Mohon tunggu...
Dwi Ardian
Dwi Ardian Mohon Tunggu... Paccarita

ASN | Statistisi | Analis Sosial Ekonomi dan Kependudukan | To Mandar

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Menakar Kesiapan Sulbar Mendukung Program MBG

3 Juli 2025   12:03 Diperbarui: 3 Juli 2025   20:08 540
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi makan bergizi gratis. (Foto: KOMPAS.COM/IRWAN NUGRAHA) 

Beberapa waktu terakhir BPS melakukan survei evaluasi dan monitoring program Makan Bergizi Gratis (MBG). 

Saya salah satu petugas yang bertugas sebagai pengawas untuk memastikan kegiatan berjalan sesuai yang ditetapkan. Saya banyak menggali bagaimana peluang dan tantangan yang dihadapi di Sulawesi Barat. 

Sulawesi Barat sebagai provinsi dengan potensi sumber daya alam melimpah di sektor pertanian, perikanan, dan peternakan seharusnya mampu menjadi pelopor ketahanan pangan regional. 

Namun dalam implementasi program MBG melalui Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG), masih ditemui berbagai tantangan kompleks. 

Saat ini baru terdapat empat SPPG yang beroperasi melayani Kabupaten Mamuju dan Polewali Mandar, jumlah yang masih sangat terbatas untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat secara merata.

Tantangan

Masalah mendasar yang dihadapi SPPG dalam penyediaan makanan bergizi bersumber dari beberapa faktor krusial. 

Pertama, ketergantungan tinggi terhadap pasokan bahan pangan dari luar daerah yang mencapai 60-70 persen untuk komoditas utama seperti beras, sayuran, dan protein hewani. Padahal, Sulawesi Barat sebenarnya memiliki potensi produksi yang memadai. 

Kedua, rantai pasok yang tidak efisien menyebabkan distribusi bahan pangan segar seperti ikan dan sayuran sering terkendala. 

Ketiga, kapasitas pengolahan di tingkat SPPG yang masih terbatas dalam hal sarana, peralatan, dan sumber daya manusia terlatih.

Tantangan logistik menjadi penghambat utama efektivitas SPPG. Kondisi infrastruktur transportasi yang belum merata, terutama di daerah pedalaman, menyebabkan distribusi bahan pangan berisiko terlambat. 

Minimnya fasilitas penyimpanan modern di tingkat SPPG seperti cold storage dan freezer berkontribusi pada penurunan kualitas bahan pangan segar. 

Selain itu, pola panen musiman di sektor pertanian dan perikanan tradisional menciptakan ketidakstabilan pasokan bahan baku bagi SPPG.

Pada sisi produksi, petani dan nelayan lokal menghadapi berbagai kendala struktural. Praktik budi daya yang masih tradisional dengan produktivitas rendah, kurangnya akses terhadap input produksi berkualitas, serta keterbatasan teknologi pascapanen menjadi faktor penghambat utama. 

Akibatnya, kualitas dan kuantitas produksi sering tidak memenuhi standar kebutuhan SPPG, memaksa pengelola untuk mencari pasokan dari luar daerah.

Peluang

Peluang pengembangan SPPG berbasis produk lokal sebenarnya sangat besar. Pertama, potensi produksi pangan lokal yang melimpah dengan keanekaragaman hayati unggulan seperti sagu, ikan laut, dan berbagai komoditas hortikultura. 

Kedua, adanya dukungan kebijakan dari pemerintah daerah melalui peraturan daerah tentang pemanfaatan produk lokal. Ketiga, meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya gizi berbasis pangan lokal yang lebih sesuai dengan budaya makan setempat.

Strategi penguatan SPPG perlu dilakukan melalui pendekatan terintegrasi. Pada aspek hulu, perlu dibangun kemitraan strategis antara SPPG dengan kelompok tani/nelayan melalui pola kontrak budi daya. 

Penyediaan bantuan teknologi pascapanen seperti alat pengering ikan dan sayur dapat meningkatkan nilai tambah produk lokal. Pada tingkat SPPG sendiri, perlu peningkatan kapasitas pengolahan melalui pelatihan menu bergizi berbasis pangan lokal dan standardisasi proses pengolahan.

Pemerintah daerah dapat memainkan peran katalis melalui beberapa intervensi. Pertama, penyediaan insentif fiskal bagi SPPG yang menggunakan bahan baku lokal minimal 70 persen. 

Kedua, pembangunan infrastruktur pendukung seperti unit cold storage mini di setiap SPPG. Ketiga, penguatan kelembagaan melalui pembentukan forum koordinasi SPPG yang melibatkan dinas terkait, akademisi, dan pelaku usaha.

Implementasi teknologi digital dapat menjadi game changer dalam pengelolaan SPPG. Pengembangan sistem informasi terintegrasi dapat menghubungkan SPPG dengan pemasok lokal, memantau stok bahan pangan, dan mengoptimalkan distribusi. 

Aplikasi menu bergizi berbasis lokal dapat membantu pengelola SPPG dalam perencanaan makanan yang lebih variatif.

Untuk jangka panjang, pengembangan SPPG perlu diarahkan pada konsep kawasan mandiri pangan. Setiap SPPG idealnya memiliki kebun gizi sendiri sebagai sumber pasokan sayuran dan buah, serta kolam ikan/ternak kecil untuk memenuhi kebutuhan protein. 

Konsep ini tidak hanya menjamin keberlanjutan pasokan, tetapi juga menjadi media edukasi gizi bagi masyarakat sekitar.

Evaluasi berkala terhadap kinerja SPPG perlu dilakukan dengan indikator yang komprehensif, mencakup aspek kecukupan gizi, pemanfaatan produk lokal, dampak ekonomi terhadap petani/nelayan, serta kepuasan penerima manfaat. Hasil evaluasi ini dapat menjadi dasar untuk penyempurnaan kebijakan dan program pengembangan SPPG ke depan.

Dengan pendekatan holistik ini, SPPG tidak hanya berfungsi sebagai penyedia makanan bergizi, tetapi juga menjadi penggerak ekonomi lokal dan pusat edukasi gizi masyarakat. 

Transformasi SPPG menjadi lebih mandiri dan berbasis potensi lokal akan memberikan dampak ganda: meningkatkan status gizi masyarakat sekaligus menggerakkan perekonomian daerah. 

Pada akhirnya, penguatan SPPG dapat menjadi salah satu pilar utama dalam mewujudkan ketahanan pangan dan gizi di Sulawesi Barat.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun