Kasus Korupsi di Indonesia

4 Desember 2024   23:54 Diperbarui: 4 Desember 2024   23:54 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

WHAT

Niat atau mens rea adalah salah satu faktor yang menjadi tolak ukur untuk menentukan apakah seseorang dapat dipertanggungjawabkan secara pidana ataukah tidak. Mens Rea dapat diartikan sebagai niat jahat yang ada dalam diri pelaku tindak pidana. Para penganut paham dualistis memisahkan antara kesalahan (mens rea) dengan perbuatan pidana (actus reus). Mens rea merupakan mental element sementara actus reus merupakan physical element. Paham ini didasari dengan asas "actus non facit reum nisi men sit rea"atau bila diartikan adalah tidak ada suatu perbuatan yang dapat dikenakan sanksi pidana bila tidak ada niat jahat di dalamnya.

Wilson menerjemahkan istilah ini dengan "an act is not criminal in the absence of a guilty mind." Menurut Kadish dan Paulsen hal ini ditafsirkan dengan "an unwarrantable act without a vicious will is not crime at all. "* Suatu kelakuan tidak dapat disebut sebagai kejahatan bila tidak ada kehendak jahat. Kedua pendapat tersebut mengartikan mens rea sebagai vicious will atau guilty of mind. Kedua istilah tersebut bila diterjemahkan ke Bahasa Indonesia memiliki arti "keinginan jahat" atau "kehendak jahat." Doktrin ini mensyaratkan mens rea sebagai suatu keharusan dalam mengklasifikasikan suatu tindakan sebagai sebuah tindak pidana.'Dengan
ini niat dalam suatu tindak pidana penting untuk dibuktikan karena merupakan bagian dari tindak pidana. Karena itu penjatuhan sanksi pidana dalam suatu tindak pidana harus memenuhi unsur-unsur, tidak hanya perbuatan atau esensi dari perbuatan yang bertentangan dengan kaidah hukum saja, tetapi juga pertanggung jawaban pidana yang di dalamnya ada mental state atau keadaan batin yang merupakan niat (mens rea) pada saat pelaku melakukan perbuatan tersebut. Sehingga tidak ada pemidanaan bila unsur niat tidak terpenuhi ataupun sebaliknya hanya niatnya saja yang ada tetapi tidak diwujudkan dengan adanya suatu tindakan (actus reus) yang memenuhi kualifikasi rumusan undang-undang. 

Menurut hukum pidana Inggris, actus reus mengandung prinsip bahwa:
1) Perbuatan yang dituduhkan harus secara langsung dilakukan tertuduh. Pada prinsipnya seseorang tidak dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatan orang lain, kecuali ia membujuk orang lain untuk melakukan perlanggaran undang-undang atau tertuduh memiliki tujuan yang sama dengan pelaku pelanggaran tersebut;
2) Perbuatan yang dituduhkan harus dilakukan tertuduh dengan sukarela (tanpa ada paksaan dari pihak lain); atau perbuatan dan akibatnya memang dikehendaki oleh pihak tertuduh;
3) Ketidaktahuan akan undang-undang yang berlaku bukan merupakan pemaaf/yang dapat dipertanggungjawabkan.
Unsur mens rea dalam hukum pidana Inggris dijabarkan dan diklasifikasikan menjadi:

a. Intention atau Purposely
Dengan pengertian istilah ini berarti bahwa seseorang tertuduh menyadari perbuatan dan menghendaki akibatnya. Contoh: A membunuh B dengan motif balas dendam dan menghendaki kematian B.

b. Recklessness
Dengan pengertian istilah ini berarti tertuduh sudah dapat memperkirakan atau menduga sebelum perbuatan dilaksanakan sebelum akibat yang akan terjadi; akan tetapi tertuduh sesungguhnya tidak menghendaki akibat itu terjadi. Contoh: A mengendarai kendaraan bermotor melebihi batas kecepatan yang diperbolehkan di dalam kota, dan menabrak pejalan kaki yang mengakibatkan pejalan kaki yang bersangkutan luka-luka parah.

c. Negligence
Dengan pengertian ini dimaksudkan bahwa tertuduh tidak menduga akibat yang akan terjadi, akan tetapi dalam keadaan tertentu undang- undang mensyaratkan bahwa tertuduh harus sudah dapat menduga akibat-akibat yang akan terjadi dari perbuatan yang dilakukannya. Contoh: A menyulut korek api pada waktu ia berada di sebuah pompa bensin, sehingga mengakibatkan terbakarnya pompa bensin tersebut dan banyak korban luka bakar atau mati karenanya.

Modul Prof Apollo
Modul Prof Apollo

Menurut Sir Edward Coke, seorang ahli hukum Inggris terkemuka pada abad ke-17, hukum pidana harus didasarkan pada dua elemen utama: actus reus (tindakan bersalah) dan mens rea (niat bersalah). Coke menggambarkan kedua elemen ini sebagai dasar untuk menetapkan tanggung jawab pidana.  

Berikut Pandangan Edward Coke tentang Actus Reus dan Mens Rea:

1. Actus Reus (Tindakan Bersalah)

Coke menjelaskan bahwa actus non facit reum nisi mens sit rea, yang berarti:"Tindakan tidak membuat seseorang bersalah kecuali disertai dengan niat bersalah. Dalam pandangan ini, actus reus adalah tindakan fisik atau perbuatan yang melanggar hukum. Namun, tindakan tersebut tidak dianggap cukup untuk menjatuhkan hukuman pidana tanpa adanya niat atau mentalitas bersalah. Contoh: Jika seseorang tanpa sengaja menyenggol barang hingga pecah tanpa adanya niat merusak, tindakan itu mungkin tidak dihukum karena kurangnya mens rea.  

2.  Mens Rea (Niat Bersalah)
   Mens rea, menurut Coke, adalah mental state atau niat kriminal yang menyertai tindakan melanggar hukum. Ia menekankan pentingnya niat atau kesadaran terhadap pelanggaran hukum dalam menentukan apakah seseorang dapat dihukum.  Mens rea dapat berupa:  
   - Kesengajaan (intention):Pelaku secara sadar bermaksud melakukan kejahatan.  

-Kelalaian (negligence):Pelaku lalai dalam memenuhi kewajiban yang diharapkan darinya.  -

- Pengetahuan (knowledge): Pelaku sadar bahwa tindakannya salah atau ilegal.  

Contoh: Dalam kasus pembunuhan, mens rea adalah niat untuk menyebabkan kematian atau cedera serius. 

3. Prinsip Integrasi
   Coke menegaskan bahwa actus reus dan mens rea harus terjadi bersamaan untuk menetapkan tindak pidana. Tanpa niat kriminal, tindakan yang melanggar hukum mungkin tidak cukup untuk menjadikan seseorang bersalah secara pidana.  
Actus tanpa Mens Rea artinya Tidak bersalah jika tidak ada niat.  Dan Mens Rea tanpa Actus artinya Tidak ada pelanggaran hukum yang nyata tanpa tindakan fisik.  

Gambar Pribadi
Gambar Pribadi

WHY

Kejahatan adalah salah satu bentuk perilaku menyimpang yang selalu ada dan melekat pada setiap jenis masyarakat, tidak ada satu pun masyarakat yang terbebas dari dampak perbuatanya. Pencegahan kejahatan bekerja dengan baik ketika kebijakan keadilan sosial yang tepat digunakan dalam proses pencegahan kejahatan. Tidak ada kejahatan, besar atau kecil, tanpa pikiran jahat (mens rea). Dengan kata lain, hukuman adalah urutan kejahatan. Baik dalam spekulasi filosofis, maupun dalam agama atau sentimen moral, akankah setiap orang di segala usia mengizinkan bahwa seorang pria harus dianggap bersalah kecuali pikirannya begitu. Oleh karena itu, ini adalah prinsip dari sistem hukum kita, seperti mungkin satu sama lain, bahwa inti dari suatu pelanggaran adalah niat yang salah (mens rea), yang tanpanya pelanggaran itu tidak dapat dilakukan ada. Asas actus reus akan selalu mengikuti mens rea dalam hukum pidana karena memberikan landasan untuk membedakan tindakan kriminal yang disengaja dengan tindakan yang tidak disengaja. Namun, perlu dicatat bahwa asas mens rea dapat bervariasi antara yurisdiksi hukum yang berbeda dan tergantung pada konteks hukum yang dihadapinya.

Gambar Pribadi
Gambar Pribadi

HOW 

Pada tahun 2017 Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Setya Novanto yang kala itu menjabat sebagai Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR sebagai tersangka kasus korupsi pengadaan e-KTP untuk 2011-2012. Kasus ini sangat menjadi trending topik di berbagai halaman media cetak maupun media elekronik. Kasus korupsi e-KTP adalah kasus korupsi di Indonesia terkait pengadaan KTP elektronik untuk tahun 2011 dan 2012 yang terjadi sejak 2010-an. 

Namun kejanggalan demi kejanggalan yang terjadi sejak saat proses lelang tender proyek e-KTP membuat berbagai pihak mulai dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Government Watch, pihak kepolisian, Konsorsium Lintas Peruri bahkan Komisi Pemberantasan Korupsi menaruh kecurigaan akan terjadinya korupsi. Sejak itu KPK melakukan berbagai penyelidikan demi mengusut kronologi dan siapa saja dalang di balik kasus ini.

 Dari total 70 orang anggota Legislatif yang terlibat tindak pidana kasus korupsi ada satu yang sangat fenomenal yaitu yang dilakukan oleh Setya Novanto yang menjabat sebagai ketua DPR periode 2014-2019 yang mengakibatkan kerugian uang negara sebesar Rp 1.2. triliun sungguh sangat fantastis apa yang dilakukan Setya Novanto dalam korupsi untuk projek E - KTP. Diluar akal sehat dan hati nurani sebagai seorang wakil rakyat yang seharusya menjadi garda terdepan di dalam memberantas korupsi di Indonesia. 

Analisis Actus Reus

  • Penyalahgunaan Anggaran:
    Setya Novanto, bersama pelaku lainnya, terlibat dalam pengaturan pemenang tender proyek e-KTP dengan tujuan mengambil keuntungan pribadi dan kelompok.
  • Penggelembungan Anggaran:
    Proyek sengaja digelembungkan sehingga anggaran yang seharusnya digunakan untuk pelaksanaan proyek sebagian dialihkan 
    sebagai keuntungan pribadi para pelaku. 

 Analisis Mens Rea

  • Kesengajaan untuk Memperkaya Diri:
    Setya Novanto secara sadar dan aktif mengarahkan proses pengadaan e-KTP agar memberikan keuntungan pribadi dan kelompoknya.
  • Kerja Sama dalam Konspirasi :
    Terbukti bahwa pembagian dana telah direncanakan dan disepakati bersama, menunjukkan adanya niat kolektif untuk melakukan korupsi. Manipulasi Sistem Pengadaan . 

Dalam kasus korupsi e-KTP, actus reus terlihat dari tindakan penyalahgunaan anggaran proyek, sementara mens rea terlihat dari niat sadar dan terencana para pelaku untuk mendapatkan keuntungan pribadi secara ilegal. Sinergi antara actus reus dan mens rea menjadi dasar bagi pengadilan untuk menjatuhkan hukuman kepada para terdakwa. Setya Novanto, misalnya, dijatuhi hukuman 15 tahun penjara karena terbukti bersalah.

Modul Prof Apollo
Modul Prof Apollo

DAFTAR PUSTAKA

Edo Bintang Joshua & Ade Adhari
Analisis Ketiadaan Niat (Mens Rea) Dalam Pemidanaan Pada Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 844/Pid.B/2019/Pn.Jkt.Pst.

Analisis Hukum Asas Mens Rea Dan Actus Reus Dalam Kasus Pembunuhan
Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (Studi Kasus Dalam Putusan Pn
Jakarta Selatan No. 796/Pid.B/2022/Pn Jkt.Sel)
Rizki Romandona1
, Bukhari Yasin2
Universitas Bojonegoro
masteroflaw16@gmail.com

Saputra, Rian Prayudi. 2020. Perbandingan Hukum Pidana Indonesia Dengan Inggris. Jurnal Pahlawan 3 (1), 53.

Ivan, Panggabean, M. L.., & Pandiangan, H. J.. (2021). Corruption Of Law Enforcement On -KTP By Members Of The Legislature Efforts And Non Penal Criminal Policy In Perspective. Jurnal Hukum to-Ra : Hukum Untuk Mengatur Dan Melindungi Masyarakat, 7(3), 410-421. https://doi.org/10.33541/tora.v713.46

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun