Mohon tunggu...
Adeng Septi Irawan
Adeng Septi Irawan Mohon Tunggu... Ilmuwan - Penulis adalah seorang pemerhati dunia junalistik, komunikasi, hukum, birokrasi, dan sastra. bisa dihubungi di email irawan_34@yahoo.com

Cogito Ergo Sum

Selanjutnya

Tutup

Hukum

KPK dan Revisi UU

18 September 2019   16:26 Diperbarui: 27 April 2020   12:47 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dewan Perwakilan Rakyat RI dan Pemerintah telah menyepakati tujuh poin revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Revisi UU KPK tersebut selanjutnya akan dibawa ke Rapat Paripurna DPR untuk disahkan menjadi undang-undang. 

Rapat Panitia Kerja (Panja) menyepakati ketujuh poin revisi UU KPK itu dilaksanakan pada Senin (16/9) di ruang Badan Legislasi DPR, Senayan, Jakarta (seperti diberitakan cnnindonesia.com melalui laman websitenya). 

Dalam pernyataan resminya anggota Panja, Taufiqulhadi mengatakan revisi UU KPK tidak menutup kemungkinan disahkan pada Selasa (17/9/2019). Pihaknya mengejar waktu jelang berakhirnya masa bakti DPR periode 2014-2019 pada akhir September ini.

Beberapa poin penting yang cukup krusial yang diajukan DPR RI terkait revisi UU KPK, diantaranya: 

Pertama, terkait kedudukan KPK sebagai lembaga penegak hukum berada pada rumpun eksekutif yang dalam pelaksanaan kewenangan dan tugasnya tetap independen. Kedua, mengenai pembentukan Dewan Pengawas KPK. Ketiga, terkait pelaksanaan fungsi penyadapan. Keempat, mengenai mekanisme penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) perkara tindak pidana korupsi oleh KPK. 

Kelima, terkait koordinasi kelembagaan KPK dengan penegak hukum sesuai dengan hukum acara pidana kepada kepolisian, kejaksaan, dan kementerian atau lembaga lainnya dalam pelaksanaan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan perkara tindak pidana korupsi. Keenam, mengenai mekanisme penggeledahan dan penyitaan.. Ketujuh, terkait sistem kepegawaian KPK.

Namun, dari poin poin tersebut ada beberapa yang tidak disetujui oleh Pemerintah, yakni izin penyadapan dari pihak eksternal KPK, lalu terkait koordinasi KPK dengan lembaga penegak hukum lainnya (Kepolisian, Kejaksaan, daln lembaga terkait) dalam mejalankan tugasnya, dan pengelolaan LHKPN di luar KPK.

Tampaknya inisiatif DPR yang dimunculkan pada awal September ini tak bisa berjalan mulus, karena banyak pro dan kontra mengenai revisi UU yang telah ada semenjak tahun 2002 ini. Berkaca pada sejarah munculnya Undang Undang KPK tak bisa dilepaskan dari sosok Presiden keempat RI, (alm). Abdurrahman Wahid, selaku inisator berdirinya KPK. Lalu pada pemerintahan setelahnya, yakni masa Megawati Soekarno Putri dibentuklah lembaga superbodi yang independen yang bernama "Komisi Pemberantasan Korupsi" melalui Undang Undang Nomor 30 Tahun 2002.

Selanjutnya, pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, KPK mulai menujukkan geliatnya dalam memberantas beberapa skandal korupsi baik di eksekutif, legislatif, hingga yudikatif. Beberapa kasus yang sempat viral yang ditangani oleh KPK di antaranya Cicak vs Buaya, Gurita Cikeas, Bank Century, dan sebagainya. 

Dari rekam jejak itulah tidak sedikit elite politik yang selama ini tak tersentuh bisa dengan mudah diatasi oleh KPK. Termasuk mantan Ketua DPR Setya Novanto, yang menjadi terpidana dalam kasus korupsi e-KTP adalah bagian dari keberhasilan KPK dalam mengungkap lingkaran kotor di lingkungan pemerintahan.

Namun, pada bulan September tahun 2019, KPK mulai diuji dengan adanya revisi UU KPK yang diinisiasi oleh DPR kepada Pemerintah dalam hal ini masa Presiden Joko Widodo. Di mana revisi tersebut tampak melemahkan kinerja KPK dalam rangka memberantas korupsi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun